WAKAF
UANG
ANTARA FLEKSIBILITAS BERDERMA DAN SISTIM
RIBAWI
(Telaah
Ulang Keabsahan Fatwa MUI dan UU No. 41 ayat 28 – 31 tentang Wakaf Uang)
Oleh
Hasbullah
Hilmi[1]
Abstrak
Wakaf uang merupakan model wakaf baru bagi umat Islam Indonesia. Keberadaan
model derma ini dalam konteks Indonesia diperkuat keberadaanya melalui fatwa
MUI yang menetapkan wakaf uang jawaz dan UU No. 41 tahun 2004 tentang
wakaf yang didalamnya terdapat pengaturan wakaf uang. Kajian kritis terhadap
keberadaan uang rupiah sebagai uang fiat murni yang dikendalikan dengan suku
bunga dan instabilitas nilai tukar rupiah beberapa tahun ini menjadi dasar
argument untuk mengkritisi kembali validitas wakaf uang. Tulisan ini mengajukan
alternatif wakaf tunai untuk pembelian aset wakaf bersama dan wakaf investasi
sebagai alternatif pemanfaatan fleksibilitas uang dalam berderma.
A. Pendahuluan
Wakaf sebagai salah satu instrument
filantropi Islam dalam batasan normatifnya tidak terlalu tegas dalam Islam. Hal
ini berbeda dengan batasan normatif filantropi Zakat. Walau secara normatif
kurang tegas, wakaf telah banyak memainkan peran bagi kelangsungan dan perlindungan
institusi layanan publik dalam Islam. Batasan nortmatif wakaf yang tidak teralu
rigid memberikan peluang ijtihad yang sangat besar. Peluang ijtihad ini
memberikan ruang bagi institusi wakaf untuk berkembang sesuai dengan
perkembangan sistim sosiaol dan ekonomi yang melatarinya.
Pada era pertengahan sistim ekonomi
lebih tertumpu pada penguasaan tanah pertanian dan bangunan. Oleh karena itu maka
perkembangan yang sangat signifikan dalam wakaf adalah wakaf tanah dan
bangunan. Dalam konteks kekinian muncul inovasi-inovasi atas institusi wakaf
yang disesuaikan dengan sistem dan model ekonomi modern. Inovasi baru terahadap
model wakaf dalam sistim ekonomi modern yang muncul diantaraanya wakaf uang,
saham dan surat berharga lain, wakaf karya intelektual, hak paten.
Wakaf uang atau dalam istilah lain
sering dengan istilah wakaf tunai, sebagtai sebuah model wakaf mendapat respon
yang berbeda. Bagi sekelompok orang model wakaf ini disambut antusias dan
mereka memandang sudah tidak ada masalah secara fiqhiyah atas model ini. Di lain
pihak terdapat kelompok masyarakat masih meragukan keabsahan model wakaf ini.
Makalah ini mencoba memberikan analisis
kritis terhadap validitas model wakaf uang yang telah ditetapkan oleh fatwa MUI
dan UU wakaf dan mencoba mencari solusi fiqhiyah dan praktis atas problem yang
muncul atas validitas model wakaf ini.
B. Konsep Uang dan validitas fiqhiyah atasnya
1.Pengertian dan
Kriteria Uang
Dalam bahasa
Arab uang disebut "naqdun" bentuk plural "nuqud"
yang berarti uang, mata uang, valuta dan moneter[2]. Secara kebahasaan "naqdun"
mempunyai arti pembayaran kontan atau uang tunai[3] . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang
adalah kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk atau
gambar tertentu, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara sebagai alat tukar atau standard pengukur nilai (kesatuan hitung)
yang sah[4].
Secara
istilah (epistemology) uang oleh Taqiyuddin An-Nabhani didefinisikan
sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap barang dan tenaga[5]. Muchdarsyah Sinungan[6] mendefinisikan sebagai sesuatu yang
diterima oleh umum sebagai alat pembayaran dan sebagai alat tukar menukar. Sedang menurut Eugene A Diulio[7] uang adalah barang yang
memenuhi fungsi sebagai alat tukar, unit penghitung, penyimpan nilai dan
standard untuk tertangguhkan.
Dari berbagai
pendefinisian di atas tercermin bahwasanya uang dalam era sekarang sebagaimana
tergambar dalam pendefinisian Eugene A Dilio sudah meluas keberadaannya lebih
dari sekadar alat tukar menukar barang. Dalam konteks keberadaan uang
bukan hanya sekedar alat tukar inilah perbedaan sistem keuangan konvensional
dan Islam. Uang, dalam konsep Islam, diletakkan pada fungsi yang esensi yakni
sebagai alat tukar. Adapun fungsi lainnya dalam uang yakni sebagai unit of
account dan store of value sangat rentan bertentangan dengan Islam bila dalam
jasa keuangannya masih berbasis bunga.
2. Pandangan Islam
Tentang Uang
Dalam konsep
Islam, uang diletakkan pada esensi fungsinya yakni sebagai alat tukar. Adapun fungsi lainnya dalam uang yakni
sebagai unit of account dan store of falue sangat rentan bertentangan dengan
Islam bila dalam jasa keuangannya masih berbasis bunga.
Uang dalam
perekonomian Islam memiliki peran sebagaimana esensinya yakni sebagai alat
tukar. Uang merupakan alat mempermudah
transaksi dan bukan merupakan benda yang dapat diperjualbelikan sebagaimana
layaknya komoditas.[8]
Menurut ekonomi Islam uang adalah uang bukan capital. Sedang dalam ekonomi
konvensial uang diartikan dengan pertukaranan (interchangeable), sebagai
uang atau sebagai capital[9].
Dengan
pengertian ini, menurut Adiwarman Karim[10] konsep uang menjadi tidak jelas dan akan
menimbulkan kekacauan. Perbedaan lainnya menurut ekonomi Islam uang adalah
sesuatu yang bersifat flow concept sedangkan capital bersifat stock
concept. Oleh sebab itu capital is private goods, sedang money is
public good. Uang yang mengalir adalah public goods (flow concept),
sedangkan yang mengendap sebagai milik seseorang (stock concept) adalah
milik pribadi (private goods).
Konsep Islam
|
Konsep Konvensional
|
Uang tidak
identik dengan modal
|
Uang sering
diidentikkan dengan modal
|
Uang adalah
public goods
|
Uang (modal)
adalah private goods
|
Modal adalah
private goods
|
Uang (modal)
adalah flow concept bagi fisher
|
Uang adalah
flow concept
|
Uang adalah
(modal) adalah stock concept bagi Cambridge school
|
Modal adal
stock concept
|
3. Uang Kertas dan Dinar
Dirham
Dinar dan
Dirham sebagai mata uang yang berlaku di kalangan umat Islam lenyap seiring
dengan runtuhnya khilafah Islamiyah Usmaniyah. Sejak masa itu hampir seluruh
umat Islam di berbagai pelosok dunia telah menggunakan uang kertas fiat murni.
Upaya
menghidupkan kembali dinar emas dan dirham perak sebagai alat tukar di
kalangan umat islam diawali oleh gerakan murabbitun di Eropa yang
dipimpin oleh seorang muallaf Islam yang bernama Syekh Abd Qodir as Sufi nama
sebelum Islamnya adalah Ian Dallas salah seorang penulis naskah pada TV BBC
London.. Gerakan murabbitun yang didirikannya salah satu dakwahnya
menyerukan umat Islam untuk keluar dari system perdagangan ribawi menuju
perdagangan yang adil sesuai syariat Islam dengan memberlakukan kembali dinar
dan dirham. Pada Awal 1990 an Syekh Abdal Qadir as Sufi berjumpa dengan Prof
Umar Ibrahim Vadillo di Jerman. Pada tahun
1992 dinar dan dirham mulai dicetak. Untuk memperjelas pemberlakukannya didirikan World Islamic Trade Organization
(WITO) dan World Islamic mint (WIM)[11].
Keberadan
uang kertas menjadi sebuah kenyataan yang tidak terelakkan. Hampir seluruh
negara di dunia termasuk Negara-negara muslim menerapkan uang kertas fiat murni sebagai uang negara masing masing.
Kehalalan
uang kertas sebagai alat transaksi bagi umat Islam kembali muncul disuarakan
oleh beberapa kalangan kecil masyarakat islam. Kalangan yang getol mengugat
kehalalan uang kertas adalah kalangan yang sangat yakin keharusan kembalinya
mata uang ummat Islam pada prinsip bimentalis yakni mata uang dinar dan
dirham. Terhadap keharaman uang kertas telah
terbit fatwa keharaman uang kertas oleh gerakan murabitun
pada tahun 1991[12]
Argumen
pengharaman uang kertas yang dilontarkan oleh kalangan penolaknya adalah:
1)
Uang kertas, nilai yang dipunyai tidak secara
instrinsik pada uang tersebut melainkan pada jaminan pembuat uang tersebut.
Uang kertas model ini menurut Zaim Saidi[13]
( 2010: 102-103) adalah riba karena nilai nominal ditentukan oleh negara lewat
keputusan politik. Penulisan nilai nominal angka yang jauh dari nilai intrinsic
harga kertas tersebut termasuk kategori menambah sesuatu dari ketiadaan.
Penambahan sesuatu dari ketiadaan mencerminkan uang secara substansi adalah
riba.
2)
Uang kertas, pasca dilepaskannya dari jaminan
cadangan emas, menjadi uang fiat murni. Sebagai uang fiat murni, nilai tukar
mata uang ditentukan dengan tingkat permintaan dan ketersediaan uang tersebut.
Pengendalian terhadap nilai mata uang dilakukan dengan kebijakan suku bunga
yang dikeluarkan oleh bank central penerbit mata uang. Adanya pendapat yang
menguat bahwasanya bunga bank itu sama dengan riba maka dengan sendirinya uang
fiat murni sebagai produk sistem bunga adalah produk sistem riba. Segala produk
sistem riba adalah riba dan haram. Keberadaan perbankan sebagai mesin penggerak
mata uang menjadi alasan lain akan ribanya uang. Menurut Zaim Saidi[14]
selain uang kertas mesin penggerak
perbankan adalah bunga dan utang-piutang (kredit). Perbankan adalah mesin
penggerak riba.
Kalangan
penolak kehalalan uang kertas, menawarkan solusi kembali pada mata uang yang
nilainya intrinsic pada mata uang tersebut yakni mata uang bimentalis dinar dan
dirham. Klaim kehalalan mata uang bimentalis
yang mereka lakukan sekaligus mengklaim hanya dinar dan dirham satu-satunya
mata uang yang sesuai dengan Islam. Dengan pandangan seperti ini, kalangan ini
secara lebih jauh memandang tidak sah segala bentuk ibadah maliyah seperti
zakat bila menggunakan selain dinar dan dirham.
Klaim bahwa
dalam Islam hanya diakui dinar dan
dirham sebagai matauang islami sebenarnya terlalu
berlebihan. Dinar dan dirham memang satu-satunya mata uang yang berlaku di masa
awal islam. Dan berlakunya dinar dan dirham adalah warisan sistem ekonomi
sebelum islam yang telah menggunakan dinar dan dirham sebagai matauang. Berlakunya
mata uang dinar dan dirham bukan dimulai karena islam datang. Pada masa Umar
bin Khattab pernah muncul gagasan dari Ummar untuk mengganti mata uang dinar
dan dirham dengan kulit unta. Gagasan ini ditentang oleh banyak kalangan
sahabat dengan alasan bila mata uang itu diganti dengan kulit unta maka akan
sulit dikontrol dan tidak hanya akan membawa pada excessive creation of
money tetapi juga keberlangsungan hidup unta[15]. Adanya ide penggantian mata
uang dengan kulit unta oleh Ummar walau urung dilaknsakan secara tidak langsung
menunjukkan islam memandang uang itu hanya alat tukar dan
tidak mesti dinar dan dirham. Bila dinar dan dirham dipandang sebagai
satu-satuny mata uang islami tentunya Ummar tidak akan terbersit untuk
menggantinya dan para shabat yang menolak ide ummar mennganti dinar dan dirham
dengan kulit unta tentunya akan mengingatkan umar tentang kesalahan idenya
karena melanggar islam bukan karena alasan rasional di atas.
Bagi
mayoritas kalangan muslimin memandang halal uang kertas. Terhadap kehalalan
uang kertas telah ada kesepakatan ulama yang mendekati Ijma yakni dengan adanya
putusan fukaha secara internasional oleh komite fikih Rabithah al a’lam al
Islami pada tahun 1982 dan OKI pada Oktober 1986[16] (Chapra, 1996: 5). Fatwa ini
menggap uang kertas sama posisinya dengan dinar dan
dirham sebagai alat tukar dan
alat penyimpan kekayaan. Oleh karena itu terhadap uang kertas juga terkena
kewajiban zakat bila telah mencapai nishab.
Adanya fatwa tersebut ditegaskan oleh Muh Umer Chapra bukan
berarti seseorang dapat mengeluarkan mata uang dalam berapapun jumlahnya. Para
fukaha secara mayoritas telah menelkankan bahwa mata uang harus diterbitkan
oleh aturan otoritas dan harus mempunyai nilai yang stabil mampu menunjukkan
efisiensi fungsi sebagai measure of value, a medium of exchange dan a store
of purchasing power. Adanya penekanan fukaha pada stabilitas nilai tukar
baik internal maupun eksternal sesuai dengan penekanan al Qur’an yang
tegas dalam keadilan dan kejujuran untuk
semua ukuran dan nilai. Kewajiban adil dan jujur tidak hanya ditekankan pada
individu tetapi juga pada negara dan masyarakat.
C. Wakaf Uang: Wakaf Ribawi?
1.Konsepsi Wakaf Uang
Wakaf uang adalah
wakaf berupa uang tunai yang diinvestasikan ke dalam
sektor-sektor ekonomi yang menguntungkan dengan ketentuan prosentase tertentu
digunakan untuk pelayanan sosial[17].
Secara
historis, wakaf uang telah ada pada abad 16 M, pada masa
kekuasaan Turki Usmani[18]. Pada masa ini aset atau uang tunai yang berasal dari wakaf
dikumpulkan dalam pooling fund kemudian oleh nazhir yang ditunjuk oleh pemerintah disalurkan ke
sektor bisnis dalam bentuk pinjaman dimana biasanya setelah satu tahun si
peminjam tersebut mengembalikan pinjaman pokok plus extra return. Kemudian
extra return yang telah diperoleh dan telah terakumulasi digunakan untuk
membiayai kebutuhan sosial[19].
Istilah Wakaf
Uang era
modern ini secara teknis diperkenalkan pertama kali oleh Prof. MA Mannan
seorang ekonom yang berasal dari Bangladesh. Ia mendirikan suatu badan yang
bernama SIBL (Sosial Investment Bank Limited) di Banglades. SIBL memperkenalkan
produk sertifikat Wakaf Tunai (Cash Waqf Certificate) yang pertama kali dalam
sejarah perbankan. SIBL menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan
disalurkan kepada rakyat miskin[20].
Kemunculan
instrument wakaf uang di Indonesia seiring dengan adanya upaya baru atau
istilah lainnya paradigma baru pemberdayaan wakaf di Indonesia. Paradigma ini
sebagaimana di kemukakan oleh Junaidi dkk sebagaiman di kutip oleh Jaih Mubarak
[21]
berasas pada 1). Asas keabadian manfaat; 2). Asas pertanggungjawaban 3). Asas
profesionalitas manajemen dan 4) asas keadilan sosial.
2. Kebolehan Wakaf Uang
a.Legalitas Wakaf Uang
dalam Prespektif Ulama
Dalam
perspektif fikih Islam, terdapat ikhtilaf ulama akan keabsahan wakaf uang. Secara garis besar dibagi pada kalangan
yang membolehkan dan yang melarang. Dikalangan Syafi’iyah Imam Nawawi “dan
berbeda pendapat para sahabat kita mengenai wakaf dengan dinar dan
dirham, (sebagian) membolehkan berwakaf
dengannya, dan (sebagia lain) tidak memperbolehkan mempersewakan dan
memperbolehkan mewakafkannya”. Dalam Mazhab Hanafi Ibnu Abidin ( berpendapat
soal sah tidaknya wakaf uang tergantung adat kebiasaan di satu tempat. Wakaf
dinar dan dirham sudah menjadi kebiasaan di negeri Romawi sehingga dengan dasar
prinsip di atas wakaf dinar dan dirham sah di tempat itu dan tidak sah ditempat
lainnya. Dalam mazhab Hanabilah Ibnu Taimiyah
meriwayatkan satu pendapat dikalangan hanabilah yang membolehkan wakaf
uang. Pendapat lain dikalangan Hanabilah seperti Ibnu Qudamah dalam kitabnya al
Mughni yang meriwayatkan dari senbagian
besar ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dengan alasan dirham dan
dinar akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada wujudnya. Disamping itu
Ibn Qudamah juga menjelaskan alasan tidak sahnya wakaf uang dengan
mempersewakan uang maka telah merubah
fungsi utama uang sebagai alat tukar sama halnya dengan larangan mewakafkan pohon
untuk jemuran oleh karena fungsi utama pohon bukan untuk jemuran pakaian.
Titik pangkal
perbedaan kebolehan wakaf uang adalah pemahaman tentang keabadian uang
sebagai media wakaf sekaligus kebolehan
adanya wakaf temporer. Dalam menyikapi perbedaan tersebut Hendra Kholid[22] cenderung pada pendapat yang
membolehkan dengan alasan pada tujuan umum wakaf untuk memberikan manfaat
pahala atas benda yang diwakafkan secara terus menerus itu terealisir dalam
wakaf uang. Walaupun fisiknya lenyap setelah di-tasharup-kan tapi
nilainya tetap dan manfaatnya tetap mengalir. Alasan kedua wakaf merupakan
konsep fikih ijtihadiyah sehingga memberi
peluang pintu ijtihad yang lebar. Terlebih Wakaf masuk kategori fikih
muamalat dengan kaidah hukum asal dalam muamalah itu adalah sah sampai ada
dalil yang menyatakannya tidak sah.
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majlis Ulama
Indonesia mrntapkan bahwa:
1)
Wakaf Uang
(cash wakaf/wakf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2) Termasuk ke dalam
pengertian uang adalah surat-surat berharga
3) Wakaf Uang hukumnya
jawaz (boleh)
4) Wakaf Uang
hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara
syar'i (mashraf mubah).
5) Nilai pokok Wakaf
Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan dan atau diwariskan[23].
b.Legalitas Wakaf Uang dalam hukum Positif di Indonesia.
Diakuinya
model wakaf uang dalam
undang-undang diawali dengan pendefinisian benda wakaf lebih fleksible dan luas
sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 5. Pendefinisian benda wakaf dalam pasal ini tidak
hanya mencakup benda tidak bergerak dan benda
bergerak secara konvensional tetapi juga mencakup benda ekonomi modern seperti
surat berharga dan hak karya intelektual. Dengan pendefinisian benda wakaf
seperti ini maka uang dapat dikategorikan sebagai benda wakaf karena memiliki
daya tahan lama dan nilai ekonomi. Penegasan uang sebagai benda wakaf terdapat
dalam bagian keenam tentang harta benda wakaf pasal 1 tentang harta benda bergerak
Pengaturan
khusus wakaf uang terdapat
dalam bagian kesepuluh yang membahas wakaf benda bergerak berupa uang.
Pelaksanan wakaf uang dilakukan melalui lembaga keuangan syari’ah (LKS) yang ditunjuk menteri. Pernyataan kehendak
wakaf uang dilakukan secara tertulis dalam bentuk sertifikat wakaf yang dibuat
oleh lembaga keuangan syari’ah dimana wakaf uang itu dilakukan.[24] LKS mempunyai kewajiban
melaporkan wakaf uang ke menteri.
Pengaturan wakaf uang secara lebih detil
diamanatkan oleh UU untuk dibuat peraturan pemerintah sebagai peraturan
pelaksana. Peraturan pelaksana wakaf uang terdapat dalam peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU
No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Peraturan khusus terkait pengelolaan wakaf uang terdapat pada paragraph 3
mengenai benda bergerak berupa uang.
3. Menguji keabsahan wakaf uang : Sebuah Kritik
Legalisasi praktek wakaf uang yang terdapat dalam UU No
41 tentang wakaf dan fatwa kebolehan wakaf uang (jawaz) dalam fatwa MUI perlu ditinjau kembali atau setidaknya harus
diberikan catatan tambahan dalam penerimaan dan penerapan wakaf uang. Jangan
sampai demi alasan kepraktisan dan kemudahan fundrising dan investasi wakaf
mengenyampingkan aspek paling prinsip dalam sistim muamalah Islam yakni "Allah
Menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". Perlunya catatan
tambahan atas legalitas wakaf uang di Indonesia karena adanya beberapa problem
substansial dan praktis terkait konsep dan model pengelolaan wakaf uang.
Realitas uang yang dipakai di Indonesia sementara ini
adalah uang fiat murni yang nilai dan stabilitasnya sangat ditentukan oleh sistim
bunga. Bila berpegang pada kesimpulan hukum bahwasanya bunga itu adalah riba
maka secara otomotis uang fiat murni yang kita gunakan ini berjalan atas sistim
riba. Penetapan jawaz terhadap wakaf uang bila tanpa catatan lebih lanjut secara intrinsik
berarti telah mendukung atau setidaknya telah mentolerir sistim uang fiat murni
yang berdasar pada sistim ribawi.
Dengan konsep wakaf menahan pada asalnya dan
mendayagunakan hasilnya mengandung pengertian bahwa benda wakaf itu harus
bersifat private goods dan stock
concept. Sedang Uang dalam pandangan Islam adalah public goods dan flow
concept. Dengan adanya wakaf uang maka secara tidak langsung telah menjadikan
uang sebagai capital, bersifat privat goods dan stock concept. Hal ini
bertentangan dengan konsep uang dalam Islam dan menjadikannya sebagai bagaian
dari sistim ekonomi ribawi/konvensional.
Menelaah argument yang dijadikan dasar acuan kebolehan
wakaf uang oleh MUI yang merujuk pada beberapa riwayat beberapa ulama dahulu
yang membolehkan wakaf dinar dan dirham sangat lemah. Karena terdapat perbedaan
prinsip antara uang dinar dan dirham dengan uang kertas fiat yang berlaku di dunia
sekarang khususnya mata uang rupiah di Indonesia.
Problematika
lain dari dijadikannya uang kertas sebagai obyek wakaf adalah pada aspek
stabilitas harga atau nilai mata uang. Dengan keberadaan sebagai uang fiat
murni, nilai mata uang sangat ditentukan dengan kondisi makro ekonomi dari
lembaga atau negara penerbit mata uang. Kondisi ini menimbulkan fluktuasi nilai
mata uang baik inflasi mapun deflasi. Tingkat fluktuasi pada
tingkatan tertentu sampai pada tingkat volatilitas yang sangat tinggi seperti
kasus pada era krisisi moneter di Indonesia tahun 1997-1998 yang turun secara
tajam nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serikat dari Rp 2500 mencapai
15 ribu per dolar amerika. Krisis moneter 1997-1998 menimpa hampir semua mata
uang di asia. Krisis dimulai dari mata uang bath Thailand yang kemudian meyebar
ke Indonesia, Malaysia, Korea dan Filipina. Krisis moneter di dunia
yang berakibat jatuhnya sebauah mata uang di dunia sering terjadi dan menimpa
hampir semua mata uang. Pada tahun 1982 krisis mata uang Paso di Meksiko yang
berakibat pada krisis moneter pada hampir semua negara amerika latin. Tahun
1992 krisis pasar uang finlandia yang berakibat pada semua mata uang Eropa
kecuali Jerman.[25]
Kondisi seperti ini menimbulkan permasalahan bila uang itu dijadikan
benda wakaf apakah pengurangan atau bahkan mungkin penambahan nilai mata uang
karena faktor inflasi atau deflasi bermakna juga pengurangan terhadap benda
wakaf walau secara nominal masih tetap. Apakah bila pada tahun 1990 wakaf uang sebesar 25 juta pada tahun 2010 masih tetap
utuh 25 juta padahal nilai yang dikandung nominal tersebut telah jauh
berkurang?
4.Model lain alternative wakaf uang
Dari argument – argument keharusan memberikan catatan
lebih lanjut atas kebolehan wakaf uang ini, demi dapat tetap meraih
fleksibilitas pemanfaatan instrument uang dalam berderma maka diajukan model
alternative berikut ini:
a.Beralih dari uang fiat ke Uang komuditas
Wakaf uang biar bisa terbebas dari jebakan sistim ribawi
sehingga tidak menodai keikhlasan berderma hendaklah beralih dari wakaf uang
kertas fiat (rupiah dll) kembali kedalam uang komoditas emas dan perak atau
dinar dan dirham.
Upaya kelahiran kembali mata uang Emas dan perak
dirintis kembali pada masa kini. Uang koin emas dan perak pertama kali dicetak
di zaman mutakhir ini di Granada Spanyol tahun 1992. Untuk di Indonesia telah
dicetak oleh fuqara Darqawi mulai tahun 2000[26].
Adapun bagaimana mendapatkan dan bagaimana berinvestasi dengan uang dinar mesti
disampaikan pada kajian berikutnya.
Oleh karena itu perlu adanya usulan revisi atas Peraturan
Pemerintah (PP) yang mengharuskan wakaf uang dalam mata uang rupiah (PP No. 42
Tahun 2006). Kecuali bila dalam perkembangannya sistim moneter kita betul-betul
telah terbebas dari unsur riba dimana uang fiat kertas bukanlah mata uang
dikeluarkan oleh perbankan yang stabilitasnya diatur oleh suku bunga melainkan
mata uang kertas yag dikeluarkan oleh Negara (Islam) dengan dasar cadangan
devisa yang kuat dan stabil sehingga tidak memungkinkan lagi masuknya unsur
spekulatif. Model keuangan ini diusulkan oleh Ahmad Hasan[27] berupa mata uang bersama Negara – Negara
Islam seperti yang terjadi dengan mata uang bersama Uni Eropa.
b.Beralih dari wakaf uang ke Wakaf Investasi
Dalam konteks instrument mata uang dinar dan dirham
belum establish sekarang ini, dan keberadan uang fiat masih berjalan dalam
sistim ribawi, hendaknya uang dalam wakaf uang/tunai hanya sebagai instrument
alat pembayaran semata bukan obyek wakaf secara langsung. Gambaran tehnisnya
sebagai berikut:
i)Wakaf Uang digunakan sebagai
instrument pembentuk wakaf bersama atas barang tertentu. Missal wakaf uang
untuk dibelikan tanah bersama-sama oleh beberapa wakif, untuk dibelikan
fasilitas umum seperti mobil jenazah dan lainnya yang umum dilaksakan oleh
badan-badan pengelola wakaf tunai/uang saat ini. Dengan pola seperti ini 'ain
wakafnya adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dijadikan sebagai
wakaf bersama / kolektif.
ii) Wakaf Uang digunakan langsung sebagai instrumen penyertaan modal
(mudharabah) sehingga barang wakafnya bukan berupa uang tapi saham atau
persentasi kepemilikan modal usaha.
D.Penutup
Dari
pemaparan di atas disimpulkan bahwa:
a) Uang dalam kesejarahannya telah
mengalami proses perubahan jenis dan sistim dari uang komoditas ke uang fiat. Uang
Kertas Fiat yang berkembang saat ini dikembangkan diatas basis sistim ribawi
dimana instrument bunga digunakan sebagai instrument utama dalam menjaga
stabilitasnya. Mengacu pada fatwa MUI yang menegaskan bunga bank itu haram maka
segenap instrument bunga dan produk turunannya mesti haram termasuk uang kertas
fiat. Fatwa MUI dan UU wakaf yang melegalisasikan keberadaan wakaf Uang di
Indonesia sekarang secara otomatis bertentangan dengan keberadaan sistim uang
fiat di di Indonesia yang berbasis sistim bunga. Dan Bunga Bank atas dasar
fatwa MUI adalah Riba.
b) Untuk tetap mendayagunakan
fleksibilitas uang fiat yang tidak bisa ditolak keberdaannya sekarang ini, maka
pola wakaf tunai masih dibutuhkan namun dalam implementasinya uang hanya berupa
alat tukar atas benda wakaf yang disepakati misal wakaf tunai untuk pembelian
benda bergerak atau untuk saham dengan pola mudharabah.
Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi
koreksi sekaligus bahan renungan untuk menuju sistim muamalah yang betul-betul
halal dan terjauh dari Riba.
Daftar Pustaka
Ahmed,
Ziauddin dkk, 1983, Money and Banking in Islam, Islamabad: Institute of
Policy Studies.
An-Nabhani, 2000, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif:
Suatu Pendekatan Teoritis, Surabaya: Risalah Gusti
Chapra, Muhammad Umer,
1996, “Monetary Management in an Islamic Economy” dalam Islamic
Economic Studies Vol 4, No. 1 December 1996 hal 1 - 34
Departemen
P & K, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Diulio, Eugene A, 1993, Teori dan soal-soal Uang dan Bank,
Jakarta: Erlangga.
Djuaeni, M.
Napis, 2006, Kamus Kontemporer Istilah politik dan Ekonomi Arab-Indonesia, Jakarta:
Teraju.
Djunaidi
dkk, 2007, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Jakarta:
Depag RI
El-Diwany, Tarek, Membongkar Konspirasi Bunga Bank, Jakarta:
PPM
Hasan,
Ahmad, 2005, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Isami, Jakarta:
Rajawali Press.
Hendra, 2008, Wakaf Uang dalam
penanggulangan kemiskinan di Indonesia (studi Kasus Tabung Wakaf Indonesia dan Wakaf
Uang Muamalat Baitul Mal Muamalat,
Desertasi tidak diterbitkan, Jakarta: SPS UIN Jakarta
Iqbal,
Muhaimin, 2009, Dinar The Real Money: Dinar Emas , Uang dan Investasiku, Jakarta:
Gema Insani Press.
Karim,
Adiwarman, 2002, Ekonomi Islam suatu kajian ekonomi makro, Jakarta:
Jakarta: IIIT Indonesia.
Majlis
Ulama Indonesia, 2003, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta:
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji depag RI.
Masyhuri, 2005, Teori Ekonomi Islam, Yogyakarta:
Kreasi Wacana
Mubarok, Jaih, 2008, Wakaf produktif, Bandung:
Simbiosa Rekatama
Munawir,
AW,1984, Kamus al Munawwir: Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif.
Prasetyantoko,
A 2008, Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang publik, Jakarta:
kompas
Rothbard,
Murray N, 2007, Apa yang dilakukan Pemerintah Terhadap Uang Kita?: Sebuah
pengantar komprehensif ekonomi uang dari Nazhab Austria, Jakarta: Granit.
Saidi,
Zaim, 2007, Ilusi Demokrasi: Kritik dan Oto Kritik Islam, Jakarta:
Republika.
________, 2010, Tidak Syar’inya Bank
Syari’ah di Indonesia dan jalan keluarnya menuju muamalat, Yogyakarta:
Delokomotif.
Sinungan, Muchdarsyah, 1995, Uang dan Bank, Jakarta:
Rineka Cipta.
Undang
Undang Republik Indonesia, 2007, Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, Bandung: Fokus Media.
Wadjdy,
Farid dan Mursydi, 2007, Wakaf dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islamyang
hamper dilupakan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[1]
Mahasiswa program Doktor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang dan Dosen STAI
Darullughah Wadda’wah Bangil Pasuruan Jawa Timur
[2] Djuaeni, M. Napis, Kamus Kontemporer Istilah
politik dan Ekonomi Arab-Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2006) hlm 797.
[3] Munawir, AW, Kamus al Munawwir: Arab-Indonesia, (Surabaya:
Pustaka Progresif,1984) hlm 1452
[4]
Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), hlm 979
[5] An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif:
Suatu Pendekatan Teoritis, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hal 979
[6]
Sinungan, Muchdarsyah, Uang dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995),
hal 4
[7] Diulio,
Eugene A, Teori dan soal-soal Uang dan Bank,( Jakarta: Erlangga, 1993),
hal 2
[8]
Masyhuri, Teori Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hal
115.
[9] Wadjdy,
Farid dan Mursydi, Wakaf dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islam yang
hamper dilupakan,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 69.
[10] Karim,
Adiwarman, Ekonomi Islam suatu kajian ekonomi makro, (Jakarta: Jakarta:
IIIT Indonesia, 2002), hal 19.
[11] Nurman Kholis, 2007: 75 – 76
[12] Zaim Saidi, Tidak Syar’inya Bank
Syari’ah di Indonesia dan jalan keluarnya menuju muamalat, (Yogyakarta: Delokomotif 2010) hlm 127
[13] Ibid.,
hlm. 102-103
[14] Ibid.,
hlm. 105
[15] Muhammad
Umer Chapra, “Monetary Management in an Islamic Economy” dalam Islamic
Economic Studies (Vol 4, No. 1 December 1996 hal 1 - 34 1996) hlm 6
[16] Ibid.,
hlm. 6
[17] Abubakar,
dkk. Filantropi Islam & Keadilan Sosial: studi tentang potensi, tradisi,
dan pemanfaatan filantropi Islam di Indonesia, (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2006) hlm. 78
[18] Ibid.,
hlm.78
[19] Farid
Wajdy dan Mursydi, 2007, Wakaf dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islam yang
hamper dilupakan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar ,2007) hlm. 84
[20] Djunaidi
dkk, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta: Depag RI 2007) hlm. 12
[21] Jaih
Mubarak , Wakaf Produktif,
(Bandung: Simbiosa Rekatama , 2008) hlm. 27
[22] Hendra Kholid Wakaf Uang dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia (studi Kasus
Tabung Wakaf Indonesia dan Wakaf Uang Muamalat Baitul Mal Muamalat, Desertasi tidak diterbitkan, ( Jakarta: SPS UIN Jakarta, 2007) hlm. 28 – 29
[23] Majlis
Ulama Indonesia, 2003, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta:
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji depag RI , 2003) hlm. 86
Pasal
29 berbunyi: “(1) Wakaf
benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan
oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.(2)
Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diterbitkan
dalam bentuk sertifikat wakaf uang.(3)
Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan
dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada
Wakif dan Nazhir .
[25] Prasetyantoko,
A, Bencana Finansial:
Stabilitas Sebagai Barang publik, (Jakarta: kompas, 2008) hlm. 26-27
[26] Zaim Saidi,
Tidak Syar’inya Bank Syari’ah ,
hlm. 28-29
[27] Ahmad
Hasan, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Isami, (Jakarta:
Rajawali Press, 2005) hlm. 328
Tidak ada komentar:
Posting Komentar