STRATEGI NAZHIR DALAM PENGELOLAAN WAKAF
(Studi Kasus Badan Wakaf Al-Qur’an [BWA] dan
Wakaf Center [WATER])
Oleh: DR. Tiswarni, M. Ag[1]
ABSTRACT
This
study discusses nazhir’s strategies in the management of waqf. As the most
responsible party for the success or failure of management of waqf, then nazhir
required to have an effective strategy that can make the management of waqf be
maximized and provide great benefits for the society. This study tried to
explore the strategies used by BWA and WATER in the management of waqf as well
as to know and understand the implementation of the expansion strategy,
stability, retrechment, and combination strategy of BWA and WATER, then the
comparisons between that two institutions.
This
research can be categorized in the field of Islamic legal research conducted by
strategic management approach. Data were collected in three ways: interviews,
observation, and documentation. Management strategies of waqf on BWA and WATER
analyzed using descriptive analysis.
The
findings of this study are as follows. 1). Both of BWA and WATER institutions equally making simple
environmental analysis to select an effective management strategy of waqf.
BWA practices expansion strategy by creating Quranic
mushaf endowments program; stability strategy
with focus on improving services for the waqf giver (al-wakif) and the
recipient of waqf (al-mauquf ‘alaih) , enhancing the quality, system and internal improvements; combination
strategy with a fixed strategy to manage Quranic mushaf
endowments as the main program, as well as creates new programs. While WATER foundation
practices expansion strategy by establishing new
enterprises and institutions, making the benefit program, creating innovative
new programs, creating the investment program and the distribution of waqf
investment revenue program; stability strategy by improving internal repairing
and systems; retrechment strategy by stopping mosque operational fund program
and waqf’s books spreading program; combination strategy by implementing the old program while issuing new programs and stop practising the old
program with a focus on new programs. 2) Both
institutions have successfully implemented those strategies of waqf management
with difference in emphasizing, uniqueness, and results. The implementation
of those strategies is proven to deliver BWA on achieving it goals, while WATER
must work extra hard to look for new strategies to achieve the institution
goals.
Key word: Nazhir, management
strategy, waqf
A. Pendahuluan
Dalam
rangka menjembatani sampainya tujuan wakaf dari wāqif (pihak yang
berwakaf) kepada mauqūf ‘alaih (pihak penerima wakaf), maka dibutuhkan
kehadiran pengelola wakaf, yang dalam hal ini dikenal dengan sebutan nazhir.
Nazhir adalah komponen penting yang menentukan berkembang atau mengkerdilnya
eksistensi wakaf. Karena peran penting tersebut, nazhir seringkali menjadi
tertuduh atas kemandegan wakaf.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka keberadaan nazhir yang professional dan memiliki
kemampuan manajerial yang handal akan sangat diperlukan. Hal ini demi
tercapainya tujuan wakaf, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Penelitian ini berupaya menggali strategi nazhir dalam mengelola wakaf,
khususnya pada dua lembaga wakaf nasional yakni Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) dan
Wakaf Center (WATER). Pemilihan kedua lembaga, BWA dan WATER dilakukan karena
didasari beberapa alasan. Pertama, kedua lembaga ini telah melaksanakan
pengelolaan wakaf. BWA dapat dianggap miniatur lembaga wakaf non- uang,
sedangkan WATER merupakan lembaga wakaf uang.
Kedua, BWA dan WATER merupakan nazhir yang memiliki program wakaf yang
dapat dikatakan inovatif. BWA merupakan nazhir lembaga yang memiliki program
wakaf inovatif seperti wakaf kapal dakwah, dan lainnya. Sedangkan WATER
memiliki program wakaf untuk kemaslahatan, dan fokus pada program investasi
wakaf dengan membidani lahirnya perusahaan DMC.
Ketiga, terdapat perbedaan “prestasi” dari keduanya. BWA walaupun tidak
didukung nazhir yang memiliki standar keilmuan S1, tapi telah berhasil
“mencuri” hati masyarakat sehingga mau memberikan sebagian hartanya untuk
diwakafkan. Terbukti sampai bulan Desember 2012, tercatat sudah lebih kurang 50
ribu wakif bergabung di BWA, dengan total dana wakaf yang terkumpul sekitar 19
M (http//: www.wakafquran.org. Diakses pada tanggal 2 Januari 2013). Adapun
WATER, walaupun dikelola oleh nazhir-nazhir yang bekerja full time, dan
kualifikasi S1, akan tetapi belum dapat berbuat banyak berkiprah di masyarakat,
karena hasil investasi wakaf yang masih sedikit. Sampai bulan Oktober 2012,
WATER baru berhasil menghimpun lebih kurang 1 M wakaf uang dengan wakif
berjumlah 2137 orang.
Pencapaian kedua lembaga sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan
terlepas dari strategi yang digunakan keduanya dalam mengelola wakaf. Hal ini
disebabkan strategi merupakan satu kesatuan rencana yang komprehensif dan
terpadu dalam mencapai tujuan organisasi. Jika merujuk pada manajemen
strategis, strategi sangat penting karena dapat memberikan arah pada
organisasi, mengantisipasi masalah-masalah yang muncul dalam organisasi,
memonitor apa yang terjadi dalam organisasi, dan mengantarkan organisasi
mencapai tujuan yang diinginkan (Supriyono, 1990: 9-10). Dengan kata lain,
keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi tidak terlepas dari strategi yang
digunakan. Oleh sebab itulah, mengetahui apa strategi yang digunakan BWA dan
WATER sangat penting untuk dikaji.
Dalam manajemen strategis, terdapat beberapa strategi berbeda yang
dikemukakan oleh sejumlah ahli[2].
Perbedaan ini antara lain ditenggarai karena perbedaan sudut pandang mereka
dalam memahami strategi pengelolaan itu sendiri. Dalam penelitian ini, penulis
memilih empat strategi dari Jauch dan Glueck (1998: 216), yakni strategi
stabilitas, strategi ekspansi, strategi penciutan, dan strategi kombinasi, karena
dirasa paling tepat mewakili keadaan di lapangan.
Berdasarkan latar belakang
pemikiran di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah
1). Bagaimana strategi yang digunakan BWA dan WATER dalam pengelolaan wakaf?
2). Sejauh mana BWA dan WATER mengimplementasikan strategi ekspansi,
stabilitas, penciutan, dan kombinasi?
B. Metode
Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang wakaf dapat dimasukkan dalam bidang penelitian hukum
Islam dan pranata sosial. Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif,
di mana menurut Moh. Nasir (2005: 47) studi kasus dan komparatif termasuk pada
metode penelitian ini.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis maksudkan dalam penelitian ini ialah cara pandang
keilmuan yang digunakan untuk memahami data. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan pendekatan manajemen khususnya manajemen strategis. Di mana
manajemen strategis dianggap tepat untuk dijadikan pisau analisis melihat
strategi yang digunakan BWA dan WATER, dalam mengelola wakaf. Apalagi banyak
ahli seperti Supriyono (1990: 11-13), Steiss (2003: 6), dan David (2007:
197-198) berkeyakinan bahwa manajemen strategis dapat diterapkan pada
organisasi atau lembaga non-provit walaupun formulasi dan implementasinya lebih
sederhana.
3. Metode Pengumpulan data dan analisis data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik yaitu: dokumentasi, observasi, dan wawancara. Analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif. Pekerjaan menganalisa data dalam
penelitian adalah mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
C. Wakaf, Nazhir, dan Manajemen Strategis
1. Wakaf
Wakaf secara etimologi berasal dari Bahasa Arab al-waqf bentuk masdar
(nomina) dari kata kerja waqafa-yaqifu yang berarti menahan, mencegah, berhenti,
dan berdiri (Munawwir, 1997: 1683). Kata al-waqf ini sering disamakan
dengan at-tahbīs atau at-tasbīl yakni mencegah (az-Zuhailī, t.th:
7599).
Adapun pengertian wakaf
secara terminologi menurut al-Kubaisī (1977: I/88), definisi yang lebih singkat
namun padat (jāmi’ māni’) adalah definisi Ibnu Qudāmah, yang mengadopsi
langsung dari potongan hadis Rasulullah,
yang berbunyi ” tahan asal dan sedekahkan (salurkan) hasil” (habbis
al-aşla wa sabbil as-samrah)[3].
Selanjutnya, dalam konteks
keindonesiaan, definisi wakaf tercantum dalam pasal 1 UU No. 41 tahun 2004,
yakni perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Untuk terlaksananya wakaf, rukun wakaf harus
terpenuhi, dimana menurut banyak ulama ada empat, yakni wākif (subyek
wakaf), mauqūf (obyek wakaf), mauqūf alaih (penerima hasil wakaf),
dan sigat (akad) (an-Nawawī, t.th: II/252-256). Adapun UU No. 41 pasal
6, menyebutkan unsur-unsur wakaf, yakni: wakif, nazhir, harta benda wakaf,
ikrar wakaf, peruntukan benda wakaf, dan jangka waktu wakaf.
2. Nazhir
Secara bahasa nazhir berasal dari kata nazara yang berarti başar
(melihat), dan tadabbara
(merenung) (Munawwir, 1997: 1532). Selain itu, kata an-nazr juga berarti
al-hāfiz (penjaga) (asy-Syu’aib, 2006: 57, Ibn Manzūr, tt: 5/218 dan
Munawwir, 1997: 1533), al-musyrīf (manajer), al-qayyīm
(direktur), al-mutawallī (administrator), atau al-mudīr (direktur)
(asy-Syu’aib, 2006: 58).
Adapun definisi nazhir secara istilah dikemukakan oleh Mahmūd Farāj
as-Sanhuri sebagaimana dikutip oleh asy-Syu’aib (2006: 58), adalah pihak yang
diberi kewenangan oleh wakif untuk mengurus, menjaga, memperbaiki,
mengembangkan, mengelola, dan membagikan wakaf dan manfaatnya kepada para
mustahik, di mana ia (nazhir) memiliki beberapa hak dan kewajiban yang sesuai
dengan syari’at Islam.
Kualifikasi profesionalisme nazhir yang secara umum disyaratkan oleh
fikih adalah beragama Islam, baligh (sudah dewasa), aqil (berakal
sehat), memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf (profesional), dan memiliki sifat
adil (al-Baqī, 2006: 72, an-Nawawī, t.th: 313). Dalam UU No. 41 Tahun 2004,
disebutkan nazhir berupa perseorangan, organisasi, dan badan hukum[4].
Menurut Wahiduddin Adams (2011: 40), Ketua Divisi Kelembagaan BWI, persyaratan
nazhir secara fikih ini merupakan dasar bagi pemikiran UU wakaf kontemporer di
beberapa negara muslim, tidak terkecuali Indonesia. Nazhir diposisikan pada
tempat yang sangat penting bagi pengembangan wakaf. Inovasi pengembangan aset
wakaf tergantung kreatifitas nazhir.
3. Manajemen Strategis[5]
Griffin (2004: 226)
mendefinisikan strategi dengan rencana komprehensif untuk mencapai tujuan
organisas i. Definisi senada dikemukakan Newman dan Logan (1971: 70) di mana
strategi adalah perencanaan yang melihat ke depan yang dipadukan dalam konsep
dasar atau misi perusahaan. Definisi yang mendukung pendapat Griffin, Newman
dan Logan disampaikan oleh Glueck (1980:4) yang menyebutkan strategi adalah
satu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang menghubungkan kekuatan
strategi perusahaan dengan lingkungan yang dihadapinya, kesemuanya menjamin
agar tujuan perusahaan tercapai[6].
Jauch dan Glueck (1998: 216), menyamakan strategi baik pada tingkat
perusahaan maupun tingkat bisnis. Berikut ini diuraikan secara rinci :
a). Strategi ekspansi[7]; alasan
penerapan strategi ini bermacam-macam, di antaranya perusahaan berada dalam
industri yang labil, motivasi manajemen, keyakinan bahwa perubahan lingkungan
yang cepat menghendaki ekspansi, dan keyakinan bahwa ekspansi mengakibatkan
perbaikan prestasi (Jauch dan Glueck, 1998: 219-220). Organisasi yang
mengimplementasikan strategi ini adalah organisasi yang inovatif, dan berani mengambil sejumlah resiko.
b). Strategi penciutan[8];
dipakai untuk menghadapi krisis. Strategi ini dilakukan perusahaan bila merasa
perlu mengurangi kegiatan dalam perusahaan. Strategi penciutan merupakan
strategi terbaik bagi perusahaan yang telah mencoba segala-galanya, namun tidak
berhasil tapi terus berusaha memperbaiki keadaan (Jauch dan Glueck, 1998: 221).
c). Strategi stabilitas[9].
Menurut Jauch dan Glueck (1998: 216), strategi stabilitas difokuskan pada
perbaikan fungsi pelayanan, seperti meningkatkan mutu dan meningkatkan
efisiensi produk.
d). Strategi kombinasi; di mana mereka berkembang
sedikit demi sedikit dengan menambahkan produk dan jasa baru, menambah daerah
pasar geografis, dan lainnya (Jauch dan Glueck, 1998: 224).
Setelah menetapkan sejumlah strategi, maka pekerjaan selanjutnya adalah
implementasi dari strategi tersebut. Menurut Jauch dan Glueck (1998: 331)
setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni alokasi sumber daya,
organisasi, dan kepimpinan. Umpamanya alokasi sumber daya yang harus
disesuaikan dengan strategi yang digunakan suatu lembaga. Jika strategi yang
dipilih adalah ekspansi dalam bidang usaha tertentu, maka diperlukan arus
sumber daya yang lebih besar lagi pada lapangan yang ditargetkan untuk
ekspansi, guna memberi kekuatan pada strategi tersebut.
D. Strategi pengelolaan wakaf BWA dan WATER
Dalam mengelola wakaf, BWA dan WATER memiliki sejumlah strategi
sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel
Strategi
Pengelolaan Wakaf pada BWA dan WATER
Pengelompokan Strategi
|
Strategi
Pengelolaan Wakaf Pada BWA dan WATER
|
|
BWA
|
WATER
|
|
Ekspansi
|
a.
Membuat program wakaf al-Qur’an.
b.
Membuat program inovatif sebagai
penunjang wakaf al-Qur’an.
|
a.
Membuat program wakaf untuk
kemaslahatan.
b.
Inovatif membuat program wakaf
yang baru
c.
Menambah jenis investasi baru.
d.
Membuat lembaga dan perusahaan
baru.
e.
Membuat program pendistribusian
hasil investasi wakaf.
|
Stabilitas
|
a.
Melakukan perbaikan sistem
penghimpunan dan pendistribusian wakaf.
b.
Meningkatkan dan memperbaiki
mutu pelayanan pada para wakif.
c.
Menekankan pada perbaikan
internal.
d. Memperbaiki pelayanan pada mauqūf ‘alaih.
|
a.
Melakukan perbaikan sistem.
b.
Menekankan perbaikan internal.
|
Penciutan
|
-
|
Menghentikan
Program Dana Abadi Operasional Masjid dan Program Tebar Buku Wakaf.
|
Kombinasi
|
Mengembangkan program lama sambil
mencari program baru.
|
a.
Menghentikan program lama sambil
membuat program wakaf baru.
b.
Mempertahankan program lama dan
inovatif membuat program wakaf yang baru.
|
Dari tabel di atas diketahui bahwa BWA lebih banyak menerapkan strategi
stabilitas. Hal ini dapat dimaklumi karena BWA sudah berada pada level yang
stabil. Di mana, BWA memiliki banyak wakif yang loyal, partner lapangan, dan
simpatisan yang siap mendukung kesuksesan setiap program lembaga. Di sisi lain,
WATER memberikan porsi yang besar (50%) pada strategi ekspansi, kemungkinan
disebabkan WATER berada pada kondisi yang masih labil, motivasi manajemen yang
tinggi, keyakinan bahwa perubahan lingkungan yang cepat menghendaki ekspansi
dan keyakinan bahwa ekspansi mengakibatkan perbaikan prestasi. Faktor-faktor
tersebut jika terdapat pada suatu lembaga, maka menurut Jauch dan Glueck (1998:
220) sangat mungkin untuk dijadikan alasan untuk lebih banyak menerapkan
strategi ekspansi.
E. Implementasi Strategi Ekspansi, Stabilitas, Penciutan, dan Kombinasi
Pada BWA dan WATER
1. Implementasi strategi ekspansi pada BWA dan WATER
Di dalam membuat program-program wakaf, baik BWA maupun WATER sama-sama
bertumpu pada visi dan misi lembaga masing-masing[10].
Untuk itu, kedua lembaga ini berusaha membuat program-program wakaf yang
bertumpu pada kemaslahatan umat.
Program-program wakaf yang inovatif dan berorientasi pada kemaslahatan
umat merupakan kekuatan dari kedua lembaga ini. Kekuatan tersebut disambut
dengan tingginya antusias masyarakat berwakaf untuk hal-hal yang berbau sosial.
Oleh sebab itu, jika meminjam pendapat Sule dan Saefullah (2006: 136) strategi
agresif atau ekspansi cocok untuk diterapkan lembaga. Dan strategi inilah yang
dilakukan oleh BWA dan WATER. Strategi ini walaupun cenderung mengambil resiko
(bisa saja berhasil atau malah gagal), akan tetapi jika dilaksanakan dengan
cermat, akan menjadi kekuatan yang dapat menambah kekuatan yang telah ada.
Lebih lanjut, strategi ekspansi yang diimplementasikan BWA dan WATER
dapat berjalan baik berkat jaringan dan kerjasama wakaf. Hal tersebut perlu
dilakukan BWA karena program-program wakafnya sangat bervariatif dan butuh
keahlian dalam melaksanakannya, maka perlu ahli yang mengerti dan memahami
teknologi yang berkenaan dengan hal itu. Seperti wakaf aliran listrik, BWA
bekerjasama dengan IBEKA yang memang ahli dalam membuat alat pembangkit listrik
yang berskala kecil seperti pikohidro dan mikrohidro. Selain itu pembukaan
Gerai Wakaf di beberapa tempat di Jakarta yang terealisasi berkat kerjasama
yang dibangun BWA dengan para pengurus masjid dan manajer mall agar
diperkenankan membuka gerai wakaf selama Bulan Ramadhan 1433 H. Hasilnya, BWA
sukses merekrut ribuan wakif hanya dalam waktu satu bulan
(http//:wakafquran.org/blog/categori/ partnership/. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2012).
BWA memiliki dua strategi yang dapat digolongkan pada strategi ekspansi.
Salah satunya strategi membuat program wakaf yang inovatif sebagai penunjang
wakaf al-Qur’an yang diterapkan BWA ketika mendapatkan permasalahan di
lapangan. BWA yang pada awalnya hanya bergerak pada program wakaf al-Qur’an
mulai bergeser setelah menyaksikan kondisi masyarakat yang menetap di pedalaman
dan lokasi terpencil. Karena itu, lembaga ini mulai berkreasi dengan membuat
beberapa program yang unik dan belum dipikirkan apalagi dibuat lembaga wakaf
lainnya, seperti program wakaf sarana air bersih, program wakaf listrik,
program wakaf kapal dakwah, dan lain sebagainya (Newsletter BWA, Agustus 2010).
Program-program ini adalah inovasi yang dilakukan BWA sesuai dengan misinya
menjadi lembaga wakaf yang memberikan manfaat seluasnya bagi umat. Hal ini
menjadikan BWA berbeda dengan lembaga-lembaga wakaf yang lain.
Setali tiga uang dengan BWA, WATER juga menerapkan strategi ekspansi, di
mana sebesar 50 % dari total strategi pengelolaan wakaf WATER merupakan strategi
ekspansi. WATER berkonsentrasi dalam memberikan pemahaman baru pada masyarakat
terkait wakaf uang. Karena memang sebagaimana dikemukakan Sumuran Harahap
(2007), pengetahuan masyarakat tentang wakaf dan pendayagunaannya harus selalu
ditingkatkan dalam rangka memaksimalkan pengelolaan wakaf di Indonesia. Program
wakaf maslahat umat terbukti paling banyak diminati para wakif (lebih dari 90
%).
Walaupun BW telah berusaha mengimplementasikan strategi ekspansi, tetap
saja ada kekurangan dalam pengimplementasiannya, diantaranya dapat dilihat dari
desain pengurusnya. Di mana, para pengurus sering berhenti di tengah jalan,
sehingga pelaksanaan program menjadi terhambat. Belum lagi informasi-informasi
yang hilang karena hanya diketahui oleh pengurus yang telah mengundurkan diri
tersebut. Selain itu, kebijakan tidak memberikan gaji pada para pengurus,
membuat mereka tidak dapat full mengelola BWA, disebabkan mereka harus
mencari pekerjaan lain untuk mencukupi
kebutuhan keluarga.
Adapun kekurangan WATER dilihat dari sedikitnya pengurus yang
mengimplementasikan strategi ini. Umpamanya, WATER memiliki tugas menghimpun
dan mendistribusikan dana hasil investasi wakaf. Tugas ini tidak dapat
dikatakan ringan, karena banyak hal yang harus dilaksanakan. Sebab itulah,
solusi terbaik adalah menambah jumlah pengurus, atau paling tidak intensif
menarik para relawan sehingga pekerjaan yang berat terasa ringan.
Namun, terlepas dari bererapa kekurangan sebagaimana dikemukakan di atas,
BWA telah berhasil memanfaatkan kecenderungan masyarakat yang lebih tertarik
mewakafkan sebagian hartanya pada sektor-sektor yang sudah jelas dan pasti. Hal
ini membuat program-program wakaf BWA semakin diminati masyarakat, terbukti
dengan tingginya antusias masyarakat untuk berwakaf ke BWA. Seperti program
wakaf al-Qur’an yang banyak menginspirasi lembaga-lembaga lainnya untuk juga
menghimpun wakaf al-Qur’an dari masyarakat, diantaranya Lembaga Manajemen Infaq
(LMI) Surabaya, dan Baitul Maal Hidayatullah (BMH).
Sejalan dengan yang disampaikan Sule dan Saefullah (2006: 137),
pengimplementasian strategi selalu tidak dapat dilepaskan dari hal-hal yang
bersifat administrasi, seperti struktur dan desain organisasi. Pada BWA,
pengimplementasian suatu strategi tidak hanya diberikan kepada para pengurus
yang jumlahnya terbatas. Karena, para pengurus dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh para relawan yang berjumlah puluhan orang. Begitu juga untuk
eksekusi program di lapangan, pengurus selain dibantu partner lapangan,
mendapatkan banyak bantuan dari masyarakat. Ini juga yang membuat
program-program BWA selalu sukses pada tataran aplikatif.
Strategi ekspansi dilakukan WATER baik di tingkat lembaga maupun tingkat
program. Pada tingkat lembaga dengan dilahirkannya perusahaan dan lembaga baru.
Perusahan baru yang dibuka WATER adalah DMC, yang kerja utamanya adalah
menginvestasikan dana wakaf uang yang diterima WATER, sehingga menghasilkan
keuntungan yang berlipat ganda. Investasi yang dipilih DMC adalah investasi
pada lembaga keuangan syari’ah dan pada sektor riil. Selain membuat DMC, WATER
juga membidani lahirnya MYF, di mana MYF bergerak pada penyaluran hasil
investasi wakaf uang yang diarahkan khusus pada penyantunan anak-anak yatim.
Menurut Jauch dan Glueck (1998: 220), strategi ekspansi diterapkan
organisasi atau lembaga karena beberapa alasan, seperti motivasi manajemen,
keyakinan bahwa perubahan lingkungan yang cepat menghendaki ekspansi, dan
keyakinan bahwa ekspansi mengakibatkan perbaikan prestasi. Agaknya, tujuan yang
terakhir inilah yang menjadi alasan BWA dan WATER menerapkan strategi ekspansi.
Menambah jenis investasi baru merupakan point plus bagi WATER. Di mana
keseriusan WATER dalam menjalankan investasi wakaf uang, yang terlihat dengan
didirikannya perusahaan provit yang khusus menangani investasi wakaf uang
sangat layak untuk ditiru lembaga wakaf uang lainnya. Dari semua jenis
investasi yang telah dijalankan WATER, dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak
mengalami kerugian.
2. Implementasi strategi stabilitas pada BWA dan WATER
Selain strategi ekspansi, BWA dan WATER juga menerapkan strategi
stabilitas. Keduanya menyakini bahwa perbaikan sistem dan pelayanan akan
berdampak pada bertambahnya wakif yang mempercayakan wakafnya pada lembaga ini.
Kedua lembaga inipun menerapkan strategi ini pada tataran produk atau program.
BWA dan WATER sama-sama menerapkan strategi perbaikan baik dari segi
penghimpunan wakaf maupun dari segi lembaga. Kedua lembaga ini menggunakan
teknologi yang memberikan kemudahan pada para wakif dalam berwakaf. Selain itu,
keduanya juga tidak sembarangan merekrut pengurus, di mana pengalaman dan
kemampuan sangat ditekankan. Begitu juga dalam upaya meningkatkan kemampuan
pengurus, kedua lembaga inipun memberikan berbagai pelatihan dan pembinaan baik
formal maupun non-formal.
Perbedaan BWA dari WATER dalam hal pemilihan strategi stabilitas dan
pengimplementasiannya dapat dilihat pada strategi memperbaiki pelayanan pada
para wakif dan mauquf ‘alaih. BWA memperbaiki mutu kehidupan masyarakat
pedalaman, terasing, dan terkebelakang suku terasing, masyarakat muslim
terpencil yang hidup di daerah minoritas muslim, atau di daerah-daerah rawan
akidah dalam segala segi kehidupan. Hal tersebut dikarenakan, bagi BWA
masyarakat di dua tempat tersebut kurang mendapatkan perhatian, dan bantuan
dari pemerintah. Mereka yang juga merupakan rakyat Indonesia selalu merasa
dinomor duakan dan minim fasilitas.
BWA menerapkan strategi stabilitas ini dengan hanya fokus pada
peningkatan mutu pelayanan pada wakif dan mauqūf ‘alaih, serta fokus
pada perbaikan sistem penghimpunan dana wakaf dengan membuka gerai wakaf,
berwakaf secara online, dan penerapan virtual account untuk
mempermudah para wakif menyalurkan wakafnya (Newsletter BWA, Oktober-November
2012).
Adapun WATER juga menerapkan strategi stabilitas, yang ditandai dengan
pemilihan strategi perbaikan internal, dan melakukan perbaikan sistem.
Perbedaannya dengan BWA terletak pada strategi melakukan perbaikan sistem
khususnya investasi wakaf dan pendistribusian hasil investasi wakaf. WATER
lewat DMC meningkatkan kehati-hatian dalam berinvestasi, salah satunya dengan
menarik dana wakaf yang didepositokan pada BPRS dan mengalihkannya pada
bank-bank syari’ah yang lebih mapan dan memiliki LPS. Begitu juga dengan
investasi pada sektor riil, DMC juga berusaha meningkatkan provit, salah
satunya dengan membeli satu unit mobil pick up agar distribusi barang yang
dijual lebih mudah, cepat, dan murah. Strategi stabilitas menurut Kuncoro
(2006: 127), memberikan organisasi waktu “istirahat” dan mempersiapkan diri
kembali untuk menghadapi persaingan ke depan.
Kekurangan BWA dalam penerapan strategi stabilitas terlihat pada belum
seriusnya BWA melaksanakan perbaikan internal khususnya perbaikan kinerja para
pengurus. Di satu sisi BWA menginginkan para pengurus dapat bekerja profesional
dan full time, akan tetapi di sisi lain BWA tidak mengimbanginya dengan
pemberian kompensasi seperti gaji ataupun tunjangan sebagai penghargaan bagi
pengurus karena telah mengelola wakaf dengan maksimal. Alhasil banyak pengurus
yang mengundurkan diri di tengah jalan karena desakan ekonomi. Dengan kata lain
mereka juga harus fokus pada pekerjaan yang lain untuk mencukupi kebutuhan
keluarga.
Selain itu, menurut penulis kekurangan BWA adalah lembaga ini terlalu
lama menerapkan strategi ini, di mana sampai akhir tahun 2012 belum ada program
wakaf baru yang dikeluarkan BWA. Padahal jika merujuk pada pendapat Kuncoro
(2006: 127), strategi stabilitas adalah strategi jangka pendek. Lingkungan akan
selalu berubah walaupun organisasi menerapkan strategi stabilitas.
Kekurangan WATER dalam menerapkan
strategi stabilitas terlihat pada belum maksimalnya pelayanan pada para wakif.
Di mana setelah wakif menyalurkan wakafnya pada WATER, maka WATER mengirimkan
ucapan terima kasih pada web wakif. Tapi setelah itu tidak ada lagi kontak atau
jalinan silaturahmi wakif dengan WATER. Padahal, seharusnya silaturahmi tetap
terjalin, sehingga wakif mendapatkan kesan yang mendalam, sehingga akan
terpanggil lagi untuk terus berwakaf pada WATER.
Terlepas dari beberapa kekurangan sebagaimana dikemukakan di atas, BWA
memiliki kelebihan dalam hal pelayanan pada para wakif. Dimana para wakifnya
diibaratkan sebagai raja yang selalu diberikan informasi dan kemudahan baik
ketika menyalurkan wakaf maupun setelahnya. BWA tidak berhenti ketika wakif
telah menyalurkan wakafnya, akan tetapi terus ”dirangkul” dan diingatkan untuk
kembali berwakaf dengan terus mengirimi wakif surat, newsletter, sms, email,
dan telephon. Berbagai upaya tersebut memotivasi wakif untuk terus ingin
berwakaf.
Pelayanan yang dilakukan
BWA kepada para wakifnya, sejalan dengan yang dikemukakan Darey & Jacks (2001)
dalam Setianto (2004), di mana suatu lembaga harus membangun relasi yang baik
dengan para pelanggan (wakif). Layanan terhadap pelanggan harus sempurna, diantaranya
bersikap sopan, hormat, ramah, antusias, menyenangkan, dan lainnya. Nazhir harus
mempertimbangkan pengukuran kepuasan konsumen sebagai suara dari konsumen untuk
perbaikan kualitas. Sehingga jika organisasi tidak melakukan perubahan sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan konsumen maka akan terjadi penurunan kepuasan
konsumen. Masalah di atas menyebabkan hilangnya kepercayaan konsumen terhadap
lembaga.
Sedangkan WATER kelebihannya terletak pada perbaikan sistem investasi
dana wakaf. WATER mampu memilih model investasi yang tepat, sehingga memberikan
hasil maksimal. Umpamanya investasi yang disalurkan pada layanan Khitan Center.
Hanya dengan bermodalkan Rp. 50.000.000,-, WATER dalam jangka waktu 2 tahun
telah berhasil mengkhitan lebih kurang 1.852
orang yang bukan hanya terdiri dari anak-anak, tapi juga muallaf yang
sudah dewasa bahkan tua. Total provit yang diterimapun juga besar, sekitar Rp.
674.980.000,-.
Kelebihan WATER juga terlihat pada model penghimpunan wakaf dari wakif.
Di mana, wakif diberi kebebasan untuk memilih apakah berwakaf dengan pembayaran
bulanan atau berwakaf sekaligus. Model ini sangat memudahkan para wakif. Mereka
tidak perlu memaksakan diri untuk berwakaf langsung dalam jumlah yang banyak
akan tetapi dapat dicicil setiap bulannya.
Selain itu, kekuatan WATER terletak pada profesionalitas pengurus. Di
mana, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa para pengurus WATER adalah
orang-orang yang amanah, bekerja full time, dan berpengalaman bekerja
pada lembaga-lembaga sosial keagamaan.
3. Implementasi strategi penciutan pada WATER
Satu-satunya strategi WATER yang masuk pada kategori strategi penciutan
adalah menghentikan program Dana Abadi Operasional Masjid dan Program Tebar
Buku Wakaf. Mekanisme kerja Program Dana Abadi Operasional Masjid adalah dengan
menawarkan program ini pada para pengurus masjid, yang oleh pengurus
disampaikan pada masyarakat untuk mengumpulkan uang minimal 12 juta yang
nantinya akan diinvestasikan oleh WATER. Keuntungan investasi perbulan
dikembalikan lagi pada pengurus masjid untuk digunakan sesuai tujuan program,
seperti untuk pembangunan, rehab masjid, serta biaya operasional masjid. Dalam
hal ini WATER bekerjasama dengan Dewan Masjid.
Akan tetapi, sejak bulan Mei 2012, program dana abadi
operasional masjid dihentikan dulu. Hal tersebut karena kurangnya minat
masyarakat untuk menyalurkan wakafnya pada program ini.Penghentian program ini
bukanlah dimaksudkan selama-lamanya, akan tetapi sampai didapatkan strategi
yang lebih mantap dalam mensukseskan program Dana Abadi Operasional Masjid.
Jika sudah ditemukan strategi yang jitu, maka program ini akan dibuka lagi bagi
masyarakat.
Program kedua yang dihentikan WATER adalah program Tebar Buku Wakaf yang
dimaksudkan untuk mencerdaskan masyarakat dengan bacaan-bacaan islami.
Buku-buku tersebut dibeli dari dana wakaf yang diberikan wakif untuk kemudian
disalurkan secara gratis pada masyarakat kurang mampu. Akan tetapi setelah
berjalan kurang lebih setahun, program ini kurang mendapatkan sambutan dari
masyarakat. Sehingga WATER mau tidak mau terpaksa menghentikan program ini.
Selain itu, WATER juga melakukan efisiensi pengurus, di mana hanya tiga
pengurus yang khusus mengelola WATER. Pengurus yang lain bukan hanya mengelola
WATER, akan tetapi juga menjadi pengurus pada DMC dan MYF. Strategi penciutan
ini menurut Sule dan Saefullah (2006: 142) dilaksanakan untuk memulihkan
kondisi buruk yang menimpa lembaga.
4. Implementasi strategi kombinasi pada BWA dan WATER
Dalam menerapkan strategi kombinasi, kedua lembaga ini yakni BWA dan
WATER sama-sama mempertahankan program lama sambil menjalankan dan
memperkenalkan program baru. BWA mengembangkan program wakaf khusus sambil
terus juga menjalankan program wakaf al-Qur’an. Semua program ini dilaksanakan
berbarengan, yang disampaikan kepada masyarakat. Program mana yang lebih dahulu
tercukupi dana wakafnya, maka program tersebut yang akan dilaksanakan terlebih
dahulu.
Selanjutnya, WATER sambil terus mempertahankan program wakaf maslahat
umat, juga mengembangkan program wakaf pembangunan GMC. Begitu juga dengan
fokus WATER pada penghimpunan wakaf uang yang terus berjalan, akan tetapi pada
waktu yang bersamaan juga menghimpun dana wakaf selain uang yang digunakan
untuk program pembangunan GMC.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa BWA dan WATER secara umum
sudah menjalankan strategi ekspansi, stabilitas, dan kombinasi dengan baik.
Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa BWA lebih unggul dalam
mengimplementasikan satu strategi dan WATER unggul dalam pengimplementasian strategi
yang lain. Umpamanya, BWA berhasil dalam menerapkan strategi ekspansi yang
ditandai dengan tingginya minat masyarakat untuk menyalurkan wakafnya pada
program-program wakaf BWA. Begitu juga dengan penerapan strategi stabilitas,
dimana BWA memberikan pelayanan yang maksimal kepada para wakif dan mauqūf
‘alaih. Silaturahmi dengan wakif terus terjalin dengan baik. BWA sangat
intens memberikan informasi-informasi kepada wakif baik berupa program maupun
realisasi program. Selain itu, wakif “merasa” menjadi bagian dari BWA, di mana
selalu mendapatkan telephon, sms, surat, dan newsletter dari BWA.
Sedangkan WATER unggul dalam menerapkan strategi ekspansi khususnya dalam
mendirikan DMC dan membuat program investasi wakaf uang. Strategi WATER yang
membidani lahirnya DMC telah mampu membawa lembaga ini pada pencapaian provit
yang tinggi. Hal ini tentu saja berimplikasi pada semakin banyak hasil
investasi yang disalurkan WATER pada program-program distribusi yang telah
ditetapkan. Selain itu WATER mampu memilih dan menjalankan model-model
investasi yang efektif, sehingga tidak pernah mengalami kerugian, bahkan telah
memberikan provit yang besar bagi kelangsungan program-program lembaga.
F. Tawaran Strategi Pengelolaan Wakaf Dalam Bingkai Manajemen Strategis
Berdasarkan hasil penelitian tentang strategi pengelolaan pada BWA dan
WATER sebagaimana yang sudah dijabarkan, terdapat satu kesimpulan penting bahwa
lembaga wakaf sebagai pihak yang dipercaya mengelola wakaf umat harus memiliki
strategi dalam mengelola wakaf, walaupun pengaplikasian pada tiap lembaga wakaf
tidak selalu dalam bentuk yang sempurna. Pengaplikasian dapat berbeda-beda,
tergantung pada keadaan lembaga yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa BWA dan WATER menerapkan
jenis strategi dari Jauch dan Glueck, dengan kuantitas yang berbeda pada
masing-masing strategi. BWA hanya menerapkan tiga dari empat jenis strategi
yang dikemukakan Jauch dan Glueck, yakni strategi ekspansi, stabilitas, dan
kombinasi. BWA tidak menerapkan strategi penciutan, disebabkan kondisi lembaga
sedang berada pada level stabil yang ditandai dengan terus meningkatnya dana
wakaf yang diterima lembaga ini serta tingginya animo dan partisipasi
masyarakat dalam mensukseskan setiap program wakaf BWA.
Walaupun begitu, tetap saja BWA lebih banyak mengimplementasikan strategi
stabilitas, di mana BWA menginginkan pasar yang terus stabil dengan resiko yang
minimal. Padahal jika merujuk pada pendapat Sule dan Saefullah (2006: 136),
jika lembaga memiliki banyak kelebihan dan sekaligus berhadapan dengan peluang
yang tinggi, maka strategi yang tepat adalah strategi ofensif (agresif atau
ekspansi).
Akan tetapi, bukan berarti BWA tidak memiliki kelemahan dan tantangan
dalam perjalanan mereka. Banyaknya kelemahan yang ditemukan pada lembaga ini,
berikut tantangan yang dihadapi, menjadikan BWA harus berhati-hati membuat program baru agar tidak menghadapi
resiko yang akan merugikan BWA dan dana wakaf yang diamanahkan umat pada
lembaga ini.
Adapun WATER tampaknya berimbang dalam menerapkan strategi Jauch dan
Glueck. Dalam waktu bersamaan beberapa strategi diterapkan, seperti ketika
menerapkan strategi penciutan, WATER juga menerapkan strategi ekspansi dan
strategi stabilitas. Penerapan beberapa strategi ini jika dilihat dari analisis
SWOT dirasakan pengurus WATER sudah tepat. Di mana jika diklasifikasikan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang diterima WATER, maka dapat
dikatakan berimbang. Hal inilah yang membuat WATER terkadang menerapkan satu
strategi dan kadang beralih pada strategi yang lain.
Pemilihan strategi pada lembaga wakaf juga harus mempertimbangkan jenis
wakaf yang dihimpun. Jika sebagai lembaga mengelola wakaf uang, maka selain
memikirkan strategi penghimpunan dana wakaf, lembaga juga harus membuat program
investasi wakaf. Pengalaman WATER dengan mendirikan perusahaan DMC layak ditiru
dalam rangka optimalisasi investasi dana wakaf.
Pengalaman BWA dengan model wakaf langsung seperti wakaf kapal dakwah,
wakaf aliran listrik, dan lainnya juga membuktikan bahwa wakaf langsung bukan
hanya berorientasi konsumtif akan tetapi juga produktif. Umpamanya wakaf kapal
dakwah, selain ditujukan untuk menunjang kelancaran distribusi wakaf al-Qur’an,
namun juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan para nelayan muslim sehingga
ekonomi keluarga mereka dapat meningkat.
BWA menyalurkan wakaf dengan menunjuk langsung siapa penerima wakaf dan
menyampaikannya pada masyarakat. Cara ini ternyata ampuh dalam mengaet wakif
dan meraup simpati masyarakat. Adapun WATER memilih tidak menunjuk langsung
siapa penerima wakafnya. WATER mendistribusikan hasil investasi wakaf untuk
sesuatu yang bersifat makro seperti kemaslahatan umat.
Terlepas dari pemilihan dan penerapan strategi yang berbeda antara BWA
dan WATER seperti yang dikemukakan di atas, perlu dicermati pertimbangan yang
dikemukakan Hitt (2001: 161), bahwa efektifitas setiap strategi bersifat
kontingen terhadap peluang-peluang dan ancaman yang terdapat dalam lingkungan
eksternal organisasi sekaligus kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari
internal organisasi. Satu hal yang perlu dicermati dalam penerapan strategi
pengelolaan wakaf bahwa kondisi dan lingkungan di mana lembaga berada selalu
berubah. Untuk itu, jangan terpaku pada satu strategi dalam jangka waktu yang
lama.
Dari hasil penelitian sebagaimana dikemukakan sebelumnya, akhirnya sampai
pada kesimpulan bahwa manajemen strategis khususnya dalam hal pemilihan
strategi dan pengimplementasiannya dapat diterapkan pada lembaga wakaf.
Pemilihan strategi dan pengimplementasiannya dapat disesuaikan dengan kondisi
lembaga dengan intensitas masing-masing lembaga yang berbeda-beda. Dengan
demikian, pendapat Supriyono (1990: 11-13), Steiss (2003: 6), dan David (2007:
197-198) dikuatkan dengan penelitian ini.
G. Kesimpulan
1.Sebagai lembaga yang telah
mendapatkan kepercayaan banyak masyarakat yang dibuktikan dari 50 ribu lebih
wakif bergabung dengan BWA dan dana wakaf yang besar, BWA lebih banyak
menerapkan strategi stabilitas untuk melindungi pangsa pasarnya. Selain itu,
BWA tidak menerapkan strategi penciutan dikarenakan keadaan lembaga yang masih
stabil dan aman. Sedangkan
WATER, lebih banyak menerapkan strategi ekspansi dengan keyakinan bahwa
strategi ini dapat membawa pada perbaikan pencapaian wakaf lembaga. Di sisi
lain, lembaga ini menerapkan strategi penciutan karena program Tebar Buku Wakaf
dan program Dana Abadi Operasional Masjid sangat kurang mendapatkan kucuran
wakaf dari masyarakat. BWA
dan WATER dalam mengelola wakaf sama-sama menerapkan beberapa strategi agar
tujuan lembaga dapat tercapai secara maksimal. BWA menjalankan tiga strategi
yakni strategi ekspansi, strategi stabilitas, dan strategi kombinasi. Sedangkan,
WATER melaksanakan beberapa strategi pengelolaan wakaf yakni strategi ekspansi,
strategi stabilitas, strategi penciutan, dan strategi kombinasi.
2.
Kedua lembaga, baik BWA maupun
WATER telah berusaha mengimplementasikan strategi stabilitas, ekspansi, dan
kombinasi, walaupun dengan penekanan dan hasil yang berbeda. Kelebihan BWA
terletak pada program-program wakaf yang inovatif, pendistribusian wakaf yang
diarahkan pada daerah terpencil dan suku terasing, serta pelayanan prima pada
para wakif. Sedangkan WATER, kelebihannya terletak pada investasi wakaf, di
mana WATER mampu mendirikan perusahaan provit dan memilih model investasi yang
tepat. Pengimplementasian strategi-strategi tersebut telah mampu mengantarkan
BWA pada lembaga yang amanah dan sukses. Lain halnya dengan WATER yang harus
berjuang lebih keras mengimplementasikan strategi-strategi tersebut untuk dapat
mencapai tujuan lembaga secara maksimal.
H. Daftar Pustaka
Adams, Wahiduddin, “Signifikansi Peran dan Fungsi Nazhir Menurut
Hukum Islam dan UU No. 41 Tahun 2004,” al-Awqaf, Januari 2011
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan
Praktik, Jakarta: Rineka Cipta
Al-Baqī, Ibrahīm
Mahmud Abd, 2006, Daur al-Waqf fi Tanmiyah al-Mujtama’ al-Madanī (Namūżaju
al-Amānah al-Ammah li al-Auqāf bi Daulah al-Kuwait), Kuwait: Maktabah
al-Kuwait al-Waţaniyah Atsnā’a an-Nasyar
Bryson, John M,
2001, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
al-Bukharī, t.th, Şahīh al-Bukhārī, Semarang: Maktabah
wa Maţba’ah Toha Putra, Juz II
Christensen, C. Roland and Others, 1973, Business Policy: Text and
Cases, Homewood Illinois: Richard D. Irwin, Inc
Coulter, Mary, 2002, Strategic Management in Action, New
Jersey: Prentice Hall, Second Edition
David, Fred R., 2007, Strategic Management; Concepts and Cases, New
Jersey: Pearson Prentice Hall, Eleventh Edition
Dess, Gregory G and G. T. Lumpkin, 2003, Strategic Management:
Creating Competitive Advantage, Boston: McGraw Hill-Irwin
Freeman, R. Edward, 1995, Manajemen Strategik; Pendekatan terhadap
Pihak-Pihak Berkepentingan, (Alih bahasa Rochmulyati Hamzah dari judul asli
“Strategic Management; A Stakeholder Approach), Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo, Cet. Ke-3
Griffin, Ricky. W, 2004, Manajemen Edisi Ketujuh, (Judul Asli
Management 7th Edition, diterjemahkan oleh Gina Gania), Jakarta:
Penerbit Erlangga, Jilid. Ke-1, Cet. Ke-9
Hitt, Michael A., R. Duane Ireland dan Robert E. Hoskisson, 2001, Manajemen
Strategis; Daya Saing dan Globalisasi Konsep, (Judul asli “Strategic
Management; Competitiveness and Globalization 4 th Edition; Concepts”) Jakarta:
Penerbit Salemba Empat
Ibnu Majāh, Muhammad bin Yazīd, t.th, Sunan
Ibn Majāh, t.tp: t.p, Juz. Ke-7
Ibn Manzur, t.t, Lisan al-‘Arab, t.p: Dar
al-Ma’arif
Jauch, Lawrence R and William F. Glueck, 1998, Manajemen Staregis
dan Kebijakan Perusahaan, (Alih Bahasa Murad dn AR. Henry Sitanggang dari
judul asli Strategic Management and Business Policy), Jakarta: Penerbit
Erlangga
Al-Kubaisī,
Muhammad Abīd
Abdullāh, 1977, Ahkām
al-Waqf fī Asy-Syarī’ah
al-Islāmiyyah,
Baghdad: Maţba’ah al-Irsyad
Kuncoro, Mudrajad, 2006, Strategi; Bagaimana Meraih Keunggulan
Kompetitif, Jakarta: Penerbit Erlangga, Cet. Ke-11
Miles, Raymond E and Charles C. Snow, 1978, Organizational
Strategy, Structure, and Process, New York: McGraw Hill
Munawwir, Ahmad Warson, 1997, Kamus
al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif
An-Nawawī,
t.th, Raudah at-Ţalibin wa Umdah al-Muftīn, t.tp: t.p., t.th, Juz. Ke-2 dan 5,
Nazir, Moh, 2005, Metode Penelitian, Bogor:
Ghalia Indonesia, Cet. Ke-6
Newman, William H, and James P. Logan, 1971, Strategy, Policy, and
Central Management, Cincinnati Ohio: South-Western Publishing Co
Pearce II, John A, and Richard B. Robinson, Jr, 2003, Strategic
Management: Formulation, Implementation, and Control, 8 th ed, Boston:
McGraw Hill
Porter, Michael E, 1980, Competitive Strategy; Techniques for
Analyzing Industries and Competitors With A new Introduction, New York:
Free Press
Steiss, Alan Walter, 2003, Strategic Management for Public and
Nonprofit Organizations, New York: Marcel Dekker Inc
Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah, 2006, Pengantar
Manajemen, Jakarta: Prenada Media
Sumuran Harahap, 2007, Kebijakan Pemerintah Tentang Pengembangan
Wakaf di Indonesia, (Acara Temu Konsultasi Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir)
Berbadan Hukum seluruh Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI
Supriyono, R.A, 1990, Manajemen Strategi dan
Kebijakan Bisnis, Yogyakarta: BPFE
Asy-Syu’aib, Khalid Abdullāh, 2006, al-Nazārah ‘Alā al-Waqf, Kuwait:
Al-‘Amānah al-‘Ammah li al-Awqāf
At-Turmuzī,
Muhammad bin ‘Isa, t.th, Sunan at-Turmuzī, Kairo: Mauqi’ Wizārah
al-Auqāf al-Mişriyyah, Juz. Ke-5
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159
Az-Zuhailī,
Wahbah, 2007, al-Waşāya wa al-Waqf fī al-Fiqh al-Islāmī, Damsyiq: Dār
al-Fikr
http://www.wakafquran.org/newbwa/html
http://www.wakafcenter.com
[1] Dosen
Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang, email: tiswarnitasman@ymail.com
[2]
Sule dan Saefullah (2006: 136), mengelompokkan strategi berdasarkan analisis
SWOT kepada tiga strategi yakni strategi agresif, strategi bertahan, dan
strategi gabungan yang merupakan perpaduan antara strategi agresif dan strategi
bertahan. Adapun Jauch dan Glueck (1998: 216), Griffin (2004: 240-245), Sule
dan Saefullah (2006: 139-142), Porter (1980: 35), Miles dan Snow (1978), dan
Kuncoro (2006: 128-129) membagi strategi berdasarkan tingkatannya, dengan penekanan
masing-masing. Seperti Jauch dan Glueck (1998: 216) yang menyamakan strategi
tingkat korporat dan bisnis, yakni strategi stabilitas, strategi ekspansi,
strategi penciutan, dan strategi kombinasi. Demikian juga Sule dan Saefullah
(2006: 139-142), yaitu strategi portofolio dan strategi utama. Strategi utama
terbagi pada tiga, yakni strategi pertumbuhan, strategi kestabilan, dan
strategi penghematan.
[3] Hadis
tersebut secara jelas dimuat dalam Kutub as-Sittah antara lain dalam Sunan
at-Turmuzī (at-Turmuzī, t.th: 388) dan Sunan Ibn Majāh (Ibnu Majāh,
t.th: VII/325).
[4] Nazhir
perseorangan disyaratkan harus WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu
secara jasmani dan rohani, serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Sedangkan nazhir organisasi, selain anggota organisasi harus memiliki
persyaratan nazhir perseorangan, organisasi juga harus bergerak di bidang
sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. Adapun nazhir
berbadan hukum selain harus memenuhi syarat-syarat di atas, badan hukum tersebut
juga harus dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[5] Manajemen
strategis dapat dilihat sebagai suatu proses yang meliputi sejumlah tahapan
yang saling berkaitan dan berurutan. Beberapa tahapan proses manajemen strategi
sebagaimana dikemukakan oleh Coulter (2002: 9-13), Dess & Lupmkin (2003:
16), Pearce & Robinson (2003: 11-16) mencakup analisis lingkungan, formdulasi
strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
[6]
Bagi Jauch dan Glueck (1998: 215), Sule dan Saefullah (2006: 132), strategi
bukan hanya mencapai, akan tetapi juga dimaksudkan untuk mempertahankan
keberlangsungan organisasi di lingkungan di mana organisasi tersebut
menjalankan aktifitasnya. Hal ini diamini oleh Christensen (1973: 107-108) yang
menyebutkan bahwa strategi adalah pola-pola berbagai tujuan serta kebijakan
dasar dan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut, dirumuskan sedemikian
rupa sehingga jelas usaha apa yang sedang dan akan dilaksanakan oleh
perusahaan.
[7]
Jauch dan Glueck (1998: 237) mengemukakan bahwa strategi ekspansi terbagi dua
yakni ekspansi internal dan ekspansi eksternal.
[8]
Strategi penciutan terbagi dua, yakni penciutan internal dan penciutan
eksternal. Penciutan internal biasanya disebut dengan strategi “operasi
pembenahan” (operating turnaround) yang meliputi pengurangan biaya,
meningkatkan pendapatan, mengurangi harta, dan reorganisasi produk atau pasar
untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik. Sedangkan penciutan eksternal
termasuk penarikan modal dan likuidasi (Jauch dan Glueck, 1998: 238-239).
[9]
Jauch dan Glueck (1998: 217-218) menyebutkan ada beberapa kondisi yang
memungkinkan perusahaan atau organisasi menerapkan strategi stabilitas.
Pertama, perusahaan berjalan dengan baik atau menganggap dirinya berhasil baik.
Kedua, strategi ini paling kecil resikonya. Ketiga, strategi ini lebih mudah
dan menyenangkan, di mana tidak terjadi gangguan dalam kebiasaan rutin.
[10]
BWA memiliki visi menjadi lembaga wakaf profesional yang dapat mengembangkan
potensi wakaf untuk kesejahteraan umat dan menjadi gaya hidup
(http//:www.wakafquran.org. Diakses pada tanggal 25 Mei 2011). Sedangkan WATER
memiliki visi menjadi lembaga wakaf yang amanah dan berkontribusi bagi
kemaslahatan umat. Begitu juga dengan misi keduanya yang intinya memberikan
manfaat semaksimal mungkin pada masyarakat melalui program wakaf
(http//:wakafcenter.com/berita-105-visi-wakaf-center.html. Diakses pada tanggal
15 Februari 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar