FATWA, SIDANG ISBAT DAN
PENYATUAN KALENDER HIJRIYAH
Slamet Hambali
(Dosen Ilmu Falak IAIN Walisongo)
Malakah Pada Seminar Internasional IAIN Walisongo 2012
Pendahuluan.
Waktu yang terus
berjalan seolah tak terkendalikan dan tak pernah memperdulikan, membuat semua
akan tergilas oleh waktu. Hanya orang-orang yang beriman, orang-orang yang
berilmu pengetahuan, orang-orang yang senantiasa beramal shaleh, orang-orang
yang senantiasa berada di jalan yang benar dan orang-orang yang senantiasa
bersabar akan selalu hidup sepanjang waktu walaupun telah tiada dipanggil oleh
Sang Pencipta. Perputaran matahari semu mengelilingi bumi telah memunculkan
kalender sistem syamsiyah (solar system calender). Sedangkan gerak bulan
mengelilingi bumi (gerak sebenarnya) telah memunculkan kalender sistem
kamariyah (lunar system calender). Kalender yang dipakai oleh umat
manusia hingga saat ini, pada dasarnya berkisar di antara 3 sistem, yaitu
sistem syamsiyah (solar system), sistem kamariyah (lunar system)
dan sistem kamariyah syamsiyah (luni solar system).Kalender solar
system di antaranya dapat dijumpai dalam kalender Mesir Kuno, kalender
Romawi Kuno, kalender Jepang, kalender Maya, kalender Saka dan kalender Masehi.
Untuk kalender lunar system di antaranya dapat dijumpai dalam kalender
Hijriyah atau kalender Islam dan kalender Jawa Islam. Sedangkan kalender luni
solar system di antaranya dapat dijumpai dalam kalender Babilonia, kalender
Cina dan kalender Yahudi. Dalam semua sistem kalender tidak ada perbedaan
pendapat dalam penetapan awal bulan dan awal tahun, hanya dalam kalender
Hijriyah saja yang sering terjadi adanya perbedaan, itupun hanya terjadi di
Indonesia. Umat Islam Indonesia, telah terkotak-kotak dalam berbagai kelompok
ormas dan semacamnya, masing-masing kelompok ormas mempunyai kecenderungan
membuat kalender hijriyah sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga
mengakibatkan dalam penetapan awal bulan kamariyah khususnya awal Ramadhan,
Syawal, Dzulhijjah dan awal bulan lainnya menjadi sering berbeda. Umat Islam
Indonesia, telah terkotak-kotak dalam berbagai kelompok ormas dan semacamnya,
masing-masing kelompok ormas mempunyai kecenderungan membuat kalender hijriyah
sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga mengakibatkan dalam penetapan awal
bulan kamariyah khususnya awal Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah dan awal bulan lainnya
menjadi sering berbeda.
Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah di Indonesia tahun 1990 M./ 1410 H. Sampai Sekarang.
Penulis tertarik
memperhatikan perbedaan dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah
di Indonesia mulai tahun 1990 M. Sebenarnya sebelum tahun 1990 perbedaan sudah
sering terjadi, namun penulis belum tertarik untuk memperhatikannya.
Disampaikan pada
seminar internasional dalam “Upaya Menyatukan Kalender Hijriah” Kamis,
13 Desember 2012 M./29 Muharram 1434 H., di Hotel Siliwangi Semarang.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1410 H terjadi hari Rabu Pon, 25 April 1990 M., pukul 11:28:25 WIB.
Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, bulan
masih di bawah ufuq dengan tinggi mar’i -0° 17’ 12”. Pada saat itu Menteri
Agama atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal
1410 H., jatuh Kamis Wage, 26 April 1990 M., atas dasar laporan rukyah dari
daerah Jawa Timur. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mengikuti keputusan
pemerintah tersebut, sedangkan K.H. Turaichan Kudus menetapkan 1 Syawal jatuh
hari Jum’at Kliwon, 27 April 1990 M.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1412 H terjadi hari Jum’at Paing, 3 April 1992 M., pukul 12:02:25 WIB.
Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, bulan
masih di bawah ufuq dengan tinggi mar’i -1° 7’ 45”. Pada saat itu Menteri Agama
atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal 1412
H., jatuh Ahad Wage, 5 April 1992 M., atas dasar istikmal dan menolak laporan
rukyah dari daerah Jawa Timur. Nahdlatul Ulama (NU) mengikhbarkan bahwa 1
Syawal 1412 H., jatuh hari Sabtu Pon, 4 April 1992 M. (mendahului ketetapan
Pemerintah) atas dasar adanya laporan rukyah dari Jawa Timur dan Cakung,
sedangkan Muhammadiyah sejalan dengan keputusan Pemerintah yaitu 1 Syawal 1412
H., jatuh hari Ahad Wage, 5 April 1992 M.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1413 H., terjadi hari Selasa Legi, 23 Maret 1993 M., pukul 14:15:31 WIB.
Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, bulan
masih di bawah ufuq dengan tinggi mar’i -2° 16’ 52”. Pada saat itu Menteri
Agama atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal
1413 H., jatuh Kamis Pon, 25 Maret 1993 M., atas dasar istikmal dan menolak
laporan hasil rukyah hilal dari Jawa Timur dan Cakung. Nahdlatul Ulama (NU)
mengikhbarkan bahwa 1 Syawal 1413 H., jatuh hari Rabu Paing, 24 Maret 1993
M.(mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar adanya laporan rukyah dari Jawa
Timur dan Cakung, sedangkan Muhammadiyah sejalan dengan keputusan Pemerintah
yaitu 1 Syawal 1413 H., jatuh hari Kamis Pon, 25 Maret 1993 M. Pada waktu itu
ada sebagian kaum muslimin Indonesia yang berhari raya hari Selasa Legi, 23
Maret 1993 (mendahului 2 hari dari ketetapan Pemerintah) karena mengikuti hari
raya ’Idhul Fitri 1413 H., di Arab Saudi.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1414 H., terjadi hari Sabtu Kliwon, 12 Maret 1994 M., pukul 14:05:35 WIB.
Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, bulan
masih di bawah ufuq dengan tinggi mar’i -1° 56’ 26”. Pada saat itu Menteri
Agama atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal
1414 H., jatuh Senin Paing, 14 Maret 1994 M., atas dasar istikmal dan menolak
laporan hasil rukyah hilal dari Jawa Timur dan Cakung. Nahdlatul Ulama (NU)
mengikhbarkan bahwa 1 Syawal 1414 H., jatuh hari Ahad Legi, 13 Maret 1994 M.
(mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar adanya laporan rukyah dari Jawa
Timur dan Cakung, sedangkan Muhammadiyah sejalan dengan keputusan pemerintah
yaitu 1 Syawal 1414 H., jatuh hari Senin Paing, 14 Maret 1994 M.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1418 H., terjadi hari Rabu Pon, 28 Januari 1998 M., pukul 13:01:52 WIB.
Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, bulan
sudah di atas ufuq dengan tinggi mar’i +0° 13’ 15”. Pada saat itu Menteri Agama
atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapkan 1 Syawal 1418
H., jatuh hari Jum’at Kliwon, 30 Januari 1998 M., atas dasar istikmal dan
menolak laporan hasil rukyah hilal dari Jawa Timur. Nahdlatul Ulama (PBNU)
mengikhbarkan bahwa 1 Syawal 1418 H., jatuh hari Jum’at Kliwon, 30 Januari 1998
M., sama dengan keputusan pemerintah, atas dasar istikmal dan menolak kesaksian
rukyah dari Jawa Timur dan Cakung karena kesaksian tersebut dianggap belum
memenuhi kriteria imkan rukyah dan dianggap bertentangan dengan hisab yang
muktabar dan telah mencapai tingkat mutawatir. Kemudian Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur membuat ikhbar sendiri 1 Syawal 1418 H.,
jatuh hari Kamis Wage, 29 Januari 1998 M., atas dasar hasil rukyah dari Jawa
Timur sendiri. Sedangkan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1418 H., jatuh hari
Kamis Wage, 29 Januari 1998 M. (mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar
wujudul hilal.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1427 H., terjadi pada hari Ahad Paing, 22 Oktober 2006 M., pukul 12:15:06
WIB. Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu,
bulan sudah di atas ufuq dengan tinggi mar’i +0° 19’ 05”. Pada saat itu Menteri
Agama atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal
1427 H., jatuh hari Selasa Paing, 24 Oktober 2006 M, atas dasar istikmal dan
menolak laporan hasil rukyah hilal dari Jawa Timur. Nahdlatul Ulama (PBNU)
mengikhbarkan bahwa 1 Syawal 1427 H., jatuh hari Selasa Paing, 24 Oktober 2006
M., sama dengan keputusan pemerintah, atas dasar istikmal dan menolak kesaksian
rukyah dari Jawa Timur dan Cakung karena kesaksian tersebut belum memenuhi
kriteria imkan rukyah dan dianggap bertentangan dengan hisab yang muktabar dan
telah mencapai tingkat mutawatir. Kemudian Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama
(PWNU) Jawa Timur membuat ikhbar sendiri 1 Syawal 1427 H., jatuh hari Senin
Legi, 23 Oktober 2006 M (mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar hasil
rukyah dari Jawa Timur sendiri. Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII)
menetapkan 1 Syawal 1427 H., jatuh hari Selasa Paing, 24 Oktober 2006 M. (sama
dengan ketetapan Pemerintah) karena Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia untuk
awal Ramadhan dan Syawal mengikuti Keputusan Pemerintah Indonesia, sedangkan
untuk awal Dzulhijjah mengikuti ketetapan Pemerintah Arab Saudi. Muhammadiyah
menetapkan 1 Syawal 1427 H., jatuh hari Senin Legi, 23 Oktober 2006 M.
(mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar wujudul hilal. Persatuan Islam
(Persis) menetapkan 1 Syawal 1427 H., jatuh hari Selasa Paing, 24 Oktober 2006
M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) atas dasar istikmal, karena belum
mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat dengan hisab kontemporer.
Demikian juga Al-Irsyad menetapkan 1 Syawal 1427 H., jatuh hari Selasa Paing,
24 Oktober 2006 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah), atas dasar istikmal,
karena belum mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat dengan hisab
kontemporer, termasuk Al-Washliyyah menetapkan 1 Syawal 1427 H., jatuh hari
Selasa Paing, 24 Oktober 2006 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) atas dasar
istimal, karena belum mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat dengan
hisab kontemporer.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1428 H., terjadi pada hari Kamis Legi, 11 Oktober 2007 M., pukul 12:01:53
WIB. Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu,
bulan sudah di atas ufuq dengan tinggi mar’i +0° 11’ 05”. Pada saat itu Menteri
Agama atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal
1428 H., jatuh hari Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M, atas dasar istikmal dan
menolak laporan hasil rukyah hilal dari Cakung, dari Jawa Timur tidak ada
laporan terlihatnya hilal. Nahdlatul Ulama (PBNU) mengikhbarkan bahwa 1
Syawal 1428 H., jatuh
hari Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M., sama dengan keputusan pemerintah, atas
dasar istikmal dan menolak kesaksian rukyah dari Cakung karena kesaksian
tersebut belum memenuhi kriteria imkan rukyah dan dianggap bertentangan dengan
hisab yang muktabar dan telah mencapai tingkat mutawatir. Kemudian Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur tidak lagi membuat ikhbar. Dewan
Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) menetapkan 1 Syawal 1428 H., jatuh hari
Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) karena Dewan
Dakwah Islamiyyah Indonesia untuk awal Ramadhan dan Syawal mengikuti Keputusan
Pemerintah Indonesia, sedangkan untuk awal Dzulhijjah mengikuti ketetapan
Pemerintah Arab Saudi. Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1428 H., jatuh hari Jum’at
Paing, 12 Oktober 2007 M. (mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar wujudul
hilal. Persatuan Islam (Persis) menetapkan 1 Syawal 1428 H., jatuh hari Sabtu
Pon, 13 Oktober 2007 M. sama dengan ketetapan Pemerintah, atas dasar istimal,
karena belum mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat dengan hisab
kontemporer. Demikian juga Al-Irsyad menetapkan 1 Syawal 1428 H., jatuh hari
Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M.( sama dengan ketetapan Pemerintah) atas dasar
istimal, karena belum mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat dengan
hisab kontemporer, termasuk Al-Washliyyah menetapkan 1 Syawal 1428 H., jatuh
hari Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) atas
dasar istimal, karena belum mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat
dengan hisab kontemporer.
Ijtimak akhir Ramadhan
tahun 1432 H., terjadi pada hari Senin Wage, 29 Agustus 2011 M., pukul 10:05:14
WIB. Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu,
bulan sudah di atas ufuq dengan tinggi mar’i +1° 25’ 20”. Pada saat itu Menteri
Agama atas nama Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal
1432 H., jatuh hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M., atas dasar istikmal dan
menolak laporan hasil rukyah hilal dari Cakung dan laporan rukyah dari Jepara,
dari Jawa Timur tidak ada laporan terlihatnya hilal. Muhammadiyah mohon izin
dalam sidang isbat untuk merayakan ’Idhul Fitri hari Selasa Kliwon, 30 Agustus
2011 M. (mendahului ketetapan Pemerintah) atas dasar wujudul hilal. Nahdlatul
Ulama (PBNU) mengikhbarkan bahwa 1 Syawal 1432 H., jatuh hari Rabu Legi, 31
Agustus 2011 M, sama dengan keputusan Pemerintah, atas dasar istikmal dan
menolak kesaksian hilal dari Cakung dan kesaksian hilal dari Jepara, karena
kesaksian tersebut belum memenuhi kriteria imkan rukyah dan dianggap
bertentangan dengan hisab yang muktabar dan telah mencapai tingkat mutawatir.
Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) menetapkan 1 Syawal 1432 H., jatuh
hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) karena
Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia untuk awal Ramadhan dan Syawal mengikuti
Keputusan Pemerintah Indonesia, sedangkan untuk awal Dzulhijjah mengikuti
ketetapan Pemerintah Arab Saudi. Persatuan Islam (Persis) menetapkan 1 Syawal
1432 H., jatuh hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M. (sama dengan ketetapan
Pemerintah) atas dasar istikmal karena belum mencapai kriteria imkan rukyah
minimal 2 derajat dengan hisab kontemporer. Demikian juga Al-Irsyad menetapkan
1 Syawal 1432 H., jatuh hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M. (sama dengan
ketetapan Pemerintah) atas dasar istikmal karena belum mencapai kriteria imkan
rukyah minimal 2 derajat dengan hisab kontemporer, termasuk Al-Washliyyah
menetapkan 1 Syawal 1432 H., jatuh hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M. (sama dengan
ketetapan
Pemerintah) atas dasar
istikmal karena belum mencapai kriteria imkan rukyah minimal 2 derajat dengan
hisab kontemporer.
Ijtimak akhir Sya’ban tahun
1433 H., terjadi pada hari Kamis Wage, 19 Juli 2012 M., pukul 11:25:13 WIB.
Ketika matahari terbenam di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, bulan
sudah di atas ufuq dengan tinggi mar’i +1° 15’ 03”. Menteri Agama atas nama
Pemerintah Republik Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Ramadhan 1433
H., jatuh hari Sabtu Legi, 21 Juli 2012 M., atas dasar dasar istikmal dan
menolak laporan hasil rukyah hilal dari Cakung. Muhammadiyah tidak hadir dalam
sidang isbat awal Ramadhan 1433 H., dan Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1433
H., jatuh hari Jum’at Kliwon, 20 Juli 2012 M. (mendahului ketetapan Pemerintah)
atas dasar wujudul hilal. Nahdlatul Ulama (PBNU) mengikhbarkan bahwa 1 Ramadhan
1433 H., jatuh hari Sabtu Legi, 21 Juli 2012 M., sama dengan ketetapan
Pemerintah, atas dasar istikmal dan menolak kesaksian hilal dari Cakung, karena
kesaksian tersebut belum memenuhi kriteria imkan rukyah dan dianggap
bertentangan dengan hisab yang muktabar dan telah mencapai tingkat mutawatir.
Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) menetapkan 1 Ramadhan 1433 H., jatuh
hari Sabtu Legi, 21 Juli 2012 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) karena
Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia untuk awal Ramadhan dan Syawal mengikuti
Keputusan Pemerintah Indonesia, sedangkan untuk awal Dzulhijjah mengikuti
ketetapan Pemerintah Arab Saudi. Persatuan Islam (Persis) menetapkan 1 Ramadhan
1433 H., jatuh hari Sabtu Legi, 21 Juli 2012 M. (sama dengan ketetapan
Pemerintah) atas dasar belum masuk kriteria imkan rukyah beda tinggi matahari bulan
minimal 4 derajat dengan hisab kontemporer. Demikian juga Al-Irsyad menetapkan
1 Ramadhan 1433 H., jatuh hari Sabtu Legi, 21 Juli 2012 M. (sama dengan
ketetapan Pemerintah) atas dasar belum masuk kriteria imkan rukyah beda tinggi
matahari bulan minimal 4 derajat dengan hisab kontemporer, termasuk
Al-Washliyyah menetapkan 1 Ramadhan 1433 H., jatuh hari Sabtu Legi, 21 Juli
2012 M. (sama dengan ketetapan Pemerintah) atas dasar imkan rukyah 2 derajat
dengan hisab kontemporer.
Data-data di atas
menunjukkan bahwa, mulai tahun 2006 M., / 1427 H., sampai dengan tahun 2012
M.,/1433 H., hampir semua ormas Islam dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah bersamaan dengan ketetapan pemerintah walaupun menggunakan
kriteria yang berbeda-beda kecuali Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal,
dan kelompok-kelompok kecil seperti An-Nadhir di Gowa Sulawesi Selatan dengan
mengacu pasangnya air laut, Naqsabandi Padang dengan hisab urfi, Hizbut-tahrir
dengan rukyah global, kemudian Satariyyah dan Kholidiyah dengan hisab urfi dan
aboge.
Fatwa Majlis Ulama
Indonesia.
Dengan pertimbangan :
1. Di
Indonesia penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sering terjadi
perbedaan.
2. Perbedaan
dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dapat menimbulkan citra
dan dampak negatip terhadap syi’ar dan da’wah Islam.
3. Hasil
ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tanggal 22 Syawal 1424 H./16
Desember 2003 M., menfatwakan tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah, untuk mengatasi perbedaan tersebut
Kemuian setelah
memperhatikan,
1. Surat
Yunus (10) ayat 5:
“Dialah yang telah menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). ......”
2. Surat
an-Nisa’ (4) ayat 59:
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. ...”
3. Hadits-hadits
Nabi SAW antara lain :
“Janganlah kamu berpuasa (Ramadhan) sehingga
melihat tanggal (satu Ramadhan), dan janganlah kamu berbuka (mengakhiri puasa
Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Syawal). Jika dihalangi oleh
awan/mendung maka perkirakanlah” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
Umar).
“Berpuasalah (Ramadhan) karena melihat tanggal
(satu Ramadhan). Dan berbukalah (mengakhiri puasa Ramadhan) karena melihat
tanggal (satu Syawal). Apabila kamu terhalangi sehingga tidak dapat melihatnya
maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari” (HR. Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah).
4. Dan
lain sebagainya.
Atas dasar hal-hal
tersebut, maka Majlis Ulama Indonesia menetapkan fatwa tentang penetapan awal
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, yaitu:
Pertama:
1. Penetapan
awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan
hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara Nasional.
2. Seluruh
umat Islam umat Islam Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang
penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
3. Dalam
menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib
berkonsultasi dengan Majlis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi
terkait.
4. Hasil
rukyat dari daerah yang memungkin hilal dirukyat walaupun di luar wilayah
Indonesia yang mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh
Menteri Agama RI.
Kedua, Rekomendasi:
Agara Majlis Ulam
Indonesia mengusahakan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya
bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait.
Ditetapkan di Jakarta,
Sabtu Kliwon, 2 Dzulhijjah 1424 H./24 Januari 2004 M.
Walaupun telah
dikeluarkan fatwa MUI nomor 2 tahun 2004 tentang penetapan awal Ramadhan,
Syawal dan Dzulhijjah, namun ternyata pada saat tinggi bulan masing kurang dari
2° perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tetap tidak bisa
dihindari, seperti penetapan awal Syawal 1427 H./2006 M., penetapan awal Syawal
1428 H./ 2007 M., penetapan awal Syawal 1432 H./2011 M., dan awal Ramadhan 1433
H./2012 M.
Akhir Ramadhan 1427 H.,
tinggi hilal belum mencapai +2°, maka Menteri Agama atas nama Pemerintah
Republik Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal 1427 H., jatuh
hari Selasa Paing, 24 Oktober 2006 M. Ormas-ormas Islam yang menetapkan awal
Syawal 1427 H., sama dengan Pemerintah RI adalah Nahdlatul Ulama (NU),
Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Al-Washliyyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah
Indonesia (DDII). Sedangkan yang berbeda dengan ketetapan Pemerintah RI
hanyalah Muhammadiyyah, yaitu Senin Legi, 23 Oktober 2006 M.
Akhir Ramadhan 1428 H.,
tinggi hilal belum mencapai +2°, maka Menteri Agama atas nama Pemerintah
Republik Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal 1428 H., jatuh
hari Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M. Ormas-ormas Islam yang menetapkan awal
Syawal 1428 H., sama dengan Pemerintah RI adalah Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan
Islam (Persis), Al-Irsyad, Al-Washliyyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia
(DDII). Sedangkan yang berbeda dengan ketetapan Pemerintah RI hanyalah
Muhammadiyyah, yaitu Jum’at Paing, 12 Oktober 2007 M.
Akhir Ramadhan 1432 H.,
tinggi hilal belum mencapai +2°, maka Menteri Agama atas nama Pemerintah
Republik Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Syawal 1432 H., jatuh
hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M. Ormas-ormas Islam yang menetapkan awal
Syawal 1432 H., sama dengan Pemerintah RI adalah Nahdlatul Ulama (NU),
Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Al-Washliyyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah
Indonesia (DDII). Sedangkan yang berbeda dengan ketetapan Pemerintah RI
hanyalah Muhammadiyyah, yaitu Selasa Kliwon, 30 Agustus 2011 M.
Akhir Sya’ban 1433 H.,
tinggi hilal belum mencapai +2°, maka Menteri Agama atas nama Pemerintah
Republik Indonesia melalui sidang isbat menetapakan 1 Ramadhan 1433 H., jatuh
hari Sabtu Legi, 21 Juli 2012 M. Ormas-ormas Islam yang menetapkan awal
Ramadhan 1433 H., sama dengan Pemerintah RI adalah Nahdlatul Ulama (NU),
Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Al-Washliyyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah
Indonesia (DDII). Sedangkan yang berbeda dengan ketetapan Pemerintah RI
hanyalah Muhammadiyyah, yaitu Jum’at Kliwon, 20 Juli 2012 M.
Dari data tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa, mulai 1427 H./2006 M., sampai sekarang yang
berbeda dengan ketetapan Pemerintah RI dalam menetapkan awal Ramadhan dan awal
Syawal hanyalah Muhammadiyyah, sedangkan ormas-ormas Islam yang lain (Nahdlatul
Ulama, Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Washliyyah dan
Dewan Dakwah
Islamiyyah) walaupun mempunyai kriteria yang berbeda-beda, akan tetapi
menghasilkan ketetapan awal Ramadhan dan awal Syawal yang sama dengan ketetapan
Pemerintah RI., sedangkan untuk awal Dzulhijjah Dewan Dakwah Islamiyyah
mengikuti ketetapan Pemerintah Arab Saudi.
Sidang Isbat Untuk Penetapan Awal Ramadhan,
Syawal dan Dzulhijjah.
Mekanisme penetapan
awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini
telah melalui proses yang amat panjang. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian
Agama Republik Indonesia telah membahas konsep penetapan awal Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah sampai empat kali. Pertama, ketika masih masih ada
tenggang waktu sepuluh tahun. Kedua , ketika masih ada tenggang waktu
dua tahun. Ketiga, ketika masih ada tenggang waktu satu tahun. Keempat,
pada tahunnya sendiri sebelum tiba bulan Ramadhan. Sebagai contoh, rapat
anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) tahun 2012 M., di Pontianak pada bulan Maret
yang lalu (2012), telah membahas kalender takwim tahun 2022 M. (1443 H./1444
H.), kalender takwim 2014 M. (1435 H./1436 H), awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah
2013 M. (1434 H.) dan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 2012 M. (1433 H.).
Hasil kesepakatan dalam musyawarah anggota BHR ini direkomendasikan kepada
Menteri Agama RI untuk digunakan sebagai bahan penentuan hari-hari besar Islam,
kalender takwim dan bahan sidang isbat.
Dalam sidang isbat,
Menteri Agama menghadirkan para utusan dari berbagai ormas Islam, sebagian
anggota BHR, para pakar dari astronomi dan ilmu falak dari berbagai instansi,
Majlis Ulama Indonesia, para Duta Besar negara sahabat.
Pelaksanaan sidang
isbat awal Ramadhan dan Syawal dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban dan 29
Ramadhan, dengan memperhatikan hasil rukyah dari berbagai daerah di Indonesia,
kalender takwim hasil musyawarah anggota BHR dan pandangan dari para peserta
sidang isbat. Sedangkan untuk sidang isbat awal Dzulhijjah pelaksanaannya tidak
tentu dilaksanakan pada tanggal 29 Dzulqa’dah.
Dari hasil sidang isbat
yang telah diputuskan oleh Menteri Agama atas nama Pemerintah RI, seharusnya
diikuti dan dipatuhi oleh segenap lapisan masyarakat, akan tetapi ternyata ada
umat Islam (ormas Islam) yang tidak mau mengikuti ketetapan Pemerintah.
Penyatuan Kalender
Hijriyah.
Perbedaan dalam
menetapkan awal Ramadahan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia sebenarnya sudah
berlangsung lama, seiring dengan munculnya ormas-ormas Islam itu sendiri. Upaya
penyatuan, sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak pihak, namun hingga kini
belum dapat membuahkan hasil.
1.
Upaya penyatuan yang dilakukan
Pemerintah RI cq Menteri Agama.
Departemen Agama yang
sekarang menjadi Kementerian Agama telah melakukan upaya secara terus menerus
untuk mempersatukan umat Islam dalam memulai awal Ramadhan, berhari raya ’Idhul
Fitri dan berhari raya ’Idhul Adha.
Bentuk upaya yang
dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agama bermacam-macam, antara lain:
a. Pelatihan-pelatihan
hisab rukyat secara berjenjang, mulai dari tingkat dasar, tingkat menengah
sampai pada tingkat terampil, dengan melibatkan
b. dari
berbagai kalangan, mulai dari pondok pesantren, ormas-ormas Islam, sampai kalangan
perguruan tinggi, dengan harapan, setelah para peserta mendapatkan ilmu hisab
rukyat dari para pakar astronomi, dapat berperan aktif dalam menyatukan awal
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
c. Pembentukan
Badan Hisab Rukyat (BHR) tingkat nasional pada tahun 1972 dan masih berlangsung
sampai kini, yang anggotanya terdiri dari para pakar astronomi / ilmu falak
dari berbagai kalangan, mulai dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
Planetarium Taman Ismail Marzuki, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional
(LAPAN), Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Dinas
Hidro Oceanografi Angkatan Laut RI, Pondok Pesantren dan ahli ilmu falak
perorangan. Badan Hisab Rukyat ini, bertugas merumuskan hal-hal yang
berhubungan dengan permasalahan hisab rukyat, baik yang terkait dengan arah
kiblat, awal waktu shalat dan kalender takwim, guna memberi masukan kepada
Menteri Agama RI (khusus kalender takwim) untuk menetapkan hari-hari besar
agama Islam dan untuk bahan sidang isbat dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah.
d. Seminar-seminar
dan lokakarya-lokakarya, dalam rangka upaya penyatuan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah dengan melibatkan dari berbagai kalangan juga, mulai dari pimpinan
pondok pesantren, tokoh-tokoh ormas-ormas Islam, Majlis Ulama Indonesia sampai
kalangan perguruan tinggi, dengan harapan dapat diperoleh titik temu dalam
penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Di antara hasil lokakarya
yang seharusnya ditaati oleh ormas-ormas Islam adalah lokakarya penentuan
kriteria penetapan awal bulan kamariyah yang dilaksanakan di Hotel USSU Cisarua
baik yang pertama (1998 M.) ataupun yang kedua (2011 M.), di mana tim perumus
dari kedua lokakarya tersebut diketuai dari orang Muhammadiyyah, dan
disekretaris dari orang NU.
e. Walaupun
Kementerian Agama RI telah melakukan upaya sedemikian rupa, namun pada saat
tertentu perbedaan tetap tidak bisa dihindari.
2. Upaya penyatuan
usulan penulis.
Badan Hisab Rukyat
sudah dibentuk, seminar-seminar, lokakarya-lokakarya dalam upaya penyatuan awal
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sudah dilaksanakan, Fatwa MUI sudah
dikeluarkan, ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam
(Persis), Al-Irsyad, Al-Washliyyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah (DDII) walaupun
mempunyai kriteria yang berbeda namun tetap satu dalam menetapkan awal
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah kecuali DDII untuk Dzulhijjah mengikuti
ketetapan Pemerintah Arab Saudi. Hanya Muhammadiyyah saja yang belum bisa
menyatu, “SEBENARNYA ADA APA?”.
Semua ormas Islam telah
mengalami perubahan paradigma penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Perubahan tersebut tidak bisa lepas dari internal pengurus masing-masing ormas.
Sebelum tahun 1998 M., Nahdlatul Ulama sering mendahului ketetapan Pemerintah
RI, mulai tahun 1998 M., sampai sekarang tidak pernah lagi mendahului
Pemerintah, hal ini tidak lepas dari peranan generasi muda NU yang tergabung
dalam Lajnah Falakiyah PBNU yang selalu berusaha membawa
perubahan yang lebih
baik, demikian juga yang terjadi di Persis, Al-Washliyyah, Al-Irsyad dan Dewan
Dakwah Islamiyyah. Untuk itu mestinya generasi muda Muhammadiyyah melakukan hal
yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh generasi muda di ormas lain, yaitu
berjuang untuk melakukan perubahan bukan mempertahankan dan memperkuat
paradigma lama sehingga persatuan dan kesatuan ummat Islam khususnya dalam
penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dapat terwujud.
Kesimpulan.
1. Pemerintah
RI melalui Kementerian Agama, sudah melakukan banyak upaya dalam rangka
menyatukan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, baik melalui diklat hisab
rukyat, mendirikan Badan Hisab Rukyat, seminar-seminar dan lokakarya-lokakarya.
Dari usaha tersebut telah berhasil menyatukan NU, Persis, Al-Irsyad,
Al-Washliyyah dan DDII kecuali untuk Dzulhijjah DDII mengikuti Ketetapan
Pemerintah Arab Saudi. Muhammadiyyah masih memisahkan diri.
2. Perubahan
di Muhammadiyyah hanya bisa dilakukan oleh internal Muhammadiyyah sendiri,
alternatifnya adalah berada di tangan generasi muda Muhammadiyah bilamana ada
kemauan berjuang untuk melakukan perubahan.
Penutup.
Alhamdulillah,
semoga tulisan sangat sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar