PERMASALAHAN MENARCHE DINI
(TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP MUKALLAF)[1]
abstrak
Menarche dini
atau haid pertama yang dialami wanita
lebih cepat dari kebiasaan secara umum merupakan masalah yang menarik untuk
dipelajari dan teliti lebih lanjut. Perubahan pola hidup dan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat, di antaranya berdampak pada pertumbuhan fisik yang
cepat pada anak-anak yang mengakibatkan terjadinya pergeseran pada usia
menarche mereka. Secara fisik mereka telah tumbuh besar seperti orang dewasa,
namun secara psikis mereka mungkin masih anak-anak. Dengan kata lain
diibaratkan dengan anak-anak yang terjebak pada tubuh orang dewasa. Dalam
kajian hukum Islam, wanita yang telah mengalami haid dianggap telah memasuki
usia kedewasaan. Sebagai orang dewasa, ia dikenakan kewajiban keagamaan dan
bertanggung jawab penuh atas perbuatan yang dilakukannya, padahal mereka masih
anak-anak. Itulah permasalahan
seputar wanita dengan problem kewanitaannya. Diduga banyak anggota masyarakat
yang belum memahami permasalahan ini. Sehingga memungkinkan kesimpangsiuran
dalam penyikapinya. Untuk itu perlu kiranya permasalahan ini dibahas dari segi
pandangan hukum Islamnya.
Kata Kunci:
menarche, haid
Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa peralihan antara
masa anak-anak dan dewasa yang terjadi antara usia 10-18 tahun. Saat memasuki
usia remaja, maka seseorang wanita mengalami masa pubertas terlebih dahulu.
Pada masa pubertas ini akan terjadi
percepatan pertumbuhan dan perkembangan fisik
dari anak-anak menjadi dewasa serta mengalami kematangan organ
reproduksi seksual. Masa pubertas pada wanita ditandai dengan pertumbuhan fisik
yang cepat, menarche, perubahan psikologis, dan timbulnya ciri-ciri kelamin
sekunder.[3]
Menarche dini atau haid pertama yang dialami wanita lebih cepat
dari kebiasaan secara umum merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari dan
teliti lebih lanjut. Pertumbuhan fisik yang cepat pada anak-anak mengakibatkan
terjadinya pergeseran pada usia menarche mereka. Secara fisik mereka telah
tumbuh besar seperti orang dewasa, namun secara psikis mereka mungkin masih
anak-anak. Dengan kata lain diibaratkan dengan anak-anak yang terjebak pada
tubuh orang dewasa. Dalam kajian hukum Islam, wanita yang telah mengalami haid
dianggap telah memasuki usia kedewasaan. Sebagai orang dewasa, ia dikenakan
kewajiban keagamaan dan bertanggung jawab penuh atas perbuatan yang
dilakukannya, padahal mereka masih anak-anak.
Itulah permasalahan
seputar wanita dengan problem kewanitaannya. Diduga banyak anggota masyarakat
yang belum memahami permasalahan ini. Sehingga memungkinkan kesimpangsiuran dalam
penyikapinya. Untuk itu perlu kiranya permasalahan ini dibahas secara tuntas
dari segi pandangan hukum Islamnya.
Haid
Dalam Kajian Hukum Islam
Dalam
wacana hukum Islam, terdapat tiga kategori darah yang keluar dari rahim wanita,
yaitu haid, Nifas, dan Istihadhah. Haid secara bahasa berarti mengalir. Haid
adalah darah yang keluar dari rahim melalui kemaluan wanita dalam kondisi
sehat, bukan disebabkan proses melahirkan dalam jangka waktu tertentu.[4]
Sebagian besar ulama menyatakan usia baligh bagi wanita itu di atas 9 tahun
menurut perhitungan tahun Kamariah. Jika sebelum itu, maka tidak dikategorikan sebagai darah
haid tapi merupakan darah penyakit/ istihadhah. Haid itu berlangsung sampai
akhir hayatnya; sampai usia menoupose (masa berakhir/berhentinya haid).[5] Menurut al-Sayid Sabiq darah haid itu ada
yang berwarna hitam, merah, kuning, atau abu-abu (antara putih dan hitam).[6]
Tidak
ditentukan masa minimal atau maksimal berlangsungnya haid tapi tergantung
kondisi masing-masing wanita yang bersangkutan secara individual. Para ulama
sepakat menyatakan bahwa tidak terdapat batasan
maksimal panjang masa suci di antara dua haid. Tetapi mereka berikhtilaf
tentang lama masa minimalnya. Sebagiannya menyatakan 15 hari, yang lain
menyatakan 13 hari. Hal ini karena tidak terdapat dalil tentang ketentuan
batasan masa minimal masa haid tersebut.[7]
Terdapat
perbedaan di kalangan para ulama tentang usia menoupose. Menurut Hanafiah usia 55 tahun, Malikiah usia 72 tahun,
Syafi’iah tidak menjelaskan kapan masa menoupose, tapi biasanya usia 62 tahun,
dan Hanabilah usia 50 tahun.[8]
Nifas
adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita disebabkan melahirkan walaupun
pada kondisi keguguran.[9]
Tidak terdapat batasan minimal masa nifas. Sebagian ulama menyatakan minimal
sesaat saja (sekejap) sekita melahirkan lalu berhenti setelah proses melahirkan
tersebut. Atau mereka yang melahirkan tanpa proses mengeluarkan darah.
Sedangkan kebanyakannya masa nifas itu 40 hari.[10]
Hal-hal
yang diharamkan ketika haid dan nifas menurut as-Sayid Sabiq adalah Puasa dan
Berhubungan Suami Istri. [11] Sedangkan Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa
hal-hal yang diharamkan bagi wanita haid sama dengan dalam kondisi junub,
yaitu:
1.Salat
2.Sujud
Tilawah
3.Menyentuh
Mushaf
4.Masuk
Masjid
5.Thawaf
6.I’tikaf
7.Membaca
al-Qur’an, namun kalangan Malikiah membolehkannya.
8.Puasa
9. Talak
10.Jima’
pada kemaluan sebelum berakhirnya haid
11.Jima’
pada selain kemaluan sebelum berakhirnya haid
12.Jima’
setelah berakhirnya haid tapi belum mandi[12]
Permasalahan
hukum bagi wanita yang haid dan Nifas:
1.Wajib
mandi ketika berakhirnya
2.Haid
merupakan tanda kedewasaan wanita dan dipandang cakap untuk kenakan kewajban
keagamaan (mukallaf).
3.Dihukumkan
bersihnya rahim bagi wanita yang menjalani iddah ketika ia mengalami haid
(karena ia tidak sedang hamil).
4.Menjadi
patokan untuk perhitungan masa iddah menurut Hanafiah dan Hanabilah. Menurut
mereka perhitungan tiga quru’ itu adalah tiga kali haid.[13]
Istihadhah
adalah berkelanjutan keluarnya dan mengalirnya pada selain masa haid dan nifas
karena sakit atau permasalahn secara fisik. [14]
Cara menentukan kondisi istihadhah:
1.Diketahui
masa haid sebelum terjadinya istihadhah
2.Berkelanjutan
keluarnya darah yang tidak dapat diketahui dan diprediksi kapan terjadinya.
Kadang masih dianggap haid dan tidak dapat membedakannya.
3.Tidak
merupakan kebiasaan. Jika bisa dibedakan antara darah haid dari selainnya maka
perlu dilakukan klarifikasi terlebih dahulu.[15]
Aspek
hukum terkait kondisi Istihadhah:
1.Tidak
diwajibkan mandi untuk mengerjakan salat, kecuali pada waktu berakhirnya masa haid.
Ini merupakan pendapat Jumhur ulama Salaf dan Khalaf.
2.Wajib
berwuduk setiap melaksanakan salat.
3.Mencuci
atau membersihkan kemaluannya untuk membersihkan darah Istihadhah (yang
merupakan najis).
4.Tidak
berwuduk sebelum masuknya waktu salat menurut Jumhur.
5.Diperbolehkan
berhubungan suami istri menurut Jumhur.
Dihukumkan
sama dengan kondisi suci. Tetap diwajibkan melaksankan salat, puasa, I’tikaf,
membaca/ menyentuh/ membawa al-Qur’an, dan mengerjakan setiap ibadah.[16]
Menarche Dini Dan Perkembangan Pada Usia Remaja
Menarche adalah haid pertama yang terjadi akibat proses sistem
hormonal yang kompleks. Setelah panca indra menerima rangsangan yang diteruskan
ke pusat
dan diolah oleh hipotalamus, dilanjutkan dengan hipofise melalui
sistem fortal dikeluarkan hormon gonatropik perangsang folikel
dan luteinizing hormon untuk merangsang indung telur. Hormon
perangsang folikel (FSH), merangsang folikel primordial yang di
dalam perjalanannya dominan mengeluarkan hormon esterogen
sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan tanda seks sekunder, ini juga
merupakan tanda-tanda remaja sedang mengalami pubertas.[17]
Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional adalah 10 sampai 19 tahun.[18]
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik,
emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia, sering disebut masa pubertas.
Masa remaja adalah periode peralihan dan masa anak ke masa dewasa.[19]
Pada masa remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik
(organobiologik) secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan
perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya perubahan besar ini umumnya
membingungkan remaja yang mengalaminya. Maka dipandang perlu akan adanya
pengertian, bimbingan dan dukungan dari linkungan di sekitarnya, agar dalam
sistem perubahan tersebut, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sehingga
kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat secara jasmani, rohani
dan sosial.[20]
Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan
sistem reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga
diperlukan perhatian khusus, karena bila timbul dorongan-dorongan seksual yang
tidak sehat akan menimbulkan prilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Para
ahli berpendapat bahwa
kesetaraan perlakuan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan dalam mengatasi
kesehatan reproduksi remaja, agar dapat tertangani secara tuntas .[21]
Perubahan fisik
pada masa remaja, pada masa remaja itu terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang
cepat disertai banyak perubahan, termasuk di
dalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi. Perubahan
yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai
berikut :
1. Tanda-tanda seks
primer
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber,
namun tingkat kecepatan antara organ satu dengan lainnya berbeda. Sebagai
kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah
permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan sel yang
hancur dari uterus secara berkala yang akan terjadi setiap 28 hari, hal ini
akan terus berlangsung sampai menjelang menopause.
2.
Tanda-tanda seks sekunder
a.Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti pada
laki- laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara
mulai berkembang. Bulu ketiak dan wajah mulai tumbuh setelah haid.
b.Pinggulpun mulai berkembang menjadi besar dan bulat.
c.Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan
puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan
berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar
dan bulat.
d.Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, dan pori-pori membesar. Akan tetapi beda dari
laki-laki, pada wanita kulit tetap lebih lembut.
e.Kelenjar lemak dan Kelenjar keringat lebih aktif.
Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dapat
menyebabkan bau.
f.Menjelang akhir masa puber otot semakin membesar dan
kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan, dan tungkai.
g.Suara berubah semakin merdu, suara serak jarang terjadi
pada wanita.[22]
Perubahan-perubahan
yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah:
1. Perubahan Emosi
a.Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas,
frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas.
b.Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau
rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah terjadi
perkelahian.
c.Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih
senang pergi bersama dengan temannya dari pada di rumah.
2.Perkembangan Intelegensi, pada perkembangan ini
menyebabkan remaja :
a.Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
b.Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga
muncul perilaku ingin mencoba-coba. Tetapi dari semua itu, proses perubahan
kejiwaan tersebut berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik.[23]
Pertumbuhan dan
Perkembangan moral remaja secara umum, sebagai berikut:
1. Perubahan konsep moral, perubahan konsep moral yang
khusus terjadi pada remaja menjadi konsep yang berlaku secara umum ter golong
sulit, baik yang berkaitan dengan benar-salah atau baik-buruk.
2.Kata hati yang mengendalikan tingkah laku. Tidak seperti
masa anak-anak, remaja tidak bisa lagi diawasi secara intensif oleh orang tua
dan guru, sehingga mau tidak mau remaja harus bertanggung jawab untuk
mengendalikan diri dan tingkah lakunya. Pengendalian utama remaja memang bukan
lagi terfokus pada orangtua atau guru, tetapi pada hatinya, yaitu perasaan
khawatirnya dari hukuman dan penolakan sosial sehingga mencegahnya dari
perbuatan salah atau memotivasinya untuk berbuat baik.
3.Minat dan perilaku seks, tekanan-tekanan sosial, terutama
minat remaja pada seks dan keingintahuan tentang seks mendorong rmaja untuk
menjalin berbagai hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Karena
minat pada seks yang semakin meningkat, remaja selalu berusaha mencari informasi
yang lebih banyak tentang seks.
4.Perkembangan heteroseksual, mengingat pembentukan
hubungan baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis merupakan masalah yang
serius bagi remaja, ketika telah matang secara seksual, remaja mulai
mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya dan juga mengembangkan minat
pada berbagai kegiatan yang melibatkan kedua jenis kelamin itu. Apabila
kematangan seksualnya telah tercapai, minat seks itu lebih romantis.
Dalam ilmu kesehatan, pembahasan menarche dini ini erat kaitannya dengan
pembahasan pubertas sebelum usia normal yang disebut pubertas dini atau
pubertas prekoks (precocious puberty). Anak yang memiliki pubertas dini
sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pubertas, meskipun misalnya usianya baru 5
tahun. Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut:
1.Pada anak perempuan: perkembangan payudara, pertumbuhan
rambut kemaluan dan ketiak, pertumbuhan tinggi badan yang pesat, menstruasi
pertama (menarche), jerawat, dan bau badan.
2.Pada anak Laki-laki: pembesaran testis dan penis,
pertumbuhan rambut kemaluan, ketiak dan wajah, pertumbuhan tinggi badan yang
pesat, suara lebih berat, jerawat, dan bau badan. [24]
Diperkirakan bahwa
sekitar 1 dari 5.000 anak mengalami pubertas dini, sepuluh kali lebih sering
terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Secara umum
anak-anak sekarang lebih cepat memulai pubertas dibandingkan generasi
kakek-nenek mereka, meskipun tidak semuanya dikategorikan pubertas dini.[25]
Pubertas dini dapat
disebabkan oleh penyebab tertentu atau tanpa sebab lain. Kondisi yang dapat
menyebabkan pubertas dini adalah masalah struktural dalam otak (misalnya
tumor), cedera otak akibat trauma kepala, infeksi (seperti meningitis), masalah
di indung telur, atau tumor kelenjar adrenal/kelenjar pituitari/kelenjar tiroid. Paparan
terhadap hormon seks seperti krim/salep estrogen atau testosteron, atau zat
lain yang mengandung hormon tersebut seperti obat-obatan atau suplemen
untuk orang dewasa juga dapat meningkatkan risiko anak
mengalami pubertas dini. Untungnya, kondisi-kondisi tersebut sangat jarang
terjadi. Pada sebagian besar perempuan, pubertas dini tidak disebabkan oleh
masalah lain yang mendasari. Mereka hanya memulai pubertas lebih awal saja,
tanpa suatu sebab tertentu.[26]
Menurut penelitian
Agres Vivi Susanti menyatakan bahwa
faktor yang menyebabkan resiko kejadian menarche dini adalah rendahnya asupan serat dan tingginya asupan
lemak maupun kalsium, di mana faktor resiko paling dominan adalah asupan serat
yang rendah. Riwayat ibu yang mengalami menarche dini dan asupan tinggi protein
hewani beresiko kecil terhadap kejadian menarche dini. Akan tetapi rendahnya
asupan protein nabati terbukti beresiko terhadap usia menarche dini.[27]
Pada anak
laki-laki, pubertas dini memang jauh lebih jarang terjadi namun lebih mungkin
terkait dengan masalah lain yang mendasari. Selain itu, sekitar 5% pubertas
dini pada laki-laki adalah kondisi yang diwariskan, yaitu ayah atau kakek
mereka juga memiliki kelainan tersebut di waktu kecil. Kurang dari 1% pubertas
dini pada anak perempuan yang merupakan kondisi warisan.
Dampak Pubertas ini
antara lain: satu, tinggi badan. Pubertas dini dapat membuat anak menjadi orang
dewasa yang pendek. Ketika pubertas berakhir, pertumbuhan tinggi badan anak
terhenti. Karena memulai pubertas lebih awal, mereka juga mengakhirinya
lebih awal yaitu di umur ketika anak-anak lain seusianya masih terus tumbuh.
Mereka memang mengalami pertumbuhan pesat di awal, tetapi pertumbuhan
mereka berhenti sebelum mencapai potensi maksimalnya. Kedua, Emosional dan sosial:
pubertas dini bisa menyulitkan seorang anak secara emosional dan sosial.
Seorang anak perempuan yang mengalami pubertas dini mungkin bingung atau
malu dengan perubahan fisik seperti memiliki payudara yang membesar
sebelum waktunya. Mereka dapat menjadi murung atau mudah tersinggung. Anak
laki-laki bisa menjadi lebih agresif dan menunjukkan gairah seks yang
tidak pantas untuk usia mereka.[28]
Penanganan secara
psikologis perlu dilakukan untuk mencegah anak selalu memikirkan perkembangan
seksualnya atau menjadi rendah diri dan kurang percaya diri. Untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung, orangtua perlu menahan diri untuk tidak
berfokus pada penampilan tetapi lebih banyak memberikan pujian
untuk prestasi-prestasinya dan mendukung partisipasi anak Anda dalam kegiatan-kegiatan
yang positif.[29]
Al-Qur’an menjelaskan tentang fase kehidupan manusia dalam surat Ar-Rum/30 ayat 54:
Allah, dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, Kemudian dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, Kemudian dia
menjadikan (kamu) sesudah Kuat itu lemah (kembali) dan beruban. dia menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya dan dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan terdapat tiga fase
kehidupan yaitu: (1) fase kanak-kanak (al-thifl), fase seseorang lemah
atau bayi (2) fase baligh, fase seseorang menjadi kuat dan dewasa (3) fase usia
lanjut, kondisi tubuh kembali melemah. Fase yang mendekati maknanya dengan
pubertas adalah fase baligh. Individu yang telah mencapai fase baligh telah
diberi tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.
Haid Adalah Pertanda Kedewasaan/ Baligh Seorang Wanita
Menurut Hukum Islam
Haid, hamil,
melahirkan, dan menyusui adalah peran kodrati perempuan yang terkait dengan
reproduksi biologis.[30]
Peran ini tidak dapat digantikan atau dipertukarkan dengan laki-laki.[31]
Secara biologis
menstruasi merupakan siklus reproduksi yang menandai sehat dan berfungsinya
organ-organ reproduksi perempuan. Menstruasi menandakan kematangan seksual
seorang perempuan dalam arti ia mempunyai ovum yang siap dibuahi, bisa hamil, dan
melahirkan anak. Dalam bahasa agama kita menyebut siklus ini dengan haid.[32]
Siklus menstruasi
adalah suatu perubahan fisiologis yang terjadi tiap bulanan pada wanita usia
subur. Rata-rata lama siklus haid normal adalah 28 hari. Interval normal yang
masih dianggap wajar adalah jika lama siklus berlangsung 21-35 hari.
Penghitungan siklus haid ini bermanfaat untuk pengenalan kapan masa subur atau
ovulasi.[33]
Pada siklus haid, juga terjadi perubahan di sistem lain
seperti kelabilan emosi, rasa tegang di payudara, mudah marah dan sensitif.
Kejadian menstruasi pertama kali dinamakan menarche, dan normalnya terjadi pada
usia 12-13 tahun, dan berhentinya siklus menstruasi dinamakan menopause, dengan
rata-rata kejadian menopause pada usia 45-55 tahun.[34]
Islam memberikan penghormatan kepada perempuan yang
sedang haid. Ini berbeda dengan tradisi agama Yahudi misalnya, yang memandang
perempuan yang sedang haid adalah najis sehingga harus diasingkan dari kampung
halamannya. Dalam Islam, haid dipandang sebagai siklus bulanan biasa. Perempuan
yang sedang haid bebas bergaul dengan semua orang dan bebas berhubungan dengan
suaminya kecuali melakukan hubungan suami istri.
Pandangan teologis agama Yahudi yang demikian negatif ini
kemudian ditentang oleh al-Qur’an dan dipertegas dalam hadis. Hal ini tampak
ketika kita melihat sebab turunnya (asbab al-nuzul) ayat
QS. Al-Baqarah/2: 222. Diriwayatkan oleh Muslim bahwa sekelompok sahabat Nabi bertanya kepada Nabi
tentang perilaku orang Yahudi yang tidak mau makan bersama dan bergaul dengan
istrinya di rumah ketika si istri haid. Sebagaimana diriwayatkan:
Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal dari Anas. Dalam hadis tersebut diceritakan
bahwa jika perempuan Yahudi haid, masakannya tidak dimakan dan ia tidak boleh
berkumpul bersama keluarga di rumahnya. Salah seorang sahabat menanyakan hal
itu kepada Nabi, kemudian Nabi berdiam sementara maka turunlah ayat tersebut di
atas. Setelah ayat itu turun, Rasulullah bersabda "Lakukanlah segala sesuatu (kepada isteri yang sedang haid)
kecuali bersetubuh". Pernyataan Rasulullah ini sampai kepada
orang-orang Yahudi, lalu orang-orang Yahudi dan mantan penganut Yahudi seperti
shock mendengarkan pernyataan tersebut. Apa yang selama ini dianggap tabu
tiba-tiba dianggap sebagai hal yang alami. Kalangan mereka bereaksi dengan
mengatakan apa yang disampaikan oleh laki-laki itu (Rasulullah) adalah suatu
penyimpangan dari tradisi besar kita. Usayd bin Hudayr dan Ubbad bin Basyr
melaporkan reaksi tersebut kepada Rasulullah; lalu wajah Rasulullah berubah
karena merasa kurang enak terhadap reaksi tersebut dan kami (Usayd ibn Hudayr
dan Ubbad bin Basyr) mengira beliau marah kepada mereka berdua. Mereka berdua
langsung keluar (sebelumnya) beliau menerima air susu hadiah dari mereka
berdua. Lalu Rasulullah mengutus orang untuk mengejar mereka dan memberi mereka
minum susu, sehingga mereka berdua tahu bahwa Rasulullah tidak marah kepada
mereka.[35]
Lalu turunlah ayat
QS. Al-Baqarah/2:222:
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah
suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. QS. al-Baqarah/2: 222.[36]
Diceritakan dalam
hadis, bahwa Rasulullah pun tidak pernah melakukan suatu tindakan diskriminatif
terhadap istri-istrinya yang sedang haid.[37] Perempuan
yang sedang haid tidak diperbolehkan melakukan ibadah-ibadah tertentu.
Persoalan ini sering disalahfahami bahwa perempuan itu qalil ad-din (kurang agama)nya. Karena mereka terhalang untuk
melaksanakan ibadah-ibadah tertentu ketika haid. Atau sering juga difahami
bahwa sebagai kecemburuan mereka tidak diperkenankan untuk melaksanakan
ibadah-ibadah tertentu ketika haid. Ibadah-ibadah itu antara lain salat, puasa,
thawaf, dan i’tikaf.
Ini tidak berarti
didiskriminasikan. Karena mentaati perintah Allah sama nilainya dengan menjauhi
larangan-Nya. Jika dalam keadaan suci perempuan berhak mendapatkan pahala
karena menjalankan perintah-Nya. Dalam kondisi haid merekapun berhak
mendapatkan pahala karena patuh untuk meninggalkan larangan-Nya.[38]
Secara umum dapat
dikatakan bahwa paradigma dasar fiqh tentang haid, nifas, dan istihadhah merupakan
kelanjutan dari ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis. Artinya fiqh
Islam tidak memposisikan perempuan yang sedang haid, nifas dan istihadhah sebagai
kelompok manusia yang kotor dan perlu diisolasi. Fiqh memandang status mereka
sama dengan orang yang sedang mengalami hadas besar (suatu kondisi yang
mewajibkan seseorang untuk mandi wajib sebelum melakukan ibadah tertentu)
seperti orang yang habis bersetubuh dan laki-laki yang mengeluarkan sperma.
Dalam perspektif fiqh, hadas baik besar maupun kecil (suatu kondisi yang
mewajibkan seseorang untuk berwuduk sebelum melakukan ibadah tertentu seperti
habis kencing, buang air besar, dan tidur) dianggap sebagai sesuatu yang
alamiah, temporer dan aksidental dan dialami oleh setiap manusia. Sehingga hadas
sama sekali bukan hal yang dipandang negatif. Dengan menempatkan haid,
nifas, dan istihadhah sejajar dengan kondisi-kondisi hadas yang
lain, maka fiqh sesungguhnya telah meletakkan proses reproduksi perempuan ini
sebagai bagian dari kodrat perempuan yang perlu diberikan solusi hukumnya.[39]
Dalam tradisi fiqh, terdapat lima hukum yang berkaitan
dengan perempuan haid, sebagaimana yang dirumuskan oleh para ahli fiqh. Yakni:
1.Perempuan yang haid wajib mandi setelah selesai masa
haidnya
2.Haid sebagai pertanda baligh.
3.Penentuan kosongnya rahim seorang perempuan pada masa
iddah dengan haid. Sebab, pada dasarnya hikmah iddah adalah untuk mengetahui
kosongnya rahim.
4.Penghitungan mulainya masa iddah dengan haid, menurut
mazhab Hanafi dan Hanbali. Karena mereka memaknai lafaz tsalasata quru’ dengan
haid. Iddahnya perempuan yang tidak hamil otomatis selesai dengan selesainya
haid yang ketiga dan haid yang terjadi ketika talak tidak terhitung. Sedangkan menurut
mazhab Maliki dan Syafi’i quru’ berarti al-thuhru,
maka penghitungan iddah dimulai dengan masa suci dan berakhirnya masa iddah
dengan mulainya haid yang ketiga. Masa suci saat jatuhnya talak terhitung dalam
hitungan tsalasata quru’walaupun cuma sebentar.
5.Ditetapkannya kafarah atau hukuman karena
melakukan jima pada masa haid.[40]
Pandangan Para Fuqaha Tentang Konsep Mukallaf
Dalam kajian Ushul Fiqh, pembahasan tentang mukallaf;
seseorang yang dipandang cakap dihadapan hukum untuk menerima hak, dikenai
kewajiban, dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang muslim, dikaji dalam
pembahasan mahkum ‘alaih (subjek hukum).
Ulama ushul fiqih sepakat bahwa mahkum ‘alaih (subjek hukum) adalah mukallaf yang diartikan sebagai orang yang dibebani hukum atau
orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan
perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Tindakan hukum yang dilakukan
mukallaf akan dimintai pertanggungjawabannya baik di dunia maupun di akhirat.[41]
Syarat mahkum ‘alaih itu sebagai berikut:
1.Mengetahui dan memahami syari’at. Ia harus mampu memahami
nash-nash hukum yang dibebankan al-Qur’an dan Sunnah baik yang langsung maupun
melalui perantara.
2.Pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap syari’at
sangat terkait dengan kesempurnaan akal seorang muslim tersebut.
3.Kelayakan (ahliah) seorang muslim dalam menerima
pembebanan hukum syara’. Ahliah secara
adalah sifat yang menunjukkan seseorang itu telah sempurna jasmani dan akalnya,
sehingga seluruh tindakannya dapat dinilai oleh syara’.[42]
Kemampuan bertindak hukum seseorang tidak datang secara sekaligus, melainkan
secara berangsur-angsur melalui tahapan-tahapan tertentu, sesuai tingkat
perkembangan jasmani dan akalnya. Atas dasar itu, maka ulama ushul fiqh membagi
ahliah kepada dua bagian sebagai berikut:
a.Ahliah al-Wujub, yakni kelayakan seseorang untuk mendapatkan hak dan kewajiban, tetapi
belum cakap atau mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Misalnya ia telah
berhak menerima hibah, akan tetapi ia tidak sah memberikan hibah. Ia telah dianggap
berhak menerima perintah ibadah, tetapi ia belum dianggap mampu untuk
melaksanakannya seperti salat, puasa, maupun ibadah lainnya. Kalaupun dia
menunaikannya, semua itu dianggap sebagai pendidikan, pembinaan, dan
pembiasaan. Ahliah al-wujub ini, merupakan kemampuan yang diberikan dan
dimiliki oleh seluruh manusia tanpa kecuali.
b.Ahliah al-Ada’, yakni kecakaan seseorang untuk melaksanakan kewajibannya secara syar’i.[43]
Secara etimologi, ahliah
maknanya adalah al-shalahiah; kepantasan atau kelayakan. bila ada
seseorang yang memilki kemampuan dalam satu bidang maka dia dianggap ahli.
Adapun secara terminologi, para ahli ushul mendefinisikan ahliah merupakan: suatu sifat yang dimiliki
seseorang yang dijadikan ukuran oleh Syari’ untuk menentukan seseorang telah
cakap dikenai tuntutan syara’.
Dalam subjek hukum
dijelaskan bahwa di antara syarat subjek hukum adalah kecakapan untuk memikul
beban hukum yaitu kemampuan dikenai hukum dan kemampuan berbuat hukum.Adapun
kemampuan atau kecakapan dikenai hukum atau ahliyah
al-wujub berlaku untuk seseorang dalam kapasitas sebagai manusia; dimulai
dari janin dalam perut ibunya, kemudian lahir, berkembang, sampai dewasa dan
berakhir dengan kematian. Dan kemampuan atau kecakapan untuk berbuat hukum atau
ahliyah al-ada’ tidak berlaku untuk
semua manusia. Kecakapan ini dibatasi oleh syarat-syarat tertentu, dalam hal
ini adalah baligh dan berakal. Bila seseorang sudah mencapai umur dewasa yang
menurut biasanya diiringi dengan kemampuan akal, maka ia dinyatakan cakap untuk
melaksanakan hukum atau mukallaf.[44]
Keadaan Manusia Dikorelasikan dengan ahliyah
al-wujub dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.Ahliyah al-wujub al-naqisah; manusia terkadang mempunyai ke-ahliyah-an yang kurang sempurna, artinya apabila
hanya pantas baginya diberikan beberapa ketentuan namun tidak hak, wajib
atasnya beberapa kewajiban, atau sebaliknya. Ulama memberikan contoh
janin dalam kandungan ibunya. Sesungguhnya janin itu mempunyai beberapa
hak, di antaranya: hak menerima harta pusaka dan hak menerima wasiat, tetapi ia
tidak dikenakan atas kewajiban-kewajiban orang lain.
2.Ulama ushul fiqh sepakat bahwa ada empat hak bagi janin yang dalam
kandungan, yaitu: a). Hak keturunan dari ayahnya. b). Hak warisan dari pewarisnya
yang meninggal dunia. Dalam kaitannya, bagian harta yang harus dia terima
diperkirakan dari jumlah terbesar yang akan ia terima yakni bagian anak
laki-laki. Maka apabila terlahir wanita, maka kelebihan bahagian yang
diancar-ancar tadi dikembalikan kepada ahli waris yang lain. c).Wasiat yang ditunjukan kepadanya, dan d).
Harta wakaf yang ditujukan kepadanya.
3.Ahliyah al-wujub al- kamilah, manusia terkadang mempunyai kelayakan seseorang
dikarenakan layaknya ada hak-hak dan kewajiban padanya secara permanen, artinya
apabila pantas baginya diberikan hak dan kewajiban. Keahlian ini bersifat
permanen bagi semua manusia sejak ia lahir, jadi setiap orang sejak masa
kanak-kanak hingga baligh/ dewasa dan dalam keadaan bagaimanapun, memiliki ahliyah
al-wujub secara sempurna, dan kondisi ini dimiliki oleh setiap orang,
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak mempunyai ahliyah
al-wujub. Patokan bagi adalah dzimmah (pengakuan) atas keberadaan/
kemanusiaan seseorang itu.
Tolak ukur ahliah al-ada’ adalah akal, bila akal
sempurna maka sempurna pulalah ahliah atau kelayakannya dalam menerima
hak dan melaksanakan seluruh kewajibannya—sehingga seluruh perbuatannya yang
baik maupun buruk harus dipertanggungjawabkan secara Syar’i. Manusia sebagai
subyek hukum, bila dikaitkan dengan ke-ahli-an ini, maka terbagi menjadi
3 (tiga) tingkatan sebagai berikut:
a.'Adim al-Ahliah: manusia
secara determinis terkadang tidak mempunyai keahlian melaksanakan, atau
kehilangan keahlian melaksanakan. Dalam hal ini berlaku pada anak-anak
(semenjak lahir sampai sebelum masa mumayiz). Anak-anak dinyatakan tidak
mempunyai akal, juga tidak memiliki keahlian melaksanakan, dan segala ucapan
maupun perbuatan tidak kenai syara’. Maka seluruh akad dan pengelolaan (tasharruf)
yang dilaksanakannya dianggap batal. Apabila mereka melakukan tindak pidana
terhadap jiwa atau harta orang lain, maka hukuman baginya dikenai hukuman harta
bukan hukuman fisik. Jadi apabila anak-anak itu membunuh atau merusak harta
orang lain maka hukumannya adalah denda—yang diambil dari hartanya atau orang
tuanya--atas harta yang dirusak atau pembunuhan yang telah mereka lakukan, dan
tidak diberlakukan hukumam qishash bagi mereka.
b.Ahliah al-Ada’
al-Naqishah, manusia terkadang
tidak sempurna dalam ahliah al-ada’-nya, yaitu saat anak usia remaja (mumayiz).
Hal ini berarti mencakup anak-anak yang masih dalam usia remaja sebelum ia
baligh. Remaja itu sah secara pribadi tanpa perantara untuk mengelola sesuatu
yang berguna, seperti menerima hibah dan sedekah tanpa harus mendapatkan izin
terlebih dahulu dari walinya. Adapun mengelola sesuatu secara pribadi tanpa
perantara yang merugikannya seperti transaksi jual beli yang merugikannya, maka
perbuaatannya dianggap tidak sah. Sementara tindakannya dalam mengelola sesuatu yang berpotensi bisa
mengguntungkan dan juga bisa merugikannya, dianggap sah pengelolaannya setelah
ada izin dari walinya.
c.Ahliah al-Ada’
al-Kamilah, manusia terkadang
sempurna dalam ke-ahliyahan melaksanakan (ahliah al-ada’).
Yaitu orang yang telah sampai pada usia dewasa dan berakal, Sehingga ahliah
al-ada’ yang sempurna dinyatakan dengan kedewasaan atau akalnya. Dalam hal
ini para ulama mendasarkan pendapatnya dengan merujuk kapada surah QS.
al-Nisa/4: 6 berikut:
Dan ujilah[45]
anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah
kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih
dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya)
sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka
hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa
yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian
apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan
saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu).
Ahliah
al-wujub itu bersifat
permanen bagi manusia selama masih memiliki sifat kemanusiaan, meskipun
manusia itu masih dalam kondisi janin dalam perut ibunya, dan akan sempurna
ketika ia dilahirkan ke dunia. Selama hidup ke-ahliahan ini tidak akan
menjadi berkurang atau hilang.
Adapun ke-ahliahan ’ada itu tidak permanen bagi
manusia sehingga seorang dikatakan mempunyai ke-ahliyah-an penuh ketika sudah baligh dan berakal.
Tapi terkadang ada berbagai penghalang dalm ke-ahliahan-nya itu. Terkadang
terjadi, seseorang yang telah mempunyai kemampuan yang sempurna mengalami
halangan yang mengurangi atau menghilangkan
kemampuannya.
Ahliah al-ada’ itu adalah kemampuan membedakan sesuatu dengan pertimbangan akal,
sedangkan indikasinya adalah sifat kedewasaan.
Maka orang yang telah dewasa dan berakal, ahliah al-ada’-nya
dianggap sempurna. Oleh sebab itu apabila datang sesuatu yang baru keadaan atau
kondisi belakangan (tidak sejak semula), sedang dampaknya dapat menghilangkan
akal orang dewasa tersebut, atau sesuatu yang dapat melemahkannya, atau keadaan
yang dapat menghilangkan kecerdasannya, maka sesuatu yang baru itu dapat
menjadi penghalang yang menyebabkan
seseorang itu dianggap kurang
atau mungkin tidak cakap sama sekali.
Di sini ditemukan sisi humanistik hukum Islam. Islam
dalam berbagai demensinya, sepanjang sejarah kemanusiaan akan tetap sesuai
dengan fitrah dan kebutuhan manusia. Allah yang telah menciptakan kita, maka
tentu saja Dia pulalah yang lebih tentang kebutuhan kita. Sesungguhnya keadaan
manusia yang demikian itu, terkadang menyebabkan mereka tidak cakap sehingga
terhalang untuk melakukan aktivitas-aktivitas hukum. Para ulama ushul memabagi
sifat penghalang yang dapat mengurangi atau menghilangkan kecakapan seseorang
itu kepada 2 (dua) bagian, yaitu:
1.Ada yang berasal dari ketentuan Allah; di luar kekuasaan
atau kemampuan manusia untuk menghindarinya; yang dinamakan (awaridh
al-samawiah). Awaridh al-samawiah ini bersifat given.
2.Dan yang berasal atau memiliki porsi dari perbuatan atau
usaha mukallaf sendiri yang
dinamakan awaridh al-muktasabah.[46]
Kedua bentuk halangan yang menyebabkan berubahnya kecakapan bertindak hukum
seseorang. Para ulama berbeda dalam pengklasifikasian hal-hal yang termasuk awaridh
al-samawiyah dan awaridh al-muktasabah, seperti
ilustrasi berikut ini:
Tabel 1
‘Awaridh
al-Samawiyah
No
|
‘Awaridh al-Samawiyah
|
Pendapat Fuqaha
|
||
Wahbah al-Zuhaili
|
Amir Syarifuddin
|
Nasrun Haroen
|
||
1
|
Gila
|
V
|
V
|
V
|
2
|
Anak Kecil
|
V
|
||
3
|
Idiot
|
V
|
V
|
V
|
4
|
Lupa
|
V
|
V
|
V
|
5
|
Tertidur
|
V
|
V
|
|
6
|
Kondisi Koma
|
V
|
||
7
|
Perbudakan
|
V
|
V
|
|
8
|
Sakit
|
V
|
V (sakit sebelum meninggal)
|
|
9
|
Haid
|
V
|
||
10
|
Nifas
|
V
|
||
11
|
Meninggal
|
V
|
||
12
|
Pingsan
|
V
|
Tabel
2
‘Awaridh al-Muktasabah
No
|
‘Awaridh al-Muktasabah
|
Pendapat Fuqaha
|
||
Wahbah Zuhaili
|
Amir Syarifuddin
|
Nasrun Haroen
|
||
1
|
Bodoh
|
V
|
V
|
V
|
2
|
Mabuk
|
V
|
V
|
V
|
3
|
Bermain-Main
(Olok-Olok)
|
V
|
||
4
|
Safih
|
V
|
V
|
V
|
5
|
Tersalah
|
V
|
V
|
V
|
6
|
Dalam Perjalanan
|
V
|
V
|
|
7
|
Terpaksa
|
V
|
V
|
V
|
8
|
Meninggal
|
V
|
||
9
|
Sakit
|
V
|
Dari daftar tabel
di atas, antara Wahbah al-Zuhaili, Amir Syarifuddin, dan Nasrun Haroen,
terdapat perbedaan dalam pengklasifikasian suatu halangan itu termasuk kategori
‘awaridh al-samawiah dan ‘awaridh al-muktasabah, misalnya kondisi
sakit dan meninggal pada kedua tabel di atas. Wahbah al-Zuhaili memasukkan
kondisi sakit dan meninggal sebagai ‘awaridh al-samawiah, sedangkan Amir
Syarifuddin memasukkan keduanya ke dalam kategori‘awaridh al-muktasabah. Menurut
hemat penulis, bisa saja halangan-halangan yang termasuk sekaligus masuk ke
dalam kategori ‘awaridh al-samawiah dan ‘awaridh al-muktasabah.
Ataupun bertukar tempat dari halangan yang tergolong ‘awaridh al-samawiah
lalu berubah menjadi ‘awaridh al-muktasabah, ataupun sebaliknya. Kondisi
ini tergantung pada faktor yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya
halangan tersebut. Jika yang dominan adalah faktor kehendak Allah; di luar
kekuasaan atau kemampuan manusia untuk menghindarinya, maka halangan tersebut
termasuk kategori ‘awaridh al-samawiah contoh: seseorang meninggal
karena sudah tua renta, faktor usia. Tapi pada halangan yang sama,
tapi faktor yang dominannya adalah perbuatan atau usaha mukalaf itu sendiri, maka termasuk
kategori ‘awaridh al-muktasabah seseorang yang meninggal dunia
disebabkan kecelakaan lalu lintas karena yang bersangkutan kebut-kebutan atau
ugal-ugalan dalan berkendaraan.
Pandangan Para
Fuqaha Terhadap Menarche Dini
Menarche
adalah haid yang pertama kali datang. Sebelum seorang wanita siap menjalani
masa reproduksi, terdapat masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
kedewasaan yang lebih dikenal dengan masa pubertas. Permulaan masa pubertas
yang sering disebut sebagai pematangan fungsi reproduksi, pada perempuan
ditandai dengan haid. Remaja putri yang telah memasuki masa pubertas akan
mengalami menarche.[47]
Terjadi perbedaan tentang usia
seorang anak perempuan di Indonesia mengalami menarche. Ada yang menyatakan bahwa
menarche terjadi
sekitar umur 10-11 tahun.[48]
Adapula yang berpendapat bahwa usia remaja putri pada waktu mengalami menarche
bervariasi lebar, yaitu antara usia 10–16 tahun, tetapi rata-rata terjadi pada
usia 12,5 tahun.[49]
Di
Amerika sekitar 95% anak perempuan mempunyai tanda pubertas pada umur 12 tahun
dan umur rata-rata 12,5 tahun. Usia untuk mencapai fase terjadinya menarche
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor suku, genetik, sosial, ekonomi,
dan lain-lain. Di Inggris usia rata-rata untuk mencapai menarche adalah 13,1 tahun, sedangkan suku Bunding
di Papua, menarche pada usia 18,8 tahun. Bahwa di Indonesia gadis remaja pada
waktu Menarche bervariasi antara 10-16 tahun dan rata-rata Menarche 12,5 tahun,
usia Menarche lebih dini di daerah perkotaan dari pada yang tinggal di Desa dan
juga lebih lambat wanita yang kerja berat.[50]
Menurut
Waryana, menarche yaitu biasanya terjadi pada usia 12-13 tahun. Cepat atau
lambatnya kematangan seksual meliputi menstruasi, dan kematangan fisik
individual, juga di pengaruhi faktor ras atau suku bangsa, faktor iklim, cara
hidup yang melingkungi anak. Usia menarche adalah menstruasi pertama yang
biasanya terjadi pada perempuan umur 12-13 tahun dalam rentang umur 10-16
tahun. Dalam keadaan normal menarche diawali dengan periode pematangan yang
dapat memakan waktu 2 tahun. Menarche merupakan tanda diawalinya masa puber
pada perempuan.[51]
Seiring
dengan perubahan pola hidup saat ini ada kecenderungan anak perempuan
mendapatkan menstruasi yang pertama kali usianya makin lebih muda. Ada 2 faktor
yang menyebabkan terjadinya menstruasi datang lebih dini, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal biasanya terjadi karena adanya
ketidakseimbangan hormonal yang dibawa sejak lahir. Kondisi ini kemudian dipicu
pula oleh faktor eksternal, seperti makanan (terutama junkfood), lingkungan
yang modern serta tingkat kemakmuran masyarakat di suatu daerah.[52]
Dari
uraian sebelumnya, difahami bahwa usia menarche itu wanita Indonesia 10-16
tahun dengan rata-rata 12,5 tahun. Telah terjadi perubahan dalam banyak hal
pada pola kehidupan masyarakat, termasuk di Indonesia. Perubahan tersebut juga
berdampak pada usia menarche. Pada sebagian
mereka, menarche terjadi lebih awal dari yang berlaku di masyarakat secara
umumnya. Dengan demikian, menarche sebelum usia 10 tahun, dapat dikategorikan sebagai menarche
dini.
Menjawab
permasalahan ini, dalam kajian fiqh, pembahasan menarche ini, tentu saja dikaji
dalam bahasan dima’ al-mar’ah, yakni haid. Haid adalah darah yang keluar
dari rahim melalui kemaluan wanita dalam
kondisi sehat, bukan disebabkan proses melahirkan dalam jangka waktu tertentu.[53]
Sebagian besar ulama menyatakan usia baligh bagi wanita itu di atas 9
(sembilan) tahun[54]
menurut perhitungan tahun Kamariah. Jika sebelum itu, maka tidak dikategorikan
sebagai darah haid tapi merupakan darah fasad atau istihadhah. Haid itu
berlangsung sampai akhir hayatnya; sampai usia menoupose (masa berakhir/
berhentinya haid).[55]Jika
tidak mengalami haid atau haidnya datang lebih lambat atau belakangan, maka
balighnya ditetapkan pada usia 15 (lima
belas tahun).[56]
Itulah
di antara pendapat para ulama yang ditemukan dalam kitab fiqh. Pada masyarakat
di tempat para ulama fiqh tersebut tinggal, mungkin seperti itulah kebiasaan yang
berlaku pada perempuan dalam menghadapi kondisi menarche. Mereka mendapati bahwa
perempuan itu mengalami menarche pada usia di atas 9 (sembilan) tahun. Dan bagi
perempuan yang terlambat atau haidnya lebih belakangan dari kebiasaan yang
berlaku dari kebiasaan umum di masyarakat, maka balighnya ditetapkan pada
usia 15 (lima belas tahun).
Adapun
jika ditinjau dengan kondisi yang berlaku di Indonesia, bahwa usia menarche itu
wanita Indonesia 10-16 tahun dengan rata-rata 12,5 tahun. Maka menarche sebelum
usia 10 tahun
dapat dikategorikan dengan menarche dini.
Apabila menggambil pendapat para ulama sebelumnya bahwa darah yang
keluar dari rahim perempuan sebelum usia menarche; maka darah tersebut tidak
dikategorikan sebagai darah haid tapi merupakan darah fasad atau istihadhah.
Pada
hal kondisi ini akan berlanjut sebagaimana halnya haid; yang berlangsung
sepanjang hidupnya sampai ia mengalami menaupouse. Perempuan yang mengalami
menarche dini, memberlakukan darah yang keluar dari rahimnya tersebut sebagai
darah fasad atau istihadhah sampai yang bersangkutan memasuki usia menarche
yang berlaku secara umum di Indonesia; yakni 10 (sepuluh) tahun sebagai bataas
bawah (minimal).
Namun sebagaimana yang dipahami dalam kajian ilmu
kesehatan, bahwa darah yang keluar dari rahim perempuan tersebut adalah
haid; haid yang terjadi lebih dini atau
lebih awal dibandingkan dengan kondisi yang berlaku umum pada masyarakat
tersebut. Menurut penulis
lebih tepat kiranya kondisi ini dihukum sebagai haid dengan segala konsekuensi
hukum yang terkait.
Karena jika dihukumkan darah fasad atau istihadhah, pada kondisi ini adalah
haid yang datang setiap bulannya pada perempuan tersebut. Bukan darah
istihadhah yang terjadi karena faktor kondisi fisik yang sakit, kelelahan, atau
beban fikiran yang berat.
Pandangan
Hukum Islam Terhadap Hubungan
Menarche Dini Dan Kemukallafan Yang Bersangkutan
Syarat mahkum
‘alaih; orang yang dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang
dilakukannya (mukallaf) itu sebagai berikut:
1.Mengetahui dan memahami syari’at. Ia harus mampu memahami
nash-nash hukum yang dibebankan al-Qur’an dan Sunnah baik yang langsung maupun
melalui perantara. Sebab orang yang tidak orang
mampu memahami dalil taklif tidak akan dapat mengikuti apa yang
dibebankan kepadanya dan memahami maksudnya.
Kemampuan untuk memahami dalil itu hanya diperoleh
melalui akal. Sebab akal adalah alat untuk memahami dan mengetahui sesuatu.
Dengan akallah kemampuan itu dapat terbimbing. Namun karena akal itu merupakan
sesuatu yang tidak dapat diindrawi secara lahiriah, maka Syar’i telah
menghubungkan taklif dengan hal yang nyata dan dapat diindra, dan yang
menjadi asumsi bagi akal, yaitu kedewasaan.[57]
Maka orang yang telah mencapai tingkat kedewasaan tanpa menampakkan sifat-sifat
yang merusak akalnya, berarti telah sempurna untuk terkena beban hukum.
Atas dasar itulah orang gila dan anak-anak tidak dikenai
beban hukum karena ketiadaan akal yang digunakan untuk memahami apa yang
dibebankan padanya. Demikan pula orang yang lupa, tidur, dan mabuk, karena
dalam keadaan tersebut seorang itu tidak memiliki kemampuan untuk memahami.
Sebagaimana Hadis Rasulullah,”Diangkatkan pena itu (tidak dikenai beban
hukum) dari tiga orang; orang yang tidur hingga terbangun, anak-anak hingga ia
dewasa, dan orang gila hingga ia berakal.” Adapun mewajibkan zakat,
nafkah, dan jaminan atas anak-anak, dan orang gila, hal itu bukanlah berarti
memberikan beban kepadanya, akan tetapi hanya membebani walinya agar
melaksanakan kewajiban harta yang menjadi milik anak-anak dan orang gila
tersebut.[58]
Adapun mereka yang tidak mengerti bahasa Arab dan tidak dapat memahami
dalil-dalil dan tuntutan syara’ dari al-Qur’an dan Sunnah, maka menurut aturan
syara’ tidak sah memberi beban kecuali jika mereka itu belajar bahasa Arab dan
dapat memahami nas-nash bahasa Arab, atau melalui dalil-dalil tuntutan syara’
yang diterjemahkan ke dalam bahasa mereka.
2.Pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap syari’at
sangat terkait dengan kesempurnaan akal seorang muslim tersebut.
3.Kelayakan (ahliah) seorang muslim dalam menerima
pembebanan hukum syara’. Ahliah adalah
sifat yang menunjukkan seseorang itu telah sempurna jasmani dan akalnya,
sehingga seluruh tindakannya dapat dinilai oleh syara’.[59]
Persyaratan mahkum
‘alaih adalah pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap syari’at sangat
terkait dengan kesempurnaan akal seorang muslim tersebut. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa
kesempurnaan akal adalah sesuatu hal yang tersembunyi. Mengukur kesempurnaan
akal tersebut dilakukan berdasarkan pada baligh (kedewasaan) seseorang.
Baligh (kedewasaan)
seseorang dalam hukum Islam didasarkan pada kondisi fisik seseorang. Seorang
laki-laki itu dianggap telah baligh ketika ia telah mengalami ihtilam
(mimpi basah) sedangkan perempuan itu dinyatakan baligh ketika ia telah
mengalami haid.[60]
Permulaan baligh tidak dapat disamakan bagi semua orang karena permulaan haid
tidak sama bagi semua wanita.
Seorang yang memasuki
usia baligh, secara umum dialami oleh seseorang yang memasuki usia remaja.
Remaja mengalami banyak sekali perubahan dalam hidupnya. Perubahan dari fase
anak-anak menuju dewasa. Seorang perempuan yang mengalami menarche di masa
remajanya, selain mengalami perubahan secara fisik, juga mengalami perubahan
dalam pola berfikir, phsikologis, perkembangan kejiwaan; emosi dan intejensi,
serta moralnya. Perkembangan yang terjadi pada masa remaja terjadi secara berangsur-angsur dan
bertahap sebelum memasuki fase kedewasaan.
Terjadi tahapan-tahapan dalam perkembangan pada masa remaja. Pada
tahapan masa remaja akhir, seseorang itu dianggap telah matang cara berfikir
dan phsikologis serta tentu saja fisiknya untuk menjadi seorang yang dewasa.
Persyaratan mahkum
‘alaih selanjutnya adalah kelayakan (ahliah) seorang muslim dalam menerima
pembebanan hukum syara’. Ahliah menurut
istilah adalah sifat yang menunjukkan seseorang itu telah sempurna jasmani dan
akalnya, sehingga seluruh tindakannya dapat dinilai oleh syara’.
Ahliah (kecakapan) yang dimiliki seseorang itu tidak datang secara
sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur melalui tahapan-tahapan tertentu,
sesuai tingkat perkembangan jasmani dan akalnya. Atas dasar itu, maka ulama
ushul fiqh membagi ahliah kepada dua bagian sebagai berikut: Pertama, Ahliah
al-Wujub, yakni kelayakan seseorang untuk mendapatkan hak dan kewajiban,
tetapi belum cakap atau mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Misalnya anak
kecil telah berhak menerima hibah. Ia telah dianggap berhak menerima perintah
ibadah, tetapi ia belum dianggap mampu untuk melaksanakannya seperti salat,
puasa, maupun ibadah lainnya. Kalaupun dia menunaikannya, semua itu dianggap
sebagai pendidikan, pembinaan, dan pembiasaan. Ahliah al-wujub ini,
merupakan kemampuan yang diberikan dan dimiliki oleh seluruh manusia tanpa
kecuali.
Kedua, ahliah
al-Ada’, yakni kecakapan seseorang untuk melaksanakan kewajibannya secara
syar’i.[61]
Adapun ke-ahliahan ’ada itu tidak permanen bagi manusia sehingga
seorang dikatakan mempunyai ke-ahliyah-an penuh ketika sudah baligh dan berakal. Tapi terkadang
ada berbagai penghalang dalm ke-ahliahan-nya itu. Terkadang terjadi,
seseorang yang telah mempunyai kemampuan yang sempurna mengalami halangan yang
mengurangi atau menghilangkan
kemampuannya.
Perempuan yang
mengalami menarche dini, berarti mengalami tanda kedewasaan lebih awal dari
yang berlaku secara umum pada masyarakat tersebut. Tanda kedewasaan yang lebih
awal dialaminya tersebut, belum tentu seiring dengan kesempurnaan perkembangan
yang dialaminya sebagai seorang remaja putri.
Adapun jika ditinjau dengan kondisi yang berlaku di Indonesia, bahwa
usia menarche itu wanita Indonesia 10-16 tahun dengan rata-rata 12,5
tahun. Usia menarche yang berlaku secara
umum di Indonesia; yakni 10 (sepuluh) tahun ini dijadikan ketentuan minimal
kedewasaan atau balighnya seorang perempuan sedangkan batasan usia 16 (enam
belas tahun)—bagi perempuan yang terlambat atau haidnya lebih belakangan dari
kebiasaan yang berlaku dari kebiasaan umum di masyarakat--dijadikan batas
maksimal usia kedewasaan seseorang dalam wacana hukum Islam.
Penutup
Demikianlah, permasalahan
menarche dini ditinjau dari perspektif hukum Islam. Semoga
memberikan pengetahuan seputar permasalahan menarche dini. Dengan mengetahui
dan memahami permasalahan ini diharapkan lebih tenang lagi dalam menyikapi
persoalan tersebut kaitannya dalam melaksanaan ibadah. Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
BKKBN, Aborsi Harus Diselesaikan Secara Sosiologis.http://www//blog
abortion. Diakses tanggal1 Oktober 2014
Fayyumi, Badriyyah, Haid, Nifas, dan Istihadhah, Modul
Daurah Fiqh Perempuan,
http://kursusislamdangender.wordpress.com/2010/07/11/haid-nifas-dan-istihadhoh/h.
211 diakses 5 Maret 2013
Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Menarche Di SMP Negeri, http://kti-skripsi-kebidanan.blogspot.com/2011/10/bab-i-pendahuluan_1361.html#.VFQ9WFLj2UI,
1 Oktober 2014
Gambaran Tingkat
Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Menarche di SMP N 1 Salem Tahun
2010?” ,
http://wwwcatchro.blogspot.com/2011/01/gambaran-tingkat-pengetahuan-dan-sikap.html,
1 Oktober 2014
Haroen, Nasrun. Ushul
Fiqih 1, Jakarta: Logos, 1997
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27168/4/Chap...
diakses 1 Oktober 2014
Karim, Syafi’i, Fiqh/Ushul
Fiqh, Bandung, CV. Pustaka setia, Cet.1, 1997
Katsir, Abu al-Fida Ismail Ibnu, Tafsir al Quran al Adzim,Beirut:
Dar al-Fikr, 1986
Khallaf, Abd al-Wahab, Ilmu Ushulul
Fiqh, Kairo: Syababul Azhar
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk, Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita, Jakarta : EGC, 2009
Mulia, Siti Musdah (ed), Keadilan dan Kestaraan Gender Perspektif
Islam, Jakarta: Lembaga kajian Agama dan Jender, 2003, Cet. ke-2
Naisaburi, al-, Abu Hasan Ali bin
Hamid al-Wahdi, Asbabun Nuzul, Beirut: Dar al-Fikr, 1986
Sabiq, Al-Sayid, Fiqh
al-Sunnah, Beirut: Dar KItab al-Arabi, 1987, Juz I
Salma, Pubertas Dini:
Apakah Perlu Dicemaskan?, http://majalahkesehatan.com/pubertas-dini-apakah-perlu-dicemaskan/
di akses tanggal 5 Maret 2014.
Siklus Menstruasi Wanita... Apa dan Bagaimana ?, http://tanyadokterspog.com/masalah-kandungan/siklus-menstruasi-wanita-apa-dan-bagaimana
diakses tanggal 5 Maret 2013
Susanti, Agres Vivi, Faktor
Risiko Kejadian Menarche Dini Pada Remaja di SMPN 30 Semarang, Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro, 2012
eprints.undip.ac.id/38409/1/456_AGRES_VIVI_SUSANTI_G2C008001.pdf diakses
tanggal 3 Maret 2013
Syafe’i, Rachmat, Ilmu
Ushul Fiqih, Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia
Syarifuddin ,Amir, Ushul Fiqh
Jilid I, Jakarta: Logos, 2000
Waryana. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka
Rihama, 2010
Widyastuti, Yani, dkk, Konsep
Kesehatan Reproduksi, Yogyakarta : Fitramaya, 2009
Wiknjosastro, Hanifa, Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2005
Zaidan Abd al-Karim, al-Wajiz
Fi Ushul al-Fiqh, Beirut:Maktabah al-Batsair, 1990
Zuhaili, al-, Wahbah, al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1997, Juz I
[1]
Jayusman, Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung,
http: //jayusmanfalak.blogspot.com dan email: jayusman_falak@yahoo.co.id
[2] Agres Vivi Susanti, Faktor Risiko Kejadian Menarche Dini Pada Remaja
di SMPN 30 Semarang , Program Studi Ilmu Gizi Fakultas kedokteran Universitas
Diponegoro, 2012 eprints.undip.ac.id/38409/1/456_AGRES_VIVI_SUSANTI_G2C008001.pdf
diakses tanggal 3 Maret 2013
[3] Ibid
[4] Al-Sayid
Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar KItab al-Arabi, 1987, Juz I, h. 74 dan lih
juga Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr,
1997, Juz I, h. 610
[5]
Ibid Zuhaili, h. 611
[6]
Sabiq,op.cit, h. 75
[7]
Ibid, h. 76
[8]
Zuhaili, oop.cit, h. 611
[9]
Sabiq, loc.it
[10]
Ibid
[11]
Ibid Sabiq, h. 77
[12]
Zuhaili, op.cit, 623-624. Adapun
larangan nomor 8-12 adalah tambahan dari kalangan Malikiah.
[13]
Ibid
[14]
Sabiq, op.cit, h. 78 dan Zuhaili,
op.cit, h. 633
[15]
Sabiq, loc.cit
[16]
Ibid, h. 80
[17]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27168/4/Chap...
diakses 1 Oktober 2014
[18] BKKBN, Aborsi Harus
Diselesaikan Secara Sosiologis.http://www//blog abortion. Diakses tanggal
21 Mei 2010
[19]
Yani Widyastuti, dkk. Konsep
Kesehatan Reproduksi,Yogyakarta: Fitramaya, 2009
[20]
Ibid
[21]
Ibid
[22] Ibid
[23]
Ibid
[24]
Salma, Pubertas Dini: Apakah Perlu Dicemaskan?, http://majalahkesehatan.com/pubertas-dini-apakah-perlu-dicemaskan/
di akses tanggal 5 Maret 2014.
[25]
Ibid
[26]
Ibid
[27]Agres Vivi Susanti , Faktor Risiko Kejadian Menarche Dini Pada Remaja di SMPN 30 Semarang , Program Studi Ilmu Gizi Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro, 2012 eprints.undip.ac.id/38409/1/456_AGRES_VIVI_SUSANTI_G2C008001.pdf diakses tanggal 3 Maret 2013
[28]
Salma, loc.cit
[29]
Ibid
[30] Pengertian reproduksi biologis berkaitan dengan proses-proses biologis
dan seksualitas.
[31] Siti Musdah Mulia (ed), Keadilan
dan Kestaraan Gender Perspektif Islam, Jakarta: Lembaga kajian Agama dan
Jender, 2003, Cet. ke-2, h. 126 dan 132.
[32]
Badriyyah Fayyumi, Haid, Nifas, dan
Istihadhah, Modul Daurah Fiqh Perempuan,
http://kursusislamdangender.wordpress.com/2010/07/11/haid-nifas-dan-istihadhoh/h.
211 diakses 5 Maret 2013lih juga Wahbah az-Zuhaili, op.cit, h. 623-624
[33] Siklus Menstruasi Wanita... Apa dan Bagaimana ?, http://tanyadokterspog.com/masalah-kandungan/siklus-menstruasi-wanita-apa-dan-bagaimana diakses tanggal 5 Maret 2013
[34]
Ibid
[35]
Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir
al Quran al Adzim,Beirut: Dar al-Fikr, 1986, h. 259, lihat juga Abu Hasan Ali bin Hamid
al-Wahdi an-Naisaburi, Asbabun Nuzul, Beirut: Dar al-Fikr, 1986, h.
46.
[36]
Kata haid ini, disebutkan dalam dua ayat
al-Qur’an. Selain pada QS. al-Baqarah/2: 222, juga debutkan dalam QS
ath-Thalaq/65: 4 berikut:
Ï«¯»©9$#ur z`ó¡Í³t z`ÏB ÇÙÅsyJø9$# `ÏB ö/ä3ͬ!$|¡ÎpS ÈbÎ) óOçFö;s?ö$# £`åkèE£Ïèsù èpsW»n=rO 9ßgô©r& Ï«¯»©9$#ur óOs9 z`ôÒÏts 4 àM»s9'ré&ur ÉA$uH÷qF{$# £`ßgè=y_r& br& z`÷èÒt £`ßgn=÷Hxq 4 `tBur È,Gt ©!$# @yèøgs ¼ã&©! ô`ÏB ¾ÍnÍöDr& #Zô£ç ÇÍÈ
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid
lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya. QS
ath-Thalaq/65: 4.
[37]
Musda Mulia, op.cit, h. 24.
[38]
Ibid
[39]
Badriyyah Fayyumi, op.cit, h. 215-216
[40]
Wahbah al Zuhaili, op. cit, h. 534
[41] Rachmat
Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka
Setia, h. 334
[42]
Nasrun Haroen. Ushul Fiqih 1, Jakarta: Logos, 1997, h. 308
[43]
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I, Jakarta: Logos, 2000, h.357-362
[44].
Ibid, h. 365
[45] Yakni:
mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka,
kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.
[46] Syafi’i Karim, Fiqh/Ushul
Fiqh, Bandung, CV. Pustaka setia, Cet.1, 1997, h.135
[48] Ida Ayu Chandranita Manuaba,
dkk. Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita, Jakarta : EGC, 2009
[49] Gambaran
Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Menarche di SMP N 1 Salem
Tahun 2010?” , http://wwwcatchro.blogspot.com/2011/01/gambaran-tingkat-pengetahuan-dan-sikap.html
1 Oktober 2014
[50] Hanifa Wiknjosastro, Ilmu
Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2005
[51]Waryana. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka
Rihama, 2010
[52]Ibid dan lih
juga, Menarche http://yayan-p.blogspot.com/2011/07/menarche.html
[53]
Al-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar Kitab al-Arabi, 1987, Juz I,
h. 74 dan lih juga Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,
Beirut: Dar al-Fikr, 1997, Juz I, h. 610
[54]
Perhitungannya berdasarkan perhitungan tahun Kamariah.
[55]
Ibid, h. 611 dan Sabiq, op.cit, h. 75
[56]
Zuhaili, al-Fiqh, loc.cit
[57]
Lihat Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqh, Kairo: Syabab al-Azhar,
h. 123.
[58] Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz
Fi Ushul al-Fiqh, Beirut:Maktabah al-Batsair, 1990, h. 88
[59]
Nasrun, op.cit, h. 308
[60]
Amir op.cit, h. 356
[61]
Ibid, h.357-362
Tidak ada komentar:
Posting Komentar