Selasa, 05 Juli 2011

URGENSI IHTIYATH DALAM PERHITUNGAN AWAL WAKTU SALAT

URGENSI IHTIYATH DALAM PERHITUNGAN AWAL WAKTU SALAT[1]










Abstrak
Biasanya dalam penentuan awal waktu salat, para ahli Falak memperhitungkan waktu Ihtiyath—waktu untuk kehati-hatian. Ihtiyath merupakan bentuk pengamanan pada perhitungan awal waktu salat agar seluruh kota; termasuk juga mereka yang bermukim di sebelah baratnya dalam melaksanakan salat sudah benar-benar masuk waktunya. Terdapat perbedaan di kalangan ahli Falak mengenai besaran ihtiyath dalam perhitungan awal waktu salat. Perbedaan ini pada tahap selanjutnya menyebabkan perbedaan jadwal salat yang dihasilkan.


Kata Kunci: Ihtiyath, Awal Waktu Salat, Waktu Imsak

Pendahuluan
Dalam perhitungan awal waktu salat dalam ilmu Falak terdapat waktu antisipatif yang dikenal dengan ihtiyath. Waktu ihtiyath ini merupakan antisipasi agar ibadah salat yang dilaksanakan pada waktu yang ditentukan—diyakini waktunya telah benar-benar masuk. Hal ini sangat urgen karena keyakinan masuknya waktu merupakan syarat sah ibadah salat yang dilaksanakan.
Landasan syar’i pensyariatan waktu ihtiyath ini antara lain hadis-hadis Nabi yang menegaskan tentang larangan pelaksanaan salat saat matahari terbit,  terbenam, dan istiwa (berkulminasi atas). Misalnya untuk menambah keyakinan salat Zuhur yang dilaksanakan benar-benar saat matahari telah tergelincir; bergeser ke arah barat setelah berkulminasi biasanya para ahli Falak dalam perhitungan awal waktu salat menambahkan yang dinamakan waktu ihtiyath.
Selanjutnya dalam makalah ini akan mencoba mengupas lebih lanjut tentang dasar perhitungan waktu ihtiyath, nilai/besarannya, tujuannya secara teoritis keilmuan Falak, akan diulas tentang hasil penelitian penulis yang mengungkapkan bahwa perbedaan dalam pemberian nilai ihtiyath itu berpengaruh terhadap jadwal salat yang dihasilkan. Terakhir kita juga mengenal yang disebut dengan waktu imsak, sebagai waktu antisipatif atau ihtiyath dalam memulai ibadah puasa di bulan Ramadan.


Pengertian Ihtiyath Awal Waktu Salat
Berikut marilah kita membahas lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan ihtiyath.
1.      M. Muslih mendefinisikan ihtiyath adalah angka pengaman yang ditambahkan pada hasil hisab waktu salat. Dengan maksud agar seluruh penduduk suatu kota, baik yang tinggal di ujung Timur dan Barat kota, dalam mengerjakan salat sudah benar-benar masuk waktu.[2]
2.      Kementrian Agama RI menyatakan bahwa ihtiyath adalah suatu langkah pengamanan dalam menentukan waktu salat dengan cara menambahkan atau mengurangkan waktu agar tidak mendahului awal waktu salat dan tidak melampaui akhir waktu salat.[3]
3.      Encup Supriatna menyatakan bahwa ihtiyath merupakan suatu langkah pengaman dengan menambah (untuk watu Zuhur, Asar, Magrib, Isa, dan Subuh) atau mengurangkan (untuk terbit/ Suruq) waktu agar jadwal salat tidak mendahuluinya atau melampaui akhir waktu.[4]
Dari definisi ihtiyath sebelumnya terlihat semuanya sama-sama menyatakan bahwa ihtiyath itu merupakan bentuk pengamanan pada perhitungan awal waktu salat agar seluruh kota; termasuk juga mereka yang bermukim di sebelah baratnya dalam melaksanakan salat sudah benar-benar masuk waktunya.


Fungsi Waktu Ihtiyath
Pemberian ihtiyath ini perlu dilakukan disebabkan adanya beberapa hal, sebagai berikut:
1.      Adanya pembulatan-pembulatan dalam pengambilan data. Walaupun pembulatan itu sangat kecil. Demikian pula hasil akhir perhitungan yang diperoleh; yang biasanya dalam satuan detik, lalu disederhanakan dan dilakukan pembulatan sampai satuan menit.
2.      Jadwal salat kadang diberlakukan dalam jangka waktu yang sangat lama; bahkan diklaim untuk selama-lamanya, sedang data-data yang digunakan diambil dari data tahun tertentu ataupun perata-rataan dari data beberapa tahun. Padahal data-data matahari itu secara rilnya dari tahun ke tahun (baca waktu ke waktu) terdapat perubahan walaupun sangat kecil. Perubahan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap perhitungan jadwal salat, meskipun pengaruhnya sedikit sekali.
3.      Penentuan data lintang dan bujur suatu kota biasa diukur pada titik yang dijadikan markaz di pusat kota (pada saat itu). Waktu ihtiyath diperlukan untuk mengantisipasi daerah di sebelah baratnya (daerah sebelah timur mengalami/memasuki awal waktu salat lebih dahulu atau lebih awal daripada daerah yang di sebelah baratnya).
4.      Bisanya sebuah jadwal salat untuk suatu kota juga dipergunakan oleh daerah di sekitarnya yang berdekatan dan tidak terlalu jauh jaraknya. Seperti jadwal salat untuk kota kabupaten dipergunakan oleh kota-kota kecamatan sekitarnya. Agar tidak terjadi kekeliruan dalam penentuan awal waktu salat bagi daerah di sekitar kota peruntukannya, jadwal salat tadi diperlukan waktu ihtiyath.[5]
5.      Mengcover daerah yang memiliki tekstur ketinggian yang berbeda antara satu sisi dengan sisi lainnya. Waktu Ihtiyath untuk mengatisipasi kota yang teksturnya tidak datar; ada bagian kota yang terdiri dari dataran tinggi sedangkan bagian yang lainnya adalah dataran rendah. Perimbangan waktu untuk kedua bagian kota tersebut (agar salat tersebut tidak lebih cepat atau terlalu lambat. Ketinggian tempat ini terkait dengan h (ketinggian) matahari; terbit dan atau terbenam  matahari suatu tempat). Pada daerah dataran tinggi, akan menyaksikan atau mengalami saat matahari terbenam belakangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah dataran rendah. Dan akan menyaksikan atau mengalami saat matahari terbit lebih dahulu dibandingkan mereka yang tinggal di daerah dataran rendah. Terkait dengan ketinggian tempat ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli ilmu Falak, sebagai berikut:
a.       Ketinggian tempat itu diukur dari permukaan laut. Terlepas daerah atau tempat tersebut teksturnya datar atau mungkin merupakan perbukitan/dataran tinggi.[6]
b.      Daerah tersebut merupakan perbukitan/dataran tinggi sehingga memiliki ufuk yang lebih rendah. Ini berdampak pada ketinggian matahari pada waktu terbit atau terbenam. Seperti kota Semarang; daerah bagian utaranya dataran rendah karena berada di dekat pantai sedang daerah selatannya merupakan daerah perbukitan. Pendapat ini yang dipilih oleh badan Hisab Rukyat Kota Bandung dalam salah satu rilisnya.


Dasar  Perhitungan Waktu Ihtiyath
Berapa besaran ihtiyath ketika melakukan perhitungan awal waktu salat? Perlu kiranya logika pemberian ihtiyath ini dijelaskan terlebih dahulu agar tidak terjadi ketidakjelasan tentang besarnya ihtiyath yang akan digunakan misalnya menggunakan ihtiyath yang terlalu besar atau mungkin mereka yang tidak memperhitungkan ihtiyath sama sekali. Di samping itu untuk dapat menetapkan besaran ihtiyath yang realistik dalam perhitungan jadwal salat untuk suatu kota atau daerah.
Perhitungan luas yang daerah yan dapat dicover dengan besaran waktu yang dijadikan pengaman (ihtiyath) itu dijelaskan sebagai berikut. Diasumsikan bahwa bola Bumi 360° dengan kelilingnya di ekuator 40.000 km. maka untuk 1° busur jaraknya adalah:
40.000: 360 x 1 km = 111,1 km.
Sehingga untuk 1 menit waktu sama dengan 111,11 km: 4 = 27,77 km. Sehingga jika kita menggunakan ihtiyath 1 menit maka jangkauannya dari pusat kota (tempat yang dijadikan sebagai acuan koordinat geografis kota tersebut) sampai ke tepi barat kota sejauh 27,77 km.[7]
Kemenag dalam perhitungan awal waktu salat menggunakan waktu ihtiyath  2 menit sehingga mengkover daerah di sebelah barat  kota sejauh 27,77 km x 2 = 55,54 km.[8]
Dengan demikian dapat diperhitungkan berapakah nilai ihtiyath yang akan digunakan untuk perhitungan sebuah jadwal salat. Jika jadwal tersebut diperuntukkan untuk sebuah kota yang besar yang daerahnya luas tentu saja nilai ihtiyathnya juga tentu saja lebih besar dibanding jika kita melakukan perhitungan waktu salat untuk kota yang relatif lebih kecil.


Pengaruh  Lintang (Φ) Dan Bujur  (λ) Suatu Tempat Terhadap Ihtiyath Awal Waktu Salat
Koordinat geografis suatu kota memiliki kedudukan yang penting dalam perhitungan waktu salat dan penentuan waktu ihtiyathnya. Koordinat georafis—dalam hal ini bujur (λ)  dan lintang (Φ) yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil perhitungan awal waktu salat suatu kota.
Dalam melakukan perhitungan awal waktu salat untuk suatu kota gunakanlah koordinat geografis yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang resmi. Hal ini untuk mengantisipasi penggunaan koordinat geografis yang berbeda (bisa saja berdasarkan perhitungan yang bersifat individual). Penggunaan koordinat geografis yang berbeda-beda akan menghasilkan jadwal waktu salat yang berbeda-beda pula. Tentu saja hal ini akan menyebabkan keragu-raguan dan kegelisahan dalam masyarakat bahkan dapat memicu hal-hal yang mungkin tidak diinginkan.
Koordinat geografis yang ditetapkan untuk suatu kota berpengaruh terhadap penggunaan ihtiyath awal waktu salat untuk kota tersebut. Bentuk pengaruh penggunaan koordinat geografis dapat dilihat dalam penjelasan berikut:
a.       Jika koordinat geografis suatu kota itu ternyata di tepi kota bagian Barat. Ihtiyath yang digunakan hanya sedikit saja. Contoh kota Batang (Jawa Tengah). Jarak pusat kota (tempat yang dijadikan sebagai acuan koordinat geografis kota tersebut) ke batas kota sebelah Barat  5,5 km sedangkan jaraknya ke batas kota sebelah Timur 35, 75 km. dengan jarak 5,5 km ihtiyath yang dibutuhkan adalah: 5,5 : 27,77 x 1 menit = 11, 88  detik (atau 12 detik).
b.      Jika kejadiannya sebaliknya dari kasus kota Batang di atas, di mana pusat kota dekat ke batas kota sebelah  Timur. Dan jaraknya ke batas kota sebelah Barat misalnya 35,75 km, maka ihtiyath yang dibutuhkan adalah: 35,75 : 27,77 x 1 menit = 1 menit 17,24 detik.
c.       Bila penetapan lintang (Φ) dan bujur  (λ) suatu tempat pengacu kepada titik pusat kota yang sebenarnya secara geografis, seperti kota batang adalah di desa Selokerto, kecamatan Blado. Jarak daerah tersebut relative sama antara ke batas daerah sebelah Timur dan batas daerah sebelah Barat. Maka akan ditemukan ihtiyath yang berbeda; yang lebih riil untuk kota Batang. Jarak desa Selokerto ke batas daerah sebelah Timur dan batas daerah sebelah Barat adalah 20,625 km. Maka ihtiyath yang dibutuhkan adalah 20,625 : 27,77 x 1 menit = 44,56 detik (45 detik). [9]


Besaran Nilai Ihtiyath Dalam Perhitungan Sebuah Jadwal Salat
Dalam pemberian waktu ihtiyath, terdapat perbedaan di kalangan ahli Falak. Di antara mereka ada yang memberikan waktu ihtiyath sebesar dua menit, tiga menit, empat menit, dan sebagainya. Perbedaan itu dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Kalangan pesantren tertentu tidak mencantumkan waktu ihtiyath dalam jadwal salat yang dibuatnya. Pelaksanaan azan sebagai pertanda masuknya awal waktu slat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang sebenarnya. Jadwal yang dibuatnya ini hanya bersifat internal; hanya diberlakukan di pondok pesantren yang bersangkutan.
2.    Noor Ahmad SS menggunakan Ihtiyath 3 menit untuk setiap perhitungan awal waktu salat. Kecuali untuk awal waktu Zuhur, ia menggunakan ihtiyath 4 menit.
3.    Ibnoe Zahid Abdo el-Moeid dalam Imsakiah Ramadan 1430 H menggunakan Ihtiyath 2 menit untuk setiap perhitungan awal waktu salat. Kecuali untuk awal waktu Zuhur, ia menggunakan ihtiyath 4 menit.[10]
4.    Muhyidin Khazin menyatakan bahwa Ihtiyath dalam penentuan awal waktu salat sebenar 1 sampai 2 menit.[11]
5.    Zul Efendi; ahli Falak murid Arius Syaikhi, menggunakan ihtiyath satu atau dua menit dalam jadwal salat yang ia buat dan banyak dipakai di berbagai kota  di Sumatera Barat.[12]Besaran ihtiyath yang digunakan tergantung besar kecilnya kota yang dihitung jadwal salatnya tersebut. Misalnya untuk kota Bukittinggi yang merupakan sebuah kotamadya yang luas wilayahnya kecil digunakan ihtiyath sebesar 1,5 menit sedangkan jadwal salat untuk kota Padang yang merupakan ibukota propinsi Sumatera Barat yang luas wilayahnya relatif besar menggunakan ihtiyath sebesar 2 menit. [13]
6.    Saadoeddin Djambek  menggunakan nilai ihtiyath 2 menit.
7.    Abdur Rachim menggunakan nilai ihtiyath 2 menit.
8.    Kementrian Agama RI menggunakan nilai ihtiyath 2 menit.
9.    Muhammadiyah dalam perhitungan awal waktu salat menggunakan ihtiyath 1-2 menit.[14]


Waktu Imsak: Ihtiyah Dalam Pelaksanaan Ibadah Puasa Ramadan
Waktu Imsak dalam pelaksanaan puasa bulan Ramadan adalah waktu Ihtiyath. Waktu Imsak adalah waktu tertentu sebelum Subuh, saat kapan biasanya seseorang mulai berpuasa.[15] Jeda waktu tersebut untuk kehati-hatian. Ini tidaklah bententangan dengan sunnahnya mengakhirkan sahur sebagaimana banyak diriwayatkan dalam hadis dan tersirat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat ke 187:

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

 Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa : “Kami sahur bersama Rosululloh SAW. Kemudian sholat Shubuh. Dan antara waktu sahur dengan waktu Shubuh berselang sekitar 50 ayat (membaca Al-Qur’an 50 ayat).” 
Kekhasan perhitungan awal waktu salat dalam jadwal imsakiah[16] dan perhitungan awal waktu salat  pada bulan Ramadan adalah terdapatnya waktu imsak dan berbuka. Waktu berbuka adalah sama dengan awal waktu salat Magrib. Adapun waktu imsak (awal waktu memulai ibadah puasa sebelum masuknya awal waktu salat Subuh). Jadi kita cukup menambahkan kolom untuk waktu waktu imsak untuk jadwal imsakiah dari jadwal awal waktu salat biasa.
Mengenai penentuan waktu imsak ini, para ulama berbeda pendapat dalam memaknai hadis Rasululah yang menyatakan waktu imsak itu kira-kira sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat al-Qur’an. Hal tersebut dijelaskan dalam hadis Nabi berikut:
Dari Anas dari Zaid ibn Tsabit, ia bertanya,“ Kami bersahur bersama Rasulullah kemudian kami melaksanakan salat (Subuh). Saya bertanya,‘Berapa lama ukuran anatara sahur dan salat Subuh?‘. Nabi bersabda,‘Seukuran membaca lima puluh ayat al-Qur’an.‘[17]

Di antara pendapat ulama itu adalah sebagai berikut:
1.      Jumhur ulama menyatakan bahwa waktu imsak itu adalah sepuluh menit sebelum awal waktu Subuh.
2.      Noor Ahmad SS Jepara menyatakan bahwa waktu imsak itu adalah tiga belas menit sebelum awal waktu Subuh.[18]
3.      Muhyidin Khazin menyatakan bahwa waktu imsak itu adalah delapan menit sebelum awal waktu Subuh. Dengan demikian, ketinggian Matahari pada waktu Imsak adalah -22°.[19]
4.      Kitab  al-Mukhtashar al-Muhadzdzab menyatakan waktu imsak itu dua belas menit sebelum Subuh.
5.      Zuber Umar al-Jailani; pengarang kitab al-Khulashah al-Wafiyah menyatakan bahwa waktu imsak itu tujuh sampai dengan delapan sebelum Subuh.
6.      Saadoeddin Djambek menyatakan waktu imsak itu adalah sepuluh menit sebelum awal waktu Subuh.
7.      Kementrian Agama RI dalam masalah penentuan waktu Imsak mengguanakan pendapat Jumhur ulama yakni sepuluh menit sebelum awal waktu Subuh.

Diperlukannya waktu imsak ini sebagai antisipasi telah masuknya waktu Subuh ketika seseorang itu masih makan sahur. Makan minum setelah masuknya waktu Subuh menyebabkan batalnya ibadah puasa yang bersangkutan. Tanda-tanda waktu Subuh termasuk sulit diamati diantara tanda-tanda waktu salat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fonemena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Subuh maka seyogyanya diberi batasan Imsak untuk ihtiyath.[20]


Pengaruh Besaran Ihtiyath Terhadap Perbedaan Jadwal Salat
Ditemui jadwal salat; dalam hal ini termasuk juga imsakiah, untuk suatu daerah itu tidak persis sama antara satu dengan yang lain. Walaupun perbedaannya relatif kecil yakni antara satu-dua menit. Menurut Muhyiddin Khazin perbedaan ini disebabkan antara lain oleh:
1.      Perbedaan data koordinat yang dijadikan acuan.
2.      Perbedaan rumus perhitungan yang digunakan.
3.      Perbedaan nilai ihtiyath yang ditambahkan.
4.      Perbedaan alat perhitungan yan digunakan.
5.      Terdapat kesalahan dalam melakukan perhitungan.[21]

Dalam penelitian penulis dengan kawan-kawan yang berjudul Perbedaan Jadwal Imsakiah Ramadan 1430 H Untuk Kota Bandar Lampung pada tahun 2010 salah satu temuannya adalah bahwa penyebab perbedaan jadwal imsakiah  Ramadan 1430 H Untuk Kota Bandar Lampung adalah perbedaan nilai ihtiyath yang digunakan hasib. Secara umum ihtiyath yang digunakan dalam perhitungan awal waktu salat oleh para ahli Falak adalah dua menit. Tapi dalam penelitian yang dijelaskan sebelumnya, terdapat ahli Falak yakni Ibnoe Zahid Abdo el-Moeid yang menggunakan ihtiyath senilai empat menit untuk awal waktu salat zuhur. Sehingga jadwal Imsakiah yang dihasilkan juga berbeda. [22]


Catatan Akhir
1.      Dalam penentuan data lintang dan bujur suatu kota; biasanya setelah kota tersebut mengalami perkembangan maka terjadilah perluasan kota dan tidak mustahil pusat kota dulunya kemudian berubah menjadi pinggiran kota. Akibat dari perkembangan ini maka ujung timur atau ujung barat kota akan mempunyai jarak yang cukup jauh dari titik penentuan lintang dan bujur kota semula. Maka jika hasil akhir perhitungan awal waktu salat tidak ditambahkan waktu ihtiyath, ini berarti hasil perhitungan tersebut hanya berlaku untuk daerah titik markz dan daerah di sebelah timurnya saja, tidak berlaku untuk daerah di sebelah baratnya (daerah sebelah timur mengalami waktu lebih dahulu daripada daerah yang disebelah baratnya).
2.      Ihtiyath lebih untuk kepentingan teknis perhitungan hisab, seperti karena adanya pembulatan-pembulatan dalam pengambilan data dan perhitungan. Adapun Imsak jelas patokannya yaitu seukuran membaca lima puluh ayat al-Qur’an sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadis Nabi. Walaupun tidak ada ketentuan pastinya dalam ukuran menit. Imsak semata-mata hanyalah untuk alasan Syara’ bukan alasan teknis hisab.[23]
3.      Ihtiyath itu merupakan bentuk pengamanan pada perhitungan awal waktu salat agar seluruh kota; termasuk juga mereka yang bermukim di sebelah baratnya dalam melaksanakan salat sudah benar-benar masuk waktunya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat kalangan pesantren tertentu tidak mencantumkan waktu ihtiyath dalam jadwal salat yang dibuatnya. Pelaksanaan azan sebagai pertanda masuknya awal waktu slat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang sebenarnya. Jadwal yang dibuatnya ini hanya bersifat internal; hanya diberlakukan di pondok pesantren yang bersangkutan. Menurut hemat penulis, sebaiknya tetap digunakan waktu ihtiyath dalam perhitungan jadwal salat. Di samping untuk fungsi-fungsi yang telah diuraikan sebelumnya, waktu ihtiyath ini penting untuk mengantisipasi misalnya ketidakakuratan jam yang dipakai. Jangan sampai karena kekeliruan jam yang dipakai, suatu ibadah dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Tentunya ibadah tersebut menjadi tidak sah.


Penutup
Demikianlah arti pentingnya memperhitungkan waktu ihtiyath dalam perhitungan sebuah jadwal salat. Pada prinsipnya ihtiyath merupakan bentuk pengamanan pada perhitungan awal waktu salat agar seluruh kota; termasuk juga mereka yang bermukim di sebelah baratnya dalam melaksanakan salat sudah benar-benar masuk waktunya. Keyakinan telah masuknya waktu salat ini sangat penting dalam pelaksanakan ibadah salat. Karena ia merupakan salah satu syarat sahnya ibadah salat yang dilaksanakan. Wallahu a’lamu bi ash-shawab.



Daftar Pustaka

Ahmad SS, Noor, Syawariq al-Anwar, Kudus: madrasah Tasywiq ath-Thullab Salafiyah

Badan Hisab Rukyat Depag, 1981, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam

Depag RI, 1994, Pedoman Penentuan Jadwal Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Depag RI

Djambek, Sa’adoeddin, 1974, Salat dan Puasa di Daerah Kutub, Jakarta: Bulan Bintang

 ____________, 1974 a, Pedoman Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Bulan Bintang

 Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka

 ____________, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta: Ramadan Press

Jayusman dkk, Jadwal Imsakiah Ramadan 1430 H Untuk Kota Bandar Lampung, Penelitian Kompetitif, IAIN Raden Intan 2010

M. Muslih, 1997, Peneapan Lintang dan Bujur Kab Dati II Batang (Tahkik di Pusat Kota Dan Pengaruhnya Terhadap Arah Kiblat, Waktu Salat, dan Ihtiyath), Pekalongan: STAIN Pekalongan
Moeid, el-, Ibnoe Zahid Abdo, Jadwal Imsakiah Ramadan 1430 H untuk Kota Bandar Lampung, geocitis.com diakses pada tanggal 6 November 2009
____________, Belajar Ilmu Hisab, http://rukyatulhilal.org/ diakses pada tanggal 4 Maret 2010
Rusyd, Ibnu,  Bidayahal-Mujtahid,  T.Tp: Dar al-Fikr, T.th

Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, juz I, Dar al Fath-Kairo, cet. II, 1419 H/1999 M

Supriatna,  Encup, 2007, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung: Refika Aditama

Syaukani, asy-, Muhammad bin Ali, Naylul Awthar,  Kairo: Dar Ibnul Haitsam, tt.

T Djamaluddin, Posisi Matahari Dan Penentuan Jadwal Salat, http://t-djamaluddin.spaces.live.com diakses 15 November 2009

 

Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009, cet.ke-2


Waktu Sholat, http://www.alhusiniyah.com diakses pada tanggal 15 November 2009
Wawancara dengan Zul Efendi tanggal 5 Maret 2010.
Zuhaili, az, Wahbah, tt, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid I, Dimsyiq: Dar al-Fikrhttp://isnet.org/t_djamal/page/2/http://isnet.org/t_djamal/page/2/http://isnet.org/t_djamal/page/2/



[1] Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung,  http: //jayusmanfalak.blogspot.com  dan  email: jay_falak@yahoo.co.id
[2] M. Muslih,1997, Peneapan Lintang dan Bujur Kab Dati II Batang (Tahkik di Pusat Kota Dan Pengaruhnya Terhadap Arah Kiblat, Waktu Salat, dan Ihtiyath), Pekalongan: STAIN Pekalongan,   h. 43.
[3] Depag RI , 1986, Pedoman Penentuan Jadwal Waktu Shalat Sepanjang Masa, Jakarta: Depag RI,  h. 10 dan lih juga, Badan Hisab Rukyat Depag, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, h. 219
[4] Encup Supriatna, 2007, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung: Refika Aditama, h. xiv
[5] Ibid, h. 37-38
[6] Jika suatu daerah itu teksturnya datar walaupun ia merupakan daerah yang berada pada dataran tinggi (dihitung dari permukaan laut), maka ketinggian daerah tersebut tidak berpengaruh pada perhitungan kerendahan ufuk karena ufuk di tempat atau daerah tersebut relatif datar.  Namun pada  daerah perbukitan/dataran tinggi, maka akan memiliki ufuk yang lebih rendah.
[7] Muslih, op.cit, h. 44. Angka 111,11 km inilah yang biasa digunakan oleh kalangan ahli Falak. Walaupun sebenarnya angka tersebut perata-rataan dan tidak bersifat eksak.
[8] Ibid, h. 45
[9] Ibid, h. 45-47
[10]Ibnoe Zahid Abdo el-Moeid, Jadwal Imsakiah Ramadan 1430 H untuk Kota Bandar Lampung, geocitis.com diakses pada tanggal 6 November 2009
[11] Muhyiddin Khazin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Jogjakarta: Buana Pustaka,  h. 82
[12] Wawancara dengan Zul Efendi tanggal 5 Maret 2010.
[13] Ibid
[14] Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009, cet.ke-2, h. 58
[15] Badan Hisab dan Rukyat, op.cit, h. 221
[16] Jadwal salat yang diedarkan untuk panduan pelaksanaan ibadah salat dan puasa Ramadan.
[17] Syaukani, op.cit,  juz II, h. 20
[18] Noor Ahmad SS, Syawariq al-Anwar, Kudus: madrasah Tasywiq ath-Thullab Salafiyah
[19] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Jogjakarta: Buana Pustaka, 2008, h. 92
[20] Ibnoe Zahid Abdo el-Moeid, Belajar Ilmu Hisab, http://rukyatulhilal.org/ diakses pada tanggal 4 Maret 2010
[21] Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta: Ramadan Press, h 45-46
[22] Jayusman dkk, Jadwal Imsakiah Ramadan 1430 H Untuk Kota Bandar Lampung, Penelitian Kompetitif, IAIN Raden Intan 2010
[23] Depag, op.cit, h. 49

2 komentar:

  1. Asaalamu'alaikum ustadz Jayusman. Informasinya bermanfaat sekali. Saya sedang mencari tahu kenapa ikhtiyath yg digunakan dlm contoh perhitungan awal waktu shalat di ephemeris berbeda untuk setiap waktu shalat. Dari mana data2 ikhtiyat itu mereka ambil?.. mohon penjelasannya, syukran.

    BalasHapus
  2. Wslkm. Wahtu ihtiyath yang digunakan biasanya maksimal 2 menit. Apabila hasil perhitungannya pukul JJ lewat MM dan DD, cara gampangnya 2 menit dikurang DD itulah nilai waktu iktiyatnya.

    BalasHapus