Kamis, 18 Juni 2015

STRATEGI NAZHIR DALAM PENGELOLAAN WAKAF (Studi Kasus Badan Wakaf Al-Qur’an [BWA] dan Wakaf Center [WATER])

STRATEGI NAZHIR DALAM PENGELOLAAN WAKAF
(Studi Kasus Badan Wakaf Al-Qur’an [BWA] dan
Wakaf Center [WATER])




Oleh: DR. Tiswarni, M. Ag[1]


ABSTRACT

This study discusses nazhir’s strategies in the management of waqf. As the most responsible party for the success or failure of management of waqf, then nazhir required to have an effective strategy that can make the management of waqf be maximized and provide great benefits for the society. This study tried to explore the strategies used by BWA and WATER in the management of waqf as well as to know and understand the implementation of the expansion strategy, stability, retrechment, and combination strategy of BWA and WATER, then the comparisons between that two institutions.
This research can be categorized in the field of Islamic legal research conducted by strategic management approach. Data were collected in three ways: interviews, observation, and documentation. Management strategies of waqf on BWA and WATER analyzed using descriptive analysis.
The findings of this study are as follows. 1). Both of BWA and WATER institutions equally making simple environmental analysis to select an effective management strategy of waqf. BWA practices expansion strategy by creating Quranic mushaf endowments program; stability strategy with focus on improving services for the waqf giver (al-wakif) and the recipient of waqf (al-mauquf ‘alaih) , enhancing the quality, system and internal improvements; combination strategy with a fixed strategy to manage Quranic mushaf endowments as the main program, as well as creates new programs. While WATER foundation practices expansion strategy by establishing new enterprises and institutions, making the benefit program, creating innovative new programs, creating the investment program and the distribution of waqf investment revenue program; stability strategy by improving internal repairing and systems; retrechment strategy by stopping mosque operational fund program and waqf’s books spreading program; combination strategy by implementing the old program while issuing  new programs and stop practising the old program with a focus on new programs. 2) Both institutions have successfully implemented those strategies of waqf management with difference in emphasizing, uniqueness, and results. The implementation of those strategies is proven to deliver BWA on achieving it goals, while WATER must work extra hard to look for new strategies to achieve the institution goals.
Key word: Nazhir, management strategy, waqf



A. Pendahuluan
Dalam rangka menjembatani sampainya tujuan wakaf dari wāqif (pihak yang berwakaf) kepada mauqūf ‘alaih (pihak penerima wakaf), maka dibutuhkan kehadiran pengelola wakaf, yang dalam hal ini dikenal dengan sebutan nazhir. Nazhir adalah komponen penting yang menentukan berkembang atau mengkerdilnya eksistensi wakaf. Karena peran penting tersebut, nazhir seringkali menjadi tertuduh atas kemandegan wakaf.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka keberadaan  nazhir yang professional dan memiliki kemampuan manajerial yang handal akan sangat diperlukan. Hal ini demi tercapainya tujuan wakaf, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Penelitian ini berupaya menggali strategi nazhir dalam mengelola wakaf, khususnya pada dua lembaga wakaf nasional yakni Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) dan Wakaf Center (WATER). Pemilihan kedua lembaga, BWA dan WATER dilakukan karena didasari beberapa alasan. Pertama, kedua lembaga ini telah melaksanakan pengelolaan wakaf. BWA dapat dianggap miniatur lembaga wakaf non- uang, sedangkan WATER merupakan lembaga wakaf uang.
Kedua, BWA dan WATER merupakan nazhir yang memiliki program wakaf yang dapat dikatakan inovatif. BWA merupakan nazhir lembaga yang memiliki program wakaf inovatif seperti wakaf kapal dakwah, dan lainnya. Sedangkan WATER memiliki program wakaf untuk kemaslahatan, dan fokus pada program investasi wakaf dengan membidani lahirnya perusahaan DMC.
Ketiga, terdapat perbedaan “prestasi” dari keduanya. BWA walaupun tidak didukung nazhir yang memiliki standar keilmuan S1, tapi telah berhasil “mencuri” hati masyarakat sehingga mau memberikan sebagian hartanya untuk diwakafkan. Terbukti sampai bulan Desember 2012, tercatat sudah lebih kurang 50 ribu wakif bergabung di BWA, dengan total dana wakaf yang terkumpul sekitar 19 M (http//: www.wakafquran.org. Diakses pada tanggal 2 Januari 2013). Adapun WATER, walaupun dikelola oleh nazhir-nazhir yang bekerja full time, dan kualifikasi S1, akan tetapi belum dapat berbuat banyak berkiprah di masyarakat, karena hasil investasi wakaf yang masih sedikit. Sampai bulan Oktober 2012, WATER baru berhasil menghimpun lebih kurang 1 M wakaf uang dengan wakif berjumlah 2137 orang.
Pencapaian kedua lembaga sebagaimana dikemukakan di atas, tidak akan terlepas dari strategi yang digunakan keduanya dalam mengelola wakaf. Hal ini disebabkan strategi merupakan satu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu dalam mencapai tujuan organisasi. Jika merujuk pada manajemen strategis, strategi sangat penting karena dapat memberikan arah pada organisasi, mengantisipasi masalah-masalah yang muncul dalam organisasi, memonitor apa yang terjadi dalam organisasi, dan mengantarkan organisasi mencapai tujuan yang diinginkan (Supriyono, 1990: 9-10). Dengan kata lain, keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi tidak terlepas dari strategi yang digunakan. Oleh sebab itulah, mengetahui apa strategi yang digunakan BWA dan WATER sangat penting untuk dikaji.
Dalam manajemen strategis, terdapat beberapa strategi berbeda yang dikemukakan oleh sejumlah ahli[2]. Perbedaan ini antara lain ditenggarai karena perbedaan sudut pandang mereka dalam memahami strategi pengelolaan itu sendiri. Dalam penelitian ini, penulis memilih empat strategi dari Jauch dan Glueck (1998: 216), yakni strategi stabilitas, strategi ekspansi, strategi penciutan, dan strategi kombinasi, karena dirasa paling tepat mewakili keadaan di lapangan.
            Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1). Bagaimana strategi yang digunakan BWA dan WATER dalam pengelolaan wakaf? 2). Sejauh mana BWA dan WATER mengimplementasikan strategi ekspansi, stabilitas, penciutan, dan kombinasi?



B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang wakaf dapat dimasukkan dalam bidang penelitian hukum Islam dan pranata sosial. Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif, di mana menurut Moh. Nasir (2005: 47) studi kasus dan komparatif termasuk pada metode penelitian ini.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis maksudkan dalam penelitian ini ialah cara pandang keilmuan yang digunakan untuk memahami data. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan manajemen khususnya manajemen strategis. Di mana manajemen strategis dianggap tepat untuk dijadikan pisau analisis melihat strategi yang digunakan BWA dan WATER, dalam mengelola wakaf. Apalagi banyak ahli seperti Supriyono (1990: 11-13), Steiss (2003: 6), dan David (2007: 197-198) berkeyakinan bahwa manajemen strategis dapat diterapkan pada organisasi atau lembaga non-provit walaupun formulasi dan implementasinya lebih sederhana.
3. Metode Pengumpulan data dan analisis data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu: dokumentasi, observasi, dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Pekerjaan menganalisa data dalam penelitian adalah mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

C. Wakaf, Nazhir, dan Manajemen Strategis
1. Wakaf
Wakaf secara etimologi berasal dari Bahasa Arab al-waqf bentuk masdar (nomina) dari kata kerja waqafa-yaqifu yang berarti menahan, mencegah, berhenti, dan berdiri (Munawwir, 1997: 1683). Kata al-waqf ini sering disamakan dengan at-tahbīs atau at-tasbīl yakni mencegah (az-Zuhailī, t.th: 7599).
Adapun pengertian wakaf secara terminologi menurut al-Kubaisī (1977: I/88), definisi yang lebih singkat namun padat (jāmi’ māni’) adalah definisi Ibnu Qudāmah, yang mengadopsi langsung dari potongan hadis Rasulullah,  yang berbunyi ” tahan asal dan sedekahkan (salurkan) hasil” (habbis al-aşla wa sabbil as-samrah)[3].
Selanjutnya, dalam konteks keindonesiaan, definisi wakaf tercantum dalam pasal 1 UU No. 41 tahun 2004, yakni perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Untuk terlaksananya wakaf, rukun wakaf harus terpenuhi, dimana menurut banyak ulama ada empat, yakni wākif (subyek wakaf), mauqūf (obyek wakaf), mauqūf alaih (penerima hasil wakaf), dan sigat (akad) (an-Nawawī, t.th: II/252-256). Adapun UU No. 41 pasal 6, menyebutkan unsur-unsur wakaf, yakni: wakif, nazhir, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan benda wakaf, dan jangka waktu wakaf.
2. Nazhir
Secara bahasa nazhir berasal dari kata nazara yang berarti başar (melihat),  dan tadabbara (merenung) (Munawwir, 1997: 1532). Selain itu, kata an-nazr juga berarti al-hāfiz (penjaga) (asy-Syu’aib, 2006: 57, Ibn Manzūr, tt: 5/218 dan Munawwir, 1997: 1533), al-musyrīf (manajer), al-qayyīm (direktur), al-mutawallī (administrator), atau al-mudīr (direktur) (asy-Syu’aib, 2006: 58).
Adapun definisi nazhir secara istilah dikemukakan oleh Mahmūd Farāj as-Sanhuri sebagaimana dikutip oleh asy-Syu’aib (2006: 58), adalah pihak yang diberi kewenangan oleh wakif untuk mengurus, menjaga, memperbaiki, mengembangkan, mengelola, dan membagikan wakaf dan manfaatnya kepada para mustahik, di mana ia (nazhir) memiliki beberapa hak dan kewajiban yang sesuai dengan syari’at Islam.
Kualifikasi profesionalisme nazhir yang secara umum disyaratkan oleh fikih adalah beragama Islam, baligh (sudah dewasa), aqil (berakal sehat), memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf (profesional), dan memiliki sifat adil (al-Baqī, 2006: 72, an-Nawawī, t.th: 313). Dalam UU No. 41 Tahun 2004, disebutkan nazhir berupa perseorangan, organisasi, dan badan hukum[4].
Menurut Wahiduddin Adams (2011: 40), Ketua Divisi Kelembagaan BWI, persyaratan nazhir secara fikih ini merupakan dasar bagi pemikiran UU wakaf kontemporer di beberapa negara muslim, tidak terkecuali Indonesia. Nazhir diposisikan pada tempat yang sangat penting bagi pengembangan wakaf. Inovasi pengembangan aset wakaf tergantung kreatifitas nazhir.
3. Manajemen Strategis[5]
Griffin (2004: 226) mendefinisikan strategi dengan rencana komprehensif untuk mencapai tujuan organisas i. Definisi senada dikemukakan Newman dan Logan (1971: 70) di mana strategi adalah perencanaan yang melihat ke depan yang dipadukan dalam konsep dasar atau misi perusahaan. Definisi yang mendukung pendapat Griffin, Newman dan Logan disampaikan oleh Glueck (1980:4) yang menyebutkan strategi adalah satu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang menghubungkan kekuatan strategi perusahaan dengan lingkungan yang dihadapinya, kesemuanya menjamin agar tujuan perusahaan tercapai[6].
Jauch dan Glueck (1998: 216), menyamakan strategi baik pada tingkat perusahaan maupun tingkat bisnis. Berikut ini diuraikan secara rinci :
a). Strategi ekspansi[7]; alasan penerapan strategi ini bermacam-macam, di antaranya perusahaan berada dalam industri yang labil, motivasi manajemen, keyakinan bahwa perubahan lingkungan yang cepat menghendaki ekspansi, dan keyakinan bahwa ekspansi mengakibatkan perbaikan prestasi (Jauch dan Glueck, 1998: 219-220). Organisasi yang mengimplementasikan strategi ini adalah organisasi yang inovatif,  dan berani mengambil sejumlah resiko.
b). Strategi penciutan[8]; dipakai untuk menghadapi krisis. Strategi ini dilakukan perusahaan bila merasa perlu mengurangi kegiatan dalam perusahaan. Strategi penciutan merupakan strategi terbaik bagi perusahaan yang telah mencoba segala-galanya, namun tidak berhasil tapi terus berusaha memperbaiki keadaan (Jauch dan Glueck, 1998: 221).
c). Strategi stabilitas[9]. Menurut Jauch dan Glueck (1998: 216), strategi stabilitas difokuskan pada perbaikan fungsi pelayanan, seperti meningkatkan mutu dan meningkatkan efisiensi produk.
d). Strategi kombinasi; di mana mereka berkembang sedikit demi sedikit dengan menambahkan produk dan jasa baru, menambah daerah pasar geografis, dan lainnya (Jauch dan Glueck, 1998: 224).
Setelah menetapkan sejumlah strategi, maka pekerjaan selanjutnya adalah implementasi dari strategi tersebut. Menurut Jauch dan Glueck (1998: 331) setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni alokasi sumber daya, organisasi, dan kepimpinan. Umpamanya alokasi sumber daya yang harus disesuaikan dengan strategi yang digunakan suatu lembaga. Jika strategi yang dipilih adalah ekspansi dalam bidang usaha tertentu, maka diperlukan arus sumber daya yang lebih besar lagi pada lapangan yang ditargetkan untuk ekspansi, guna memberi kekuatan pada strategi tersebut.


D. Strategi pengelolaan wakaf BWA dan WATER
Dalam mengelola wakaf, BWA dan WATER memiliki sejumlah strategi sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel
Strategi Pengelolaan Wakaf pada BWA dan WATER

Pengelompokan Strategi
Strategi Pengelolaan Wakaf Pada BWA dan WATER
BWA
WATER
Ekspansi
a.     Membuat program wakaf al-Qur’an.
b.     Membuat program inovatif sebagai penunjang wakaf al-Qur’an.

a.     Membuat program wakaf untuk kemaslahatan.
b.     Inovatif membuat program wakaf yang baru
c.     Menambah jenis investasi baru.
d.    Membuat lembaga dan perusahaan baru.
e.     Membuat program pendistribusian hasil investasi wakaf.

Stabilitas
a.     Melakukan perbaikan sistem penghimpunan dan pendistribusian wakaf.
b.     Meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan pada para wakif.
c.     Menekankan pada perbaikan internal.
d.    Memperbaiki pelayanan pada mauqūf ‘alaih.
a.     Melakukan perbaikan sistem.
b.     Menekankan perbaikan internal.

Penciutan

-
Menghentikan Program Dana Abadi Operasional Masjid dan Program Tebar Buku Wakaf.

Kombinasi
Mengembangkan program lama sambil mencari program baru.
a.     Menghentikan program lama sambil membuat program wakaf baru.
b.     Mempertahankan program lama dan inovatif membuat program wakaf yang baru.



Dari tabel di atas diketahui bahwa BWA lebih banyak menerapkan strategi stabilitas. Hal ini dapat dimaklumi karena BWA sudah berada pada level yang stabil. Di mana, BWA memiliki banyak wakif yang loyal, partner lapangan, dan simpatisan yang siap mendukung kesuksesan setiap program lembaga. Di sisi lain, WATER memberikan porsi yang besar (50%) pada strategi ekspansi, kemungkinan disebabkan WATER berada pada kondisi yang masih labil, motivasi manajemen yang tinggi, keyakinan bahwa perubahan lingkungan yang cepat menghendaki ekspansi dan keyakinan bahwa ekspansi mengakibatkan perbaikan prestasi. Faktor-faktor tersebut jika terdapat pada suatu lembaga, maka menurut Jauch dan Glueck (1998: 220) sangat mungkin untuk dijadikan alasan untuk lebih banyak menerapkan strategi ekspansi.



E. Implementasi Strategi Ekspansi, Stabilitas, Penciutan, dan Kombinasi Pada BWA dan WATER

1. Implementasi strategi ekspansi pada BWA dan WATER
Di dalam membuat program-program wakaf, baik BWA maupun WATER sama-sama bertumpu pada visi dan misi lembaga masing-masing[10]. Untuk itu, kedua lembaga ini berusaha membuat program-program wakaf yang bertumpu pada kemaslahatan umat.
Program-program wakaf yang inovatif dan berorientasi pada kemaslahatan umat merupakan kekuatan dari kedua lembaga ini. Kekuatan tersebut disambut dengan tingginya antusias masyarakat berwakaf untuk hal-hal yang berbau sosial. Oleh sebab itu, jika meminjam pendapat Sule dan Saefullah (2006: 136) strategi agresif atau ekspansi cocok untuk diterapkan lembaga. Dan strategi inilah yang dilakukan oleh BWA dan WATER. Strategi ini walaupun cenderung mengambil resiko (bisa saja berhasil atau malah gagal), akan tetapi jika dilaksanakan dengan cermat, akan menjadi kekuatan yang dapat menambah kekuatan yang telah ada.
Lebih lanjut, strategi ekspansi yang diimplementasikan BWA dan WATER dapat berjalan baik berkat jaringan dan kerjasama wakaf. Hal tersebut perlu dilakukan BWA karena program-program wakafnya sangat bervariatif dan butuh keahlian dalam melaksanakannya, maka perlu ahli yang mengerti dan memahami teknologi yang berkenaan dengan hal itu. Seperti wakaf aliran listrik, BWA bekerjasama dengan IBEKA yang memang ahli dalam membuat alat pembangkit listrik yang berskala kecil seperti pikohidro dan mikrohidro. Selain itu pembukaan Gerai Wakaf di beberapa tempat di Jakarta yang terealisasi berkat kerjasama yang dibangun BWA dengan para pengurus masjid dan manajer mall agar diperkenankan membuka gerai wakaf selama Bulan Ramadhan 1433 H. Hasilnya, BWA sukses merekrut ribuan wakif hanya dalam waktu satu bulan (http//:wakafquran.org/blog/categori/ partnership/. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012).
BWA memiliki dua strategi yang dapat digolongkan pada strategi ekspansi. Salah satunya strategi membuat program wakaf yang inovatif sebagai penunjang wakaf al-Qur’an yang diterapkan BWA ketika mendapatkan permasalahan di lapangan. BWA yang pada awalnya hanya bergerak pada program wakaf al-Qur’an mulai bergeser setelah menyaksikan kondisi masyarakat yang menetap di pedalaman dan lokasi terpencil. Karena itu, lembaga ini mulai berkreasi dengan membuat beberapa program yang unik dan belum dipikirkan apalagi dibuat lembaga wakaf lainnya, seperti program wakaf sarana air bersih, program wakaf listrik, program wakaf kapal dakwah, dan lain sebagainya (Newsletter BWA, Agustus 2010). Program-program ini adalah inovasi yang dilakukan BWA sesuai dengan misinya menjadi lembaga wakaf yang memberikan manfaat seluasnya bagi umat. Hal ini menjadikan BWA berbeda dengan lembaga-lembaga wakaf yang lain.
Setali tiga uang dengan BWA, WATER juga menerapkan strategi ekspansi, di mana sebesar 50 % dari total strategi pengelolaan wakaf WATER merupakan strategi ekspansi. WATER berkonsentrasi dalam memberikan pemahaman baru pada masyarakat terkait wakaf uang. Karena memang sebagaimana dikemukakan Sumuran Harahap (2007), pengetahuan masyarakat tentang wakaf dan pendayagunaannya harus selalu ditingkatkan dalam rangka memaksimalkan pengelolaan wakaf di Indonesia. Program wakaf maslahat umat terbukti paling banyak diminati para wakif (lebih dari 90 %).
Walaupun BW telah berusaha mengimplementasikan strategi ekspansi, tetap saja ada kekurangan dalam pengimplementasiannya, diantaranya dapat dilihat dari desain pengurusnya. Di mana, para pengurus sering berhenti di tengah jalan, sehingga pelaksanaan program menjadi terhambat. Belum lagi informasi-informasi yang hilang karena hanya diketahui oleh pengurus yang telah mengundurkan diri tersebut. Selain itu, kebijakan tidak memberikan gaji pada para pengurus, membuat mereka tidak dapat full mengelola BWA, disebabkan mereka harus mencari pekerjaan lain untuk  mencukupi kebutuhan keluarga.
Adapun kekurangan WATER dilihat dari sedikitnya pengurus yang mengimplementasikan strategi ini. Umpamanya, WATER memiliki tugas menghimpun dan mendistribusikan dana hasil investasi wakaf. Tugas ini tidak dapat dikatakan ringan, karena banyak hal yang harus dilaksanakan. Sebab itulah, solusi terbaik adalah menambah jumlah pengurus, atau paling tidak intensif menarik para relawan sehingga pekerjaan yang berat terasa ringan.
Namun, terlepas dari bererapa kekurangan sebagaimana dikemukakan di atas, BWA telah berhasil memanfaatkan kecenderungan masyarakat yang lebih tertarik mewakafkan sebagian hartanya pada sektor-sektor yang sudah jelas dan pasti. Hal ini membuat program-program wakaf BWA semakin diminati masyarakat, terbukti dengan tingginya antusias masyarakat untuk berwakaf ke BWA. Seperti program wakaf al-Qur’an yang banyak menginspirasi lembaga-lembaga lainnya untuk juga menghimpun wakaf al-Qur’an dari masyarakat, diantaranya Lembaga Manajemen Infaq (LMI) Surabaya, dan Baitul Maal Hidayatullah (BMH).
Sejalan dengan yang disampaikan Sule dan Saefullah (2006: 137), pengimplementasian strategi selalu tidak dapat dilepaskan dari hal-hal yang bersifat administrasi, seperti struktur dan desain organisasi. Pada BWA, pengimplementasian suatu strategi tidak hanya diberikan kepada para pengurus yang jumlahnya terbatas. Karena, para pengurus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh para relawan yang berjumlah puluhan orang. Begitu juga untuk eksekusi program di lapangan, pengurus selain dibantu partner lapangan, mendapatkan banyak bantuan dari masyarakat. Ini juga yang membuat program-program BWA selalu sukses pada tataran aplikatif.
Strategi ekspansi dilakukan WATER baik di tingkat lembaga maupun tingkat program. Pada tingkat lembaga dengan dilahirkannya perusahaan dan lembaga baru. Perusahan baru yang dibuka WATER adalah DMC, yang kerja utamanya adalah menginvestasikan dana wakaf uang yang diterima WATER, sehingga menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda. Investasi yang dipilih DMC adalah investasi pada lembaga keuangan syari’ah dan pada sektor riil. Selain membuat DMC, WATER juga membidani lahirnya MYF, di mana MYF bergerak pada penyaluran hasil investasi wakaf uang yang diarahkan khusus pada penyantunan anak-anak yatim.
Menurut Jauch dan Glueck (1998: 220), strategi ekspansi diterapkan organisasi atau lembaga karena beberapa alasan, seperti motivasi manajemen, keyakinan bahwa perubahan lingkungan yang cepat menghendaki ekspansi, dan keyakinan bahwa ekspansi mengakibatkan perbaikan prestasi. Agaknya, tujuan yang terakhir inilah yang menjadi alasan BWA dan WATER menerapkan strategi ekspansi.
Menambah jenis investasi baru merupakan point plus bagi WATER. Di mana keseriusan WATER dalam menjalankan investasi wakaf uang, yang terlihat dengan didirikannya perusahaan provit yang khusus menangani investasi wakaf uang sangat layak untuk ditiru lembaga wakaf uang lainnya. Dari semua jenis investasi yang telah dijalankan WATER, dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak mengalami kerugian.


2. Implementasi strategi stabilitas pada BWA dan WATER
Selain strategi ekspansi, BWA dan WATER juga menerapkan strategi stabilitas. Keduanya menyakini bahwa perbaikan sistem dan pelayanan akan berdampak pada bertambahnya wakif yang mempercayakan wakafnya pada lembaga ini. Kedua lembaga inipun menerapkan strategi ini pada tataran produk atau program.
BWA dan WATER sama-sama menerapkan strategi perbaikan baik dari segi penghimpunan wakaf maupun dari segi lembaga. Kedua lembaga ini menggunakan teknologi yang memberikan kemudahan pada para wakif dalam berwakaf. Selain itu, keduanya juga tidak sembarangan merekrut pengurus, di mana pengalaman dan kemampuan sangat ditekankan. Begitu juga dalam upaya meningkatkan kemampuan pengurus, kedua lembaga inipun memberikan berbagai pelatihan dan pembinaan baik formal maupun non-formal.
Perbedaan BWA dari WATER dalam hal pemilihan strategi stabilitas dan pengimplementasiannya dapat dilihat pada strategi memperbaiki pelayanan pada para wakif dan mauquf ‘alaih. BWA memperbaiki mutu kehidupan masyarakat pedalaman, terasing, dan terkebelakang suku terasing, masyarakat muslim terpencil yang hidup di daerah minoritas muslim, atau di daerah-daerah rawan akidah dalam segala segi kehidupan. Hal tersebut dikarenakan, bagi BWA masyarakat di dua tempat tersebut kurang mendapatkan perhatian, dan bantuan dari pemerintah. Mereka yang juga merupakan rakyat Indonesia selalu merasa dinomor duakan dan minim fasilitas.
BWA menerapkan strategi stabilitas ini dengan hanya fokus pada peningkatan mutu pelayanan pada wakif dan mauqūf ‘alaih, serta fokus pada perbaikan sistem penghimpunan dana wakaf dengan membuka gerai wakaf, berwakaf secara online, dan penerapan virtual account untuk mempermudah para wakif menyalurkan wakafnya (Newsletter BWA, Oktober-November 2012).
Adapun WATER juga menerapkan strategi stabilitas, yang ditandai dengan pemilihan strategi perbaikan internal, dan melakukan perbaikan sistem. Perbedaannya dengan BWA terletak pada strategi melakukan perbaikan sistem khususnya investasi wakaf dan pendistribusian hasil investasi wakaf. WATER lewat DMC meningkatkan kehati-hatian dalam berinvestasi, salah satunya dengan menarik dana wakaf yang didepositokan pada BPRS dan mengalihkannya pada bank-bank syari’ah yang lebih mapan dan memiliki LPS. Begitu juga dengan investasi pada sektor riil, DMC juga berusaha meningkatkan provit, salah satunya dengan membeli satu unit mobil pick up agar distribusi barang yang dijual lebih mudah, cepat, dan murah. Strategi stabilitas menurut Kuncoro (2006: 127), memberikan organisasi waktu “istirahat” dan mempersiapkan diri kembali untuk menghadapi persaingan ke depan.
Kekurangan BWA dalam penerapan strategi stabilitas terlihat pada belum seriusnya BWA melaksanakan perbaikan internal khususnya perbaikan kinerja para pengurus. Di satu sisi BWA menginginkan para pengurus dapat bekerja profesional dan full time, akan tetapi di sisi lain BWA tidak mengimbanginya dengan pemberian kompensasi seperti gaji ataupun tunjangan sebagai penghargaan bagi pengurus karena telah mengelola wakaf dengan maksimal. Alhasil banyak pengurus yang mengundurkan diri di tengah jalan karena desakan ekonomi. Dengan kata lain mereka juga harus fokus pada pekerjaan yang lain untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Selain itu, menurut penulis kekurangan BWA adalah lembaga ini terlalu lama menerapkan strategi ini, di mana sampai akhir tahun 2012 belum ada program wakaf baru yang dikeluarkan BWA. Padahal jika merujuk pada pendapat Kuncoro (2006: 127), strategi stabilitas adalah strategi jangka pendek. Lingkungan akan selalu berubah walaupun organisasi menerapkan strategi stabilitas.
            Kekurangan WATER dalam menerapkan strategi stabilitas terlihat pada belum maksimalnya pelayanan pada para wakif. Di mana setelah wakif menyalurkan wakafnya pada WATER, maka WATER mengirimkan ucapan terima kasih pada web wakif. Tapi setelah itu tidak ada lagi kontak atau jalinan silaturahmi wakif dengan WATER. Padahal, seharusnya silaturahmi tetap terjalin, sehingga wakif mendapatkan kesan yang mendalam, sehingga akan terpanggil lagi untuk terus berwakaf pada WATER.
Terlepas dari beberapa kekurangan sebagaimana dikemukakan di atas, BWA memiliki kelebihan dalam hal pelayanan pada para wakif. Dimana para wakifnya diibaratkan sebagai raja yang selalu diberikan informasi dan kemudahan baik ketika menyalurkan wakaf maupun setelahnya. BWA tidak berhenti ketika wakif telah menyalurkan wakafnya, akan tetapi terus ”dirangkul” dan diingatkan untuk kembali berwakaf dengan terus mengirimi wakif surat, newsletter, sms, email, dan telephon. Berbagai upaya tersebut memotivasi wakif untuk terus ingin berwakaf.
Pelayanan yang dilakukan BWA kepada para wakifnya, sejalan dengan yang dikemukakan Darey & Jacks (2001) dalam Setianto (2004), di mana suatu lembaga harus membangun relasi yang baik dengan para pelanggan (wakif). Layanan terhadap  pelanggan harus sempurna, diantaranya bersikap sopan, hormat, ramah, antusias, menyenangkan, dan lainnya. Nazhir harus mempertimbangkan pengukuran kepuasan konsumen sebagai suara dari konsumen untuk perbaikan kualitas. Sehingga jika organisasi tidak melakukan perubahan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen maka akan terjadi penurunan kepuasan konsumen. Masalah di atas menyebabkan hilangnya kepercayaan konsumen terhadap lembaga.
Sedangkan WATER kelebihannya terletak pada perbaikan sistem investasi dana wakaf. WATER mampu memilih model investasi yang tepat, sehingga memberikan hasil maksimal. Umpamanya investasi yang disalurkan pada layanan Khitan Center. Hanya dengan bermodalkan Rp. 50.000.000,-, WATER dalam jangka waktu 2 tahun telah berhasil mengkhitan lebih kurang 1.852  orang yang bukan hanya terdiri dari anak-anak, tapi juga muallaf yang sudah dewasa bahkan tua. Total provit yang diterimapun juga besar, sekitar Rp. 674.980.000,-.
Kelebihan WATER juga terlihat pada model penghimpunan wakaf dari wakif. Di mana, wakif diberi kebebasan untuk memilih apakah berwakaf dengan pembayaran bulanan atau berwakaf sekaligus. Model ini sangat memudahkan para wakif. Mereka tidak perlu memaksakan diri untuk berwakaf langsung dalam jumlah yang banyak akan tetapi dapat dicicil setiap bulannya.
Selain itu, kekuatan WATER terletak pada profesionalitas pengurus. Di mana, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa para pengurus WATER adalah orang-orang yang amanah, bekerja full time, dan berpengalaman bekerja pada lembaga-lembaga sosial keagamaan.


3. Implementasi strategi penciutan pada WATER
Satu-satunya strategi WATER yang masuk pada kategori strategi penciutan adalah menghentikan program Dana Abadi Operasional Masjid dan Program Tebar Buku Wakaf. Mekanisme kerja Program Dana Abadi Operasional Masjid adalah dengan menawarkan program ini pada para pengurus masjid, yang oleh pengurus disampaikan pada masyarakat untuk mengumpulkan uang minimal 12 juta yang nantinya akan diinvestasikan oleh WATER. Keuntungan investasi perbulan dikembalikan lagi pada pengurus masjid untuk digunakan sesuai tujuan program, seperti untuk pembangunan, rehab masjid, serta biaya operasional masjid. Dalam hal ini WATER bekerjasama dengan Dewan Masjid.
Akan tetapi, sejak bulan Mei 2012, program dana abadi operasional masjid dihentikan dulu. Hal tersebut karena kurangnya minat masyarakat untuk menyalurkan wakafnya pada program ini.Penghentian program ini bukanlah dimaksudkan selama-lamanya, akan tetapi sampai didapatkan strategi yang lebih mantap dalam mensukseskan program Dana Abadi Operasional Masjid. Jika sudah ditemukan strategi yang jitu, maka program ini akan dibuka lagi bagi masyarakat.
Program kedua yang dihentikan WATER adalah program Tebar Buku Wakaf yang dimaksudkan untuk mencerdaskan masyarakat dengan bacaan-bacaan islami. Buku-buku tersebut dibeli dari dana wakaf yang diberikan wakif untuk kemudian disalurkan secara gratis pada masyarakat kurang mampu. Akan tetapi setelah berjalan kurang lebih setahun, program ini kurang mendapatkan sambutan dari masyarakat. Sehingga WATER mau tidak mau terpaksa menghentikan program ini.
Selain itu, WATER juga melakukan efisiensi pengurus, di mana hanya tiga pengurus yang khusus mengelola WATER. Pengurus yang lain bukan hanya mengelola WATER, akan tetapi juga menjadi pengurus pada DMC dan MYF. Strategi penciutan ini menurut Sule dan Saefullah (2006: 142) dilaksanakan untuk memulihkan kondisi buruk yang menimpa lembaga.


4. Implementasi strategi kombinasi pada BWA dan WATER
Dalam menerapkan strategi kombinasi, kedua lembaga ini yakni BWA dan WATER sama-sama mempertahankan program lama sambil menjalankan dan memperkenalkan program baru. BWA mengembangkan program wakaf khusus sambil terus juga menjalankan program wakaf al-Qur’an. Semua program ini dilaksanakan berbarengan, yang disampaikan kepada masyarakat. Program mana yang lebih dahulu tercukupi dana wakafnya, maka program tersebut yang akan dilaksanakan terlebih dahulu.
Selanjutnya, WATER sambil terus mempertahankan program wakaf maslahat umat, juga mengembangkan program wakaf pembangunan GMC. Begitu juga dengan fokus WATER pada penghimpunan wakaf uang yang terus berjalan, akan tetapi pada waktu yang bersamaan juga menghimpun dana wakaf selain uang yang digunakan untuk program pembangunan GMC.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa BWA dan WATER secara umum sudah menjalankan strategi ekspansi, stabilitas, dan kombinasi dengan baik. Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa BWA lebih unggul dalam mengimplementasikan satu strategi dan WATER unggul dalam pengimplementasian strategi yang lain. Umpamanya, BWA berhasil dalam menerapkan strategi ekspansi yang ditandai dengan tingginya minat masyarakat untuk menyalurkan wakafnya pada program-program wakaf BWA. Begitu juga dengan penerapan strategi stabilitas, dimana BWA memberikan pelayanan yang maksimal kepada para wakif dan mauqūf ‘alaih. Silaturahmi dengan wakif terus terjalin dengan baik. BWA sangat intens memberikan informasi-informasi kepada wakif baik berupa program maupun realisasi program. Selain itu, wakif “merasa” menjadi bagian dari BWA, di mana selalu mendapatkan telephon, sms, surat, dan newsletter dari BWA.
Sedangkan WATER unggul dalam menerapkan strategi ekspansi khususnya dalam mendirikan DMC dan membuat program investasi wakaf uang. Strategi WATER yang membidani lahirnya DMC telah mampu membawa lembaga ini pada pencapaian provit yang tinggi. Hal ini tentu saja berimplikasi pada semakin banyak hasil investasi yang disalurkan WATER pada program-program distribusi yang telah ditetapkan. Selain itu WATER mampu memilih dan menjalankan model-model investasi yang efektif, sehingga tidak pernah mengalami kerugian, bahkan telah memberikan provit yang besar bagi kelangsungan program-program lembaga.


F. Tawaran Strategi Pengelolaan Wakaf Dalam Bingkai Manajemen Strategis
Berdasarkan hasil penelitian tentang strategi pengelolaan pada BWA dan WATER sebagaimana yang sudah dijabarkan, terdapat satu kesimpulan penting bahwa lembaga wakaf sebagai pihak yang dipercaya mengelola wakaf umat harus memiliki strategi dalam mengelola wakaf, walaupun pengaplikasian pada tiap lembaga wakaf tidak selalu dalam bentuk yang sempurna. Pengaplikasian dapat berbeda-beda, tergantung pada keadaan lembaga yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa BWA dan WATER menerapkan jenis strategi dari Jauch dan Glueck, dengan kuantitas yang berbeda pada masing-masing strategi. BWA hanya menerapkan tiga dari empat jenis strategi yang dikemukakan Jauch dan Glueck, yakni strategi ekspansi, stabilitas, dan kombinasi. BWA tidak menerapkan strategi penciutan, disebabkan kondisi lembaga sedang berada pada level stabil yang ditandai dengan terus meningkatnya dana wakaf yang diterima lembaga ini serta tingginya animo dan partisipasi masyarakat dalam mensukseskan setiap program wakaf BWA.
Walaupun begitu, tetap saja BWA lebih banyak mengimplementasikan strategi stabilitas, di mana BWA menginginkan pasar yang terus stabil dengan resiko yang minimal. Padahal jika merujuk pada pendapat Sule dan Saefullah (2006: 136), jika lembaga memiliki banyak kelebihan dan sekaligus berhadapan dengan peluang yang tinggi, maka strategi yang tepat adalah strategi ofensif (agresif atau ekspansi).
Akan tetapi, bukan berarti BWA tidak memiliki kelemahan dan tantangan dalam perjalanan mereka. Banyaknya kelemahan yang ditemukan pada lembaga ini, berikut tantangan yang dihadapi, menjadikan BWA harus berhati-hati  membuat program baru agar tidak menghadapi resiko yang akan merugikan BWA dan dana wakaf yang diamanahkan umat pada lembaga ini.
Adapun WATER tampaknya berimbang dalam menerapkan strategi Jauch dan Glueck. Dalam waktu bersamaan beberapa strategi diterapkan, seperti ketika menerapkan strategi penciutan, WATER juga menerapkan strategi ekspansi dan strategi stabilitas. Penerapan beberapa strategi ini jika dilihat dari analisis SWOT dirasakan pengurus WATER sudah tepat. Di mana jika diklasifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang diterima WATER, maka dapat dikatakan berimbang. Hal inilah yang membuat WATER terkadang menerapkan satu strategi dan kadang beralih pada strategi yang lain.
Pemilihan strategi pada lembaga wakaf juga harus mempertimbangkan jenis wakaf yang dihimpun. Jika sebagai lembaga mengelola wakaf uang, maka selain memikirkan strategi penghimpunan dana wakaf, lembaga juga harus membuat program investasi wakaf. Pengalaman WATER dengan mendirikan perusahaan DMC layak ditiru dalam rangka optimalisasi investasi dana wakaf.
Pengalaman BWA dengan model wakaf langsung seperti wakaf kapal dakwah, wakaf aliran listrik, dan lainnya juga membuktikan bahwa wakaf langsung bukan hanya berorientasi konsumtif akan tetapi juga produktif. Umpamanya wakaf kapal dakwah, selain ditujukan untuk menunjang kelancaran distribusi wakaf al-Qur’an, namun juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan para nelayan muslim sehingga ekonomi keluarga mereka dapat meningkat.
BWA menyalurkan wakaf dengan menunjuk langsung siapa penerima wakaf dan menyampaikannya pada masyarakat. Cara ini ternyata ampuh dalam mengaet wakif dan meraup simpati masyarakat. Adapun WATER memilih tidak menunjuk langsung siapa penerima wakafnya. WATER mendistribusikan hasil investasi wakaf untuk sesuatu yang bersifat makro seperti kemaslahatan umat.
Terlepas dari pemilihan dan penerapan strategi yang berbeda antara BWA dan WATER seperti yang dikemukakan di atas, perlu dicermati pertimbangan yang dikemukakan Hitt (2001: 161), bahwa efektifitas setiap strategi bersifat kontingen terhadap peluang-peluang dan ancaman yang terdapat dalam lingkungan eksternal organisasi sekaligus kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari internal organisasi. Satu hal yang perlu dicermati dalam penerapan strategi pengelolaan wakaf bahwa kondisi dan lingkungan di mana lembaga berada selalu berubah. Untuk itu, jangan terpaku pada satu strategi dalam jangka waktu yang lama.
Dari hasil penelitian sebagaimana dikemukakan sebelumnya, akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa manajemen strategis khususnya dalam hal pemilihan strategi dan pengimplementasiannya dapat diterapkan pada lembaga wakaf. Pemilihan strategi dan pengimplementasiannya dapat disesuaikan dengan kondisi lembaga dengan intensitas masing-masing lembaga yang berbeda-beda. Dengan demikian, pendapat Supriyono (1990: 11-13), Steiss (2003: 6), dan David (2007: 197-198) dikuatkan dengan penelitian ini.


G. Kesimpulan
1.Sebagai lembaga yang telah mendapatkan kepercayaan banyak masyarakat yang dibuktikan dari 50 ribu lebih wakif bergabung dengan BWA dan dana wakaf yang besar, BWA lebih banyak menerapkan strategi stabilitas untuk melindungi pangsa pasarnya. Selain itu, BWA tidak menerapkan strategi penciutan dikarenakan keadaan lembaga yang masih stabil dan aman. Sedangkan WATER, lebih banyak menerapkan strategi ekspansi dengan keyakinan bahwa strategi ini dapat membawa pada perbaikan pencapaian wakaf lembaga. Di sisi lain, lembaga ini menerapkan strategi penciutan karena program Tebar Buku Wakaf dan program Dana Abadi Operasional Masjid sangat kurang mendapatkan kucuran wakaf dari masyarakat. BWA dan WATER dalam mengelola wakaf sama-sama menerapkan beberapa strategi agar tujuan lembaga dapat tercapai secara maksimal. BWA menjalankan tiga strategi yakni strategi ekspansi, strategi stabilitas, dan strategi kombinasi. Sedangkan, WATER melaksanakan beberapa strategi pengelolaan wakaf yakni strategi ekspansi, strategi stabilitas, strategi penciutan, dan strategi kombinasi.
2.    Kedua lembaga, baik BWA maupun WATER telah berusaha mengimplementasikan strategi stabilitas, ekspansi, dan kombinasi, walaupun dengan penekanan dan hasil yang berbeda. Kelebihan BWA terletak pada program-program wakaf yang inovatif, pendistribusian wakaf yang diarahkan pada daerah terpencil dan suku terasing, serta pelayanan prima pada para wakif. Sedangkan WATER, kelebihannya terletak pada investasi wakaf, di mana WATER mampu mendirikan perusahaan provit dan memilih model investasi yang tepat. Pengimplementasian strategi-strategi tersebut telah mampu mengantarkan BWA pada lembaga yang amanah dan sukses. Lain halnya dengan WATER yang harus berjuang lebih keras mengimplementasikan strategi-strategi tersebut untuk dapat mencapai tujuan lembaga secara maksimal.


H. Daftar Pustaka
Adams, Wahiduddin, “Signifikansi Peran dan Fungsi Nazhir Menurut Hukum Islam dan UU No. 41 Tahun 2004,” al-Awqaf, Januari 2011

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta

Al-Baqī, Ibrahīm Mahmud Abd, 2006, Daur al-Waqf fi Tanmiyah al-Mujtama’ al-Madanī (Namūżaju al-Amānah al-Ammah li al-Auqāf bi Daulah al-Kuwait), Kuwait: Maktabah al-Kuwait al-Waţaniyah Atsnā’a an-Nasyar

Bryson, John M, 2001, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

al-Bukharī, t.th, Şahīh al-Bukhārī, Semarang: Maktabah wa Maţba’ah Toha Putra, Juz II

Christensen, C. Roland and Others, 1973, Business Policy: Text and Cases, Homewood Illinois: Richard D. Irwin, Inc

Coulter, Mary, 2002, Strategic Management in Action, New Jersey: Prentice Hall, Second Edition

David, Fred R., 2007, Strategic Management; Concepts and Cases, New Jersey: Pearson Prentice Hall, Eleventh Edition

Dess, Gregory G and G. T. Lumpkin, 2003, Strategic Management: Creating Competitive Advantage, Boston: McGraw Hill-Irwin

Freeman, R. Edward, 1995, Manajemen Strategik; Pendekatan terhadap Pihak-Pihak Berkepentingan, (Alih bahasa Rochmulyati Hamzah dari judul asli “Strategic Management; A Stakeholder Approach), Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, Cet. Ke-3

Griffin, Ricky. W, 2004, Manajemen Edisi Ketujuh, (Judul Asli Management 7th Edition, diterjemahkan oleh Gina Gania), Jakarta: Penerbit Erlangga, Jilid. Ke-1, Cet. Ke-9

Hitt, Michael A., R. Duane Ireland dan Robert E. Hoskisson, 2001, Manajemen Strategis; Daya Saing dan Globalisasi Konsep, (Judul asli “Strategic Management; Competitiveness and Globalization 4 th Edition; Concepts”) Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Ibnu Majāh, Muhammad bin Yazīd, t.th, Sunan Ibn Majāh, t.tp: t.p, Juz. Ke-7

Ibn Manzur, t.t, Lisan al-‘Arab, t.p: Dar al-Ma’arif

Jauch, Lawrence R and William F. Glueck, 1998, Manajemen Staregis dan Kebijakan Perusahaan, (Alih Bahasa Murad dn AR. Henry Sitanggang dari judul asli Strategic Management and Business Policy), Jakarta: Penerbit Erlangga

Al-Kubaisī, Muhammad Abīd Abdullāh, 1977, Ahkām al-Waqf fī Asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah, Baghdad: Maţba’ah al-Irsyad

Kuncoro, Mudrajad, 2006, Strategi; Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Penerbit Erlangga, Cet. Ke-11

Miles, Raymond E and Charles C. Snow, 1978, Organizational Strategy, Structure, and Process, New York: McGraw Hill

Munawwir, Ahmad Warson, 1997, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif

An-Nawawī, t.th, Raudah at-Ţalibin wa Umdah al-Muftīn, t.tp: t.p., t.th, Juz. Ke-2 dan 5,

Nazir, Moh, 2005, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, Cet. Ke-6

Newman, William H, and James P. Logan, 1971, Strategy, Policy, and Central Management, Cincinnati Ohio: South-Western Publishing Co

Pearce II, John A, and Richard B. Robinson, Jr, 2003, Strategic Management: Formulation, Implementation, and Control, 8 th ed, Boston: McGraw Hill

Porter, Michael E, 1980, Competitive Strategy; Techniques for Analyzing Industries and Competitors With A new Introduction, New York: Free Press

Steiss, Alan Walter, 2003, Strategic Management for Public and Nonprofit Organizations, New York: Marcel Dekker Inc

Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah, 2006, Pengantar Manajemen, Jakarta: Prenada Media

Sumuran Harahap, 2007, Kebijakan Pemerintah Tentang Pengembangan Wakaf di Indonesia, (Acara Temu Konsultasi Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir) Berbadan Hukum seluruh Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI

Supriyono, R.A, 1990, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis, Yogyakarta: BPFE

Asy-Syu’aib, Khalid Abdullāh, 2006, al-Nazārah ‘Alā al-Waqf, Kuwait: Al-‘Amānah al-‘Ammah li al-Awqāf

At-Turmuzī, Muhammad bin ‘Isa, t.th, Sunan at-Turmuzī, Kairo: Mauqi’ Wizārah al-Auqāf al-Mişriyyah, Juz. Ke-5

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159

Az-Zuhailī, Wahbah, 2007, al-Waşāya wa al-Waqf fī al-Fiqh al-Islāmī, Damsyiq: Dār al-Fikr

http://www.wakafquran.org/newbwa/html

http://www.wakafcenter.com



[1] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang, email: tiswarnitasman@ymail.com
[2] Sule dan Saefullah (2006: 136), mengelompokkan strategi berdasarkan analisis SWOT kepada tiga strategi yakni strategi agresif, strategi bertahan, dan strategi gabungan yang merupakan perpaduan antara strategi agresif dan strategi bertahan. Adapun Jauch dan Glueck (1998: 216), Griffin (2004: 240-245), Sule dan Saefullah (2006: 139-142), Porter (1980: 35), Miles dan Snow (1978), dan Kuncoro (2006: 128-129) membagi strategi berdasarkan tingkatannya, dengan penekanan masing-masing. Seperti Jauch dan Glueck (1998: 216) yang menyamakan strategi tingkat korporat dan bisnis, yakni strategi stabilitas, strategi ekspansi, strategi penciutan, dan strategi kombinasi. Demikian juga Sule dan Saefullah (2006: 139-142), yaitu strategi portofolio dan strategi utama. Strategi utama terbagi pada tiga, yakni strategi pertumbuhan, strategi kestabilan, dan strategi penghematan.
[3] Hadis tersebut secara jelas dimuat dalam Kutub as-Sittah antara lain dalam Sunan at-Turmuzī (at-Turmuzī, t.th: 388) dan Sunan Ibn Majāh (Ibnu Majāh, t.th: VII/325).
[4] Nazhir perseorangan disyaratkan harus WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani, serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Sedangkan nazhir organisasi, selain anggota organisasi harus memiliki persyaratan nazhir perseorangan, organisasi juga harus bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. Adapun nazhir berbadan hukum selain harus memenuhi syarat-syarat di atas, badan hukum tersebut juga harus dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[5] Manajemen strategis dapat dilihat sebagai suatu proses yang meliputi sejumlah tahapan yang saling berkaitan dan berurutan. Beberapa tahapan proses manajemen strategi sebagaimana dikemukakan oleh Coulter (2002: 9-13), Dess & Lupmkin (2003: 16), Pearce & Robinson (2003: 11-16) mencakup analisis lingkungan, formdulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
[6] Bagi Jauch dan Glueck (1998: 215), Sule dan Saefullah (2006: 132), strategi bukan hanya mencapai, akan tetapi juga dimaksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi di lingkungan di mana organisasi tersebut menjalankan aktifitasnya. Hal ini diamini oleh Christensen (1973: 107-108) yang menyebutkan bahwa strategi adalah pola-pola berbagai tujuan serta kebijakan dasar dan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut, dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas usaha apa yang sedang dan akan dilaksanakan oleh perusahaan.
[7] Jauch dan Glueck (1998: 237) mengemukakan bahwa strategi ekspansi terbagi dua yakni ekspansi internal dan ekspansi eksternal.
[8] Strategi penciutan terbagi dua, yakni penciutan internal dan penciutan eksternal. Penciutan internal biasanya disebut dengan strategi “operasi pembenahan” (operating turnaround) yang meliputi pengurangan biaya, meningkatkan pendapatan, mengurangi harta, dan reorganisasi produk atau pasar untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik. Sedangkan penciutan eksternal termasuk penarikan modal dan likuidasi (Jauch dan Glueck, 1998: 238-239).
[9] Jauch dan Glueck (1998: 217-218) menyebutkan ada beberapa kondisi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi menerapkan strategi stabilitas. Pertama, perusahaan berjalan dengan baik atau menganggap dirinya berhasil baik. Kedua, strategi ini paling kecil resikonya. Ketiga, strategi ini lebih mudah dan menyenangkan, di mana tidak terjadi gangguan dalam kebiasaan rutin.
[10] BWA memiliki visi menjadi lembaga wakaf profesional yang dapat mengembangkan potensi wakaf untuk kesejahteraan umat dan menjadi gaya hidup (http//:www.wakafquran.org. Diakses pada tanggal 25 Mei 2011). Sedangkan WATER memiliki visi menjadi lembaga wakaf yang amanah dan berkontribusi bagi kemaslahatan umat. Begitu juga dengan misi keduanya yang intinya memberikan manfaat semaksimal mungkin pada masyarakat melalui program wakaf (http//:wakafcenter.com/berita-105-visi-wakaf-center.html. Diakses pada tanggal 15 Februari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar