Untuk penentuan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, pemerintah melalui Kementrian Agama RI memerintahkan untuk melaksanakan observasi hilal atau rukyatul hilal. Rukyatul hilal dilaksanakan oleh masing-masing Badan Hisab Rukyat Propinsi. Bukan hanya BHR propinsi tetapi rukyatul hilal juga dilaksanakan oleh lembaga-lembaga independen yang bergelut di Bidang Astronomi dan Ilmu Falak.
Tempat observasi hilal; rukyatul hilal di propinsi Lampung yang telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah adalah Bukit Gelumpai, Kalianda-Lampung Selatan. Di Bukit Gelumpai tersebut telah didirikan bangunan sebagai tempat untuk pelaksanaan rukyatul hilal. Bagian atap bangunan itu dicor, di atasnyalah observasi dilaksanakan. Tempat observasi Bukit Gelumpai ini bukan saja dimanfaatkan oleh BHR propinsi tetapi juga oleh fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan sebagai tempat praktikum rukyatul hilal mereka.
Tempat observasi Bukit Gelumpai ini telah digunakan secara resmi sejak 1982 lalu. Secara rutin BHR melaksanakan rukyatul hilal di sana. Kamipun telah telah dua kali bersama dengan BHR propinsi Lampung melaksanakan rukyatul hilal di tempat tersebut, yakni pada akhir Zulkaidah 1430H dan akhir Syakban 1431H. Kalau kami coba deskripsikan tempat observasi Bukit Gelumpai itu sebagai berikut: berada di atas bukit yang ketinggiannya 15 meter dari permukaan laut. Pantainya menghadap ke barat. Pada arah pandangnya sebelah kiri tepatnya arah barat ke selatan terdapat dua pulau kecil yang saling berdekatan. Di bagian bawah gedung ke arah pantai terdapat perkebunan kelapa yang sudah mulai tinggi-tinggi batangnya. Bukit Gelumpai ini berjarak sekitar 70 km dari kota Bandar Lampung, dengan jarak tempuh sekitar satu setengah jam.
Sejak didirikan tahun 1992 belum pernah ada laporan keberhasilan rukyatul hilal dari tempat ini. Di samping karena kondisi hilal, juga disebabkan oleh pandangan ke ufuk dari Bukit Gelumpai selalu diliputi oleh awan tebal. Kondisi ufuk yang selalu diliputi oleh awan tebal juga diamini oleh beberapa pihak yang berdiskusi dengan para nelayan di sana. Kondisi ini tentulah menjadi semacam kegelisahan pihak BHR propinsi Lampung.
Sementara itu pihak BHR propinsi Lampungpun telah berupaya untuk mencoba tempat-tempat observasi yang lain. Misalnya Lemong, Lampung Barat, atau tempat-tempat lain yang setelah dilakukan penelitian bagus untuk observasi bulan baru. Secara agak mengejutkan bahwa pada observasi akhir Syakban 1429 H lalu, di antara anggota BHR dan dikuatkan oleh beberapa nelayan setempat yang waktu itu melakukan rukyatul hilal di Lemong melaporkan keberhasilan melihat hilal. Memang kondisi cuaca dan ketinggian hilal pada waktu observasi sangat menunjang. Waktu itu baru saja turub hujan, sehingga ufuk barat begitu bersih. Ditambah lagi berdasarkan perhitungan bahwa ketinggian hilal adalah di atas 5o. Apapun argumennya, faktanya di lemong pernah ada keberhasilan rukyatul hilal.
Secara geografis letak Lemong terlalu jauh dari Bandar Lampung. Untuk antisipasi sementara, pihak BHR telah mencoba memberikan latihan pada beberapa petugas KUA yang ada di Lampung barat untuk melakukan rukyatul hilal. Jadi sambil mencari tempat alternatif untuk rukyatul hilal pengganti Bukit Gelumpai, rukyatul hilal secara bersamaan juga dilaksanakan di lemong oleh petugas KUA di sana.
Ternyata tulisan ini perlu klarifikasi. Rukyatul hilal di bukit Gelumpai itu pernah ada yang berhasil. Pak Basrawi Arbie (tahun 1990an) pernah berhasil rukyah tapi karena pada waktu itu berhubungan masih sulit, ternyata setelah melaksanakan salat magrib ketika akan melaporkan ke pusat, ternyata petugas yang di kalianda telah ditelepon oleh pusat. Petugas itu menyatakan Kalianda tidak berhasil rukyat. Ahli falak Lampung yang lain; pak Said Jamhari telah 2x berhasil rukyah di bukit Gelumpai Kalianda waktu pada waktu pelaksanaan praktikum mahasiswa. keberhasilan beliau yg terakhir pada rukyatul hilal awal Zulkaidah 1432 H lalu.
BalasHapus