Senin, 04 Juni 2012

TELAAH TERHADAP PERBEDAAN PERHITUNGAN JADWAL SALAT YANG BEREDAR DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT


TELAAH TERHADAP  PERBEDAAN PERHITUNGAN JADWAL SALAT YANG BEREDAR DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT[1]








Abstrak

Jika dicermati jadwal-jadwal salat yang beredar di tengah-tengah masyarakat antara satu dengan lainnya tidak persis sama; terdapat perbedaan antara jadwal yang satu dengan lainnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kebingungan, keraguan, lebih jauh perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Perlu kiranya dilakukan penelusuran lebih lanjut terhadap pola jadwal-jadwal tersebut dan menganalisa faktor-faktor yang melatarbelakangi perbedaan perhitungan, dan solusi alternatif  yang dapat dilakukan untuk menyikapi perbedaan tersebut.

Kata Kunci: Jadwal Salat, Koordinat Geografis Kota, Ihtiyath, opsi waktu salat

Pendahuluan
Tulisan ini diinspirasi oleh temuan penelitian tentang perbedaan beberapa imsakiah yang penulis peroleh pada bulan Ramadan 1430 H untuk kota Bandar Lampung lalu. Perbedaan antara imsakiah atau jadwal salat akan lebih dirasakan saat bulan Ramadan; menjelang berbuka puasa; pada saat masyarakat secara serempak menanti-nantikan saat berbuka puasa.
Penulis terdorong untuk menelusuri lebih lanjut akar dari perbedaan tersebut. Faktor-faktor apa saja yang berpotensi menyebabkan perbedaan hasil perhitungan imsakiah atau perhitungan awal waktu salat pada umumnya. Mungkin saja di antara faktor-faktor yang akan penulis sebutkan nantinya pada riilnya tidak menjadi pemicu atau penyebab perbedaan perhitungan jadwal salat di Indonesia, tapi mungkin di daerah lain di belahan dunia Islam lain mungkin saja menjadi salah satu faktor penyebabnya. Dikatakan di sini faktor-faktor tersebut sebagai penyebab perbedaan perhitungan jadwal salat karena secara teknis perhitungan dan atau secara Syar’i hal ini dimungkinkan terjadi. Dalam tinjauan Syar’i hal ini terjadi karena terdapat khilafiyah di kalangan para ulama dalam memahami nash.


Faktor-Faktor Penyebab Atau Pemicu Perbedaan Jadwal Salat

Ditemui jadwal salat; dalam hal ini termasuk juga imsakiah, untuk suatu daerah itu tidak persis sama antara satu dengan yang lain. Walaupun perbedaannya relatif kecil yakni antara satu-dua menit.
Menurut Muhyiddin Khazin, perbedaan di antara jadwal-jadwal salat ini disebabkan antara lain oleh:
1.      Perbedaan data koordinat yang dijadikan acuan.
2.      Perbedaan rumus perhitungan yang digunakan.
3.      Perbedaan nilai ihtiyath.
4.      Perbedaan alat perhitungan yan digunakan.
5.      Terdapat kesalahan dalam melakukan perhitungan.[2]
6.      Data-data yang digunakan
7.      Kriteria atau opsi waktu salat yang berbeda


Perbedaan Data Koordinat Yang Dijadikan Acuan

Perbedaan pengambilan data koordinat ini kemungkinan karena beberapa faktor:
1.      Perbedaan acuan koordinat. Adakalanya koordinat suatu kota itu dihitung dari kantor kepala daerahnya, atau monumen yang dijadikan lanmard kota, atau adapula yang dihitung berdasarkan hasil perhitungan titik pusat kota atau daerah tersebut dihitung dari bagian daerah yang paling timur dan barat.
2.      Adanya pengembangan atau perluasan kota atau daerah.
3.      Perbedaan sumber pengambilan data. Adakalanya data koordinat itu diambil dari peta yang dikeluarkan oleh institusi atau lembaga yang berbeda. Biasanya karena letak suatu kota pada peta tidak persis pada lintang atau bujur tertentu, maka dilakukan interpolasi pada peta tersebut. Contoh perbedaan dalam pengambilan data koordinat daerah ini adalah pengambilan data koordinat kota Bandar Lampung dalam berbagai Imsakiah Ramadan 1430 H untuk kota Bandar Lampung yang lalu: Badan Hisab Rukyat Departemen Agama Φ -5° 25’ LS     λ 105°  17’BT, Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung  Φ -5° 26’ LS  λ 105°  16’BT, dan Ibnoe Zahid Abdo el-Moeid Φ -5° 26’LS  λ  105°  14’BT.

Perbedaan Rumus Perhitungan Yang Digunakan
            Perhitungan atau penentuan awal waktu salat atau jadwal salat yang lazim digunakan  Indonesia ada dua macam. Yakni perhitungan yang dijadikan pedoman oleh Kemenag (menggunakan rumus yang tidak memperhitungkan ketinggian tempat). Dan perhituangan yang menggunakan rumus dengan  ketinggian tempat tersebut dari permukaan laut. Berikut ini akan dipaparkan langkah-langkah perhitungan dari kedua rumus perhitungan tersebut, untuk selanjutnya dapat dilihat sisi-sisi perbedaannya.
1.      Perhitungan Awal Waktu Salat Menggunakan Rumus Kemenag (Perhitungan Awal Waktu Salat Dengan Tidak Memperhitungan Ketinggian Tempat


Untuk keperluan perhitungan awal waktu salat secara umum, dalam kajian ilmu Falak ditentukan dengan menempuh langkah-langkah berikut:
a.                               Data h Matahari          Magrib -1°
                                    Terbit  +1°
Isya     -18°
Subuh - 20°
b.      Perhatikan dengan cermat Bujur (lx) baik BB atau BT, Lintang ( fx) dan tinggi tempat (TT) dari permukaan laut. Bujur (lx) dan Lintang (fx) dapat diperoleh melalui Tabel, Peta, Global Posision System (GPS), Google Earth, dan lain-lain. Tinggi Tempat (TT) dapat diperoleh dengan bantuan altimeter atau juga dengan GPS.
c.       Perhatikan deklinasi Matahari (dm) dan equation of time (e) pada tanggal yang dikehendaki.
d.      Untuk merubah Waktu Hakiki (Waktu Istiwa) menjadi Waktu Daerah / WD (WIB, WITA,WIT) gunakan rumus:
      Waktu Daerah / WD   = WH – e + (ld - lx): 15 atau   
                                                = WH – e + (BTd - BTx): 15
      ld = BTd adalah Bujur Daerah, yaitu: WIB = 1050, WITA = 1200 dan WIT = 1350, sedangkan BTx = adalah Bujur setempat.
e.       Apabila hasil perhitungan ini hendak digunakan untuk keperluan ibadah, maka hendaknya dilakukan ikhtiyath dengan cara sebagai berikut:
1). Bilangan detik berapapun hendaknya dibulatkan menjadi satu menit, kecuali untuk terbit detik berapapun harus dibuang.
2). Tambahkan lagi bilangan 2 menit, kecuali untuk terbit kurangi 2 menit.

Contoh :
Perhitungan awal-awal waktu salat untuk kota Semarang  pada tanggal 12 Mei 2009. 
Semarang terletak pada BT (lx) = 1100 24’ dengan Lintang (fx) = -70.
Ephemeris 12 Mei 2009 pk. 05 UT (12 WIB) diperoleh data deklinasi Matahari
(dm) =  180 13’ 5” dan equation of time (e) = + 0j 3m 40d .      

Zuhur WIB               = pk. 12 – e + (ld -  lx): 15     
= pk. 12 – (+0j 3m 40d ) + (1050 – 1100 24’): 15
                                    = pk. 12 – 0j 5m 24d  + (1050 – 1100 29’)
                                    = pk. 11: 34: 44 WIB
= pk. 11: 37 WIB (+ ihtiyath)

Asar

a.       zm (jarak zenith)  = dm - fx
                             = 180 13’ 5”- (-70)
= 250 13’ 5”
b.      ha (tinggi matahari pada awal asar)
cotan        ha        = tan zm + 1
ha        = tan-1 (1: (tan  250 13’ 5” + 1)
                 ha        = 340 12’ 33”
c. t0 (sudut waktu matahari) awal asar
cos            t0             =  (sin ha: cos dm : cos fx  – tandm  tan fx): 15
t0        =  cos-1 (sin 340 12’ 33”:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
=  03: 12: 48
d. Awal Waktu Asar WIB
= Zuhur WIB +  t0  Asar
= pk 11: 34: 44 + 03: 12: 48
     = pk. 14: 56: 32 WIB
= pk  14: 59 WIB  (+ ihtiyath)


Magrib
a.       t0 ( sudut waktu matahari ) awal Magrib
cos            t0          = (sin h0 :  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0       = cos-1 (sin -10:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 05: 54: 58, 82

b.   Awal Waktu Magrib WIB
= Zuhur WIB +  t0  Magrib
= pk 11: 34: 44 + 05: 54: 58, 82
= pk. 17: 29: 42, 82 WIB
= pk  17: 33 WIB (+ ihtiyath)


Isya
a. t0 ( sudut waktu matahari ) awal Isya
cos            t0          = (sin h0 :  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0       = cos-1 (sin -180:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 07: 06: 48
b. Awal Waktu Isya
= Zuhur WIB +  t0  Isya
= pk 11: 34: 44 + 07: 06: 48
= pk. 18: 41: 32 WIB
= pk  18: 45 WIB (+ ihtiyath)

Subuh
a. t0 (sudut waktu matahari) awal Subuh.
cos            t0          = (sin h0 :  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0       = cos-1 (sin -200:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 07: 15: 13

b. Awal Waktu Subuh
= Zuhur WIB -  t0  Subuh
= pk 11: 34: 44 - 07: 15: 13
= pk. 04: 19: 31 WIB
= pk  04: 22 WIB (+ ihtiyath)
Terbit
a. t0 (sudut waktu matahari) awal Terbit.
cos            t0          = (sin h0 :  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0       = cos-1 (sin -10:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 05: 54: 58, 82

b. Awal Terbit
= Zuhur WIB -  t0  Terbit
= pk 11: 34: 44 - 05: 54: 58, 82
= pk. 05: 39: 45, 18 WIB
= pk  05: 37 WIB (- ihtiyath)


2.   Perhitungan Awal Waktu Salat Dengan  Memperhitungan Ketinggian Tempat

Data
Kerendahan Ufuk (ku) = 00 1’,76 Ö 1000                  
h0 (tinggi matahari) saat terbit/terbenam
= - (refraksi + semi diameter matahari + ku
= - (00 34’ + 00 16’ + 00 1’,76 Ö 1000)
= - 10 45’ 39”,37

h  Isya             = -170 + h0 saat terbit/terbenam
= -170 + - 10 45’ 39”,37
= - 180 45’ 39”,37

h Subuh           = -190 + h0 saat terbit/terbenam
= -190 + - 10 45’ 39”,37
= - 200 45’ 39”,37

Magrib
a. t0 ( sudut waktu matahari ) awal Magrib
cos            t0          = (sin h0 terbenam:  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0       = cos-1 (sin - 10 45’ 39”,37:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 05: 58: 12, 49

b. Awal Magrib
= Zuhur WIB +  t0  Magrib
= pk 11: 34: 44 + 05: 58: 12, 49
= pk. 17: 32: 56,49 WIB( tanpa ihtiyath)

Isya
a.    cos              t0          = (sin h0 Isya:  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0        = cos-1 (sin - 180 45’ 39”,37:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 07: 10: 0,25
b. Awal Waktu Isya
= Zuhur WIB +  t0  Isya
= pk 11: 34: 44 + 07: 10: 0,25
= pk. 18: 44: 44,25 WIB (tanpa ihtiyath)

Subuh
a. t0 (sudut waktu matahari) awal Subuh.
cos            t0          = (sin h0 Subuh :  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0        = cos-1 (sin - 200 45’ 39”,37:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 07: 18: 25,66

b. Awal Waktu Subuh
= Zuhur WIB -  t0  Subuh
= pk 11: 34: 44 - 07: 18: 25,66
= pk. 04: 16: 18,34 WIB (tanpa ihtiyath)

Terbit
a. t0 (sudut waktu matahari) awal Terbit.
cos            t0          = (sin h0 terbit:  cos dm:  cos fx  – tan dm tan fx ): 15
t0       = cos-1 (sin - 10 45’ 39”,37:  cos 180 13’ 5”: cos -70 – tan 180 13’ 5” x tan -70): 15
t0          = 05: 58: 12, 49

b. Awal Terbit
= Zuhur WIB -  t0  Terbit
= pk 11: 34: 44 - 05: 58: 12, 49
= pk. 05: 36: 31, 51 WIB ( tanpa ihtiyath)

Dari paparan perhitungan awal waktu salat dari kedua rumus yang berbeda sebelumnya; antara rumus yang memperhitungkan ketinggian tempat dan rumus yang tidak memperhitungkannya terlihat adanya potensi perbedaan hasil perhitungan keduanya.


Perbedaan Nilai Ihtiyath
 Dalam perhitungan awal waktu salat, dikenal adanya waktu Ihtiyath. Ihtiyat adalah angka pengaman yang ditambahkan pada hasil hisab waktu salat. Dengan maksud agar seluruh penduduk suatu kota, baik yang tinggal di ujung Timur dan Barat kota, dalam mengerjakan salat sudah benar-benar masuk waktu. [3]
Dalam pemberian waktu ihtiyath, terdapat perbedaan di kalangan ahli Falak sebagai berikut:
1.      Kalangan pesantren tertentu tidak mencantumkan waktu ihtiyath dalam jadwal salat yang dibuatnya. Pelaksanaan azan sebagai pertanda masuknya awal waktu slat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang sebenarnya. Jadwal yang dibuatnya ini hanya bersifat internal; hanya diberlakukan di pondok pesantren yang bersangkutan.
2.      Noor Ahmad SS menggunakan Ihtiyath 3 menit untuk setiap perhitungan awal waktu salat. Kecuali untuk awal waktu Zuhur, ia menggunakan ihtiyath 4 menit.
3.      Ibnoe Zahid Abdo el-Moeid yang merupakan salah satu Imasakiah yang diteliti menggunakan Ihtiyath 2 menit untuk setiap perhitungan awal waktu salat. Kecuali untuk awal waktu Zuhur, ia menggunakan ihtiyath 4 menit.
4.      Muhyidin Khazin menyatakan bahwa Ihtiyath dalam penentuan awal waktu salat sebenar 1 sampai 2 menit.[4]
5.      Zul Efendi; ahli Falak murid Arius Syaikhi, menggunakan ihtiyath satu atau dua menit dalam jadwal salat yang ia buat dan banyak dipakai di berbagai kota  di Sumatera Barat. Besaran ihtiyath yang digunakan tergantung besar kecilnya kota yang dihitung jadwal salatnya tersebut. Misalnya untuk kota Bukittinggi yang relatif kecil digunakan ihtiyath sebesar 1 menit sedangkan jadwal salat untuk kota Padang yang merupakan kota besar menggunakan ihtiyath sebesar 2 menit.[5]

Perbedaan Alat Perhitungan, Data-Data Yang Digunakan, dan Terdapat Kesalahan Dalam Melakukan Perhitungan
Dalam melakukan perhitungan awal waktu salat dapat dilakukan secara manual, menggunakan kalkulator, atau dibantu dengan perangkat komputer yang telah terprogram ataupun tidak. Perhitungan secara manual cukup memakan waktu. Biasanya dalam perhitungan secara manual kerap dilakukan pembulatan atau penyederhanaan data untuk memudah perhitungan. Untuk membantu perhitungan dapat menggunakan kalkulator. Namun tetap saja ada keterbatasan perhitungan dengan kalkulator, misalnya kesulitan mengentri rumus-rumus atau data yang panjang. Data perhitungan yang biasanya merupakan bilangan desimal; ditampilkan hanya sebesar digit dari kalkulator tersebut. Adapun perhitungan dengan dibantu dengan perangkat komputer dalam penyajian datanya memiliki ketelitian yang tinggi.
Penyebab perbedaan jadwal salat lainnya adalah karena faktor kesalahan yang bersifat human error dan kesalahan data. Kesalahan yang bersifat human error misalnya kesalahan hasib (orang yang melakukan perhitungan) dalam pengambilan data dan kesalahan dalam pengambilan; penggunaan ataupun pengerjaan rumus. Kesalahan dapat juga karena kesalahan data yang terdapat dalam buku pedoman perhitungan, mungkin salah cetak yang dilakukan oleh pihak penerbit atau percetakan yang tidak dikoreksi oleh penulisnya. Ataupun kesalahan itu berasal dari penulisnya sendiri.
Faktor selanjutnya adalah  penggunaan data-data yang bersifat tetap, tidak berubah  oleh hasib juga dalam menjadi faktor penyebab jadwal salat ketika disandingkan dengan perhitungan yang menggunakan data yang bersifat aktual, riil, sebenarnya. Dalam perhitungan awal waktu salat biasanya yang dibutuhkan adalah data eqution of time dan deklinasi matahari. Data eqution of time dan deklinasi matahari yang digunakan lazimnya adalah data keduanya untuk perhitungan awal waktu Zuhur. Data tersebut digunakan juga untuk perhitungan waktu-waktu salat yang lain pada hari tersebut (tidak menggunakan data ril masing-masing waktu salat. Dengan alasan perbedaannya tidak banyak; sangat kecil sekali. Data deklinasi biasanya perata-rataan dari data deklinasi matahari empat tahunan.


Kriteria Atau Opsi Waktu Salat Yang Berbeda
Potensi penyebab perbedaan perhitungan awal waktu salat yang berikutnya adalah opsi ketinggian matahari untuk awal waktu salat Subuh, Isya, dan Asar. Para ahli Falak berbeda pendapat dalam penentuan opsi awal waktu salat Subuh dan Isya seperti yang dirangkum Susiknan Azhari berikut:
a.       Kalangan Organisasi Islam

No

Nama Organisasi
Ketinggian Matahari Waktu Salat

Negara
Subuh
Isya
1
2
3
4
5
1
Univ of Islamic Sciense Karachi
18°
18°
Pakistan, Banglades, India, Afganistan, Eropa
2
Islamic Society of North America (ISNA)
15°
15°
Canada, sebagian Amerika
3
Muslim World League
18°
17°
Eropa, Timur Jauh, sebagian USA
4
Ummul Qurra‘ Commitee
19°
90m setelah magrib dan 120m khusus bulan Ramadan
Semenanjung Arabia
5
Egyptian General Authority of Survey
19,5°
17,5°
Afrika, Syria, Irak, Libanon, Malaysia[6]

b.      Pendapat para Ahli Falak

No

Nama Ahli
Ketinggian Matahari Waktu Salat
Isya
Subuh
1
2
3
4
1
Abu Raihan al-Biruni
16°-18°
15°-18°
2
Al-Qaini
17°
17°
3
Ibnu Yunus al-Khalili, Ibnu Syatir, At-Tusi, Mardeni, al-Muwaqit di Syiria, Magrib, Mesir, dan Turki
17°
19°
4
Habash, Muadh, Ibnu Haitam
18°
18°
5
Al-Marrakushi, Tunis, dan Yaman
16°
20°
6
Abu Abdullah as-Sayyid al-Moeti
18°
19°
7
Abu Abdullah ibn Ibrahim ibn Riqam
19°
19°
8
Chagmini, Barjandi, Kamili
15°
15°
9
Syekh Taher Jalaluddin
18°
20°      [7]

Para ahi Falak juga berbeda pendapat dalam penentuan awal waktu salat Asar. Terdapat tiga pendapat tentang penentuan awal waktu Asar, sebagai berikut:
1.      Kelompok pertama menyatakan bahwa awal waktu Asar terkait dengan fenomena bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan benda itu ditambah dengan bayang-bayang pada waktu Zuhur.
2.      Kelompok kedua menyatakan bahwa awal waktu Asar terkait dengan fenomena bayang-bayang suatu benda dua kali panjang benda ditambah dengan bayang-bayang pada waktu Zuhur.
3.      Kelompok ketiga menyatakan bahwa salat Asar adalah salat pertengahan. Waktu  Asar itu adalah pertengahan antara salat Zuhur dan salat Magrib.

Dalam penentuan waktu Asar, di kalangan ulama ahli Falak tidak sepakat. Hal ini karena terdapat beberapa nash yang berbeda dalam penentukan fenomena yang dijadikan dasar patokan masuknya waktu asar tersebut. Dalam hadis, Nabi saw diajak salat Asar oleh malaikat Jibril ketika panjang bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya dan pada keesokan harinya Nabi diajak pada saat panjang bayangan dua kali tinggi benda sebenarnya.

عن جابر بن عبد الله أن النبي صلى الله عليه وسلم جاءه جبريل عليه السلام فقال له: [ قم فصله, فصل الظهر حين زالت الشمس, ثم جاءه العصر فقال: قم فصله, فصل العصر حين صار ظل كل شيئ مثله, ثم جاءه المغرب فقال قم فصله فصلى المغرب حين وجبت الشمس, ثم جاءه العشاء فقال: قم فصله, فصلى العشاء حين غاب الشفق, ثم جاءه الفجر فقال: قم فصله, فصلى الفجر حين برق الفجر, أو قال: سطع الفجر, ثم جاءه من الغد للظهر فقال: قم فصله, فصلى الظهر حين صار ظل كل شيئ مثله, ثم جاءه العصر فقال: قم فصله, فصلى العصر حين صار ظل كل شيئ مثليه, ثم جاءه المغرب وقتا واحدا لم يزل عنه, ثم جاءه العشاء حين ذهب نصف الليل, أو قال: ثلث الليل فصلى العشاء, ثم جاءه حين أصفر جدا, فقال: قم فصله, فصلى الفجر, ثم قال: ما بين هذين الوقتين وقت ] (رواه أحمد والنسائى والترمذي بنحوه. وقال البخارى: هو أصح شيئ فى المواقيت).[8]

Hadis berasal dari Jabir ibn Abdullah bahwa sesungguhnya Nabi saw didatangi oleh Jibril, ia berkata kepada Nabi,” Dirikanlah salat, maka nabi mendirikan salat Zuhur ketika tergelincir matahari. Lalu datang waktu Asar, maka Jibril berkata,” Dirikanlah  salat Asar, maka Rasulpun salat ketika panjang bayangan suatu benda satu kali panjang benda. Setelah masuk waktu Magrib Jibrilpun berkata, “Dirikanlah  salat Magrib, maka Rasulpun salat ketika terbenam matahari.” Ketika masuk waktu Isya, jibril berkata,” Dirikanlah  salat Isya, maka Rasulpun salat ketika telah hilang syafak. Saat masuk waktu Subuh, Jibril berkata,” Dirikanlah  salat Subuh, maka Rasulpun salat ketika terbit fajar, dikatakan munculnya fajar. Kemudian di hari berikutnya pada waktu Zuhur. Maka Jibril berkata kepada Nabi,” Dirikanlah salat, maka nabi mendirikan salat Zuhur ketika panjang bayangan suatu benda satu kali panjang benda. Lalu datang waktu Asar, maka Jibril berkata,” Dirikanlah  salat Asar, maka Rasulpun salat ketika panjang bayangan suatu benda dua kali panjang benda. Setelah masuk waktu Magrib Jibrilpun berkata, “Dirikanlah  salat Magrib, maka Rasulpun salat pada waktu yang bersamaan (dengan waktu Asar tadi). Ketika masuk waktu Isya, jibril berkata,” Dirikanlah  salat Isya, maka Rasulpun salat ketika di pertengahan malam, dikatakan pada sepertiga malam lalu rasul salat Isya. Saat langit telah sangat kuning (saat terbit matahari), Jibril berkata,” Dirikanlah  salat Subuh, maka Rasulpun salat. Terdapat redaksi lain yang menyatakan saat masuk waktu Subuh, Jibril berkata,” Dirikanlah  salat Subuh, maka Rasulpun salat. Lalu Jibril berkata,” di antara dua waktu ini (sepertiga malam dan terbit matahari) terdapat waktu salat (Subuh). Hadis diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, dan Tirmizi dengan redaksi yang sama. Bukhari berkata,” hadis ini adalah hadis yang paling shahih dalam pembahasan waktu-waktu salat.


Berikut ini kita lihat pendapat berbagai mazhab tentang awal waktu Asar. Menurut jumhur, waktu Asar bermula ketika panjang suatu benda sama dengan tinggi benda sebenarnya (hiyna shara zhillu kulli syai'in mitslah). Namun menurut Hanafiyah, waktu Asar bermula ketika panjang suatu benda dua kali dari panjang sebenarnya (hiyna shara zhillu  kulli syai'in mitslayh).[9] Perbedaan ini disebabkan adanya dua redaksi hadits Nabi saw. Di mana satu ketika Nabis saw. diajak salat Asar oleh Jibril as. ketika panjang suatu benda satu kali panjang benda sebenarnya, dikali yang kedua Nabi saw. diajak salat Asar oleh Jibril as. ketika panjang suatu benda dua kali dari panjang sebenarnya (HR. Nasa'i, Ahmad dan Turmudzi).[10]
Tentang akhir waktu Asar, menurut Malikiyah terdapat dua pendapat: Pertama. ketika panjang suatu benda dua kali dari panjang sebenarnya, pendapat ini juga didukung oleh sebagian Syafi'iyah. Kedua, selama matahari belum menguning, pendapat ini didukung juga oleh Hanabilah.[11] Sementara itu Zhahiriyah memandang akhir Asar sebelum terbenam matahari seukuran salat satu raka'at, pendapat ini juga dianut oleh jumhur.[12]
Pendapat lain tentang waktu Asar adalah waktu salat pertengahan antara Zuhur dan Magrib. Di dalam al-Qur'an disebutkan dalam surat al-Baqarah/2: 238
Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyu'.
  Oleh sebagian ulama ayat ini ditafsirkan sebagai salat Asar yang merupakan waktu pertengahan antara Zuhur dan Magrib.[13] Jika pendapat ini digunakan, waktu Asar akan lebih cepat dari jadwal salat yang digunakan selama ini.

Beberapa Catatan

1.      Terdapat perbedaan atau kekhasan perhitungan dalam jadwal salat dan perhitungan imsakiah Ramadan. Pada imsakiah Ramadan terdapat waktu imsak dan berbuka. Waktu berbuka adalah sama dengan awal waktu salat Magrib. Adapun waktu imsak (awal waktu memulai ibadah puasa sebelum masuknya awal waktu salat Subuh). Waktu imsak merupakan ihtiyath untuk memulai pelaksanaan ibadah puasa. Mengenai penentuan waktu imsak ini, para ulama berbeda pendapat dalam memaknai hadis Rasululah yang menyatakan waktu imsak itu kira-kira sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat al-Qur’an. Di antara pendapat ulama itu sebagai berikut:
a.       Jumhur ulama menyatakan bahwa waktu imsak itu adalah sepuluh menit sebelum awal waktu Subuh.
b.      Noor Ahmad SS Jepara menyatakan bahwa waktu imsak itu adalah tiga belas menit sebelum awal waktu Subuh.[14]
c.       Muhyidin Khazin menyatakan bahwa waktu imsak itu adalah delapan menit sebelum awal waktu Subuh. Dengan demikian, ketinggian Matahari pada waktu Imsak adalah -22°.[15]
Kementrian Agama RI dalam masalah penentuan waktu Imsak menggunakan pendapat Jumhur ulama yakni sepuluh menit sebelum awal waktu Subuh. Dengan demikian perbedaan opsi waktu imsak ini juga berpotensi menyebabkan perbedaan dalam perhitungan jadwal salat; yakni jadwal salat untuk bulan Ramadan (imsakiah).
2.   Koreksian daerah adalah koreksi waktu berupa  penambahan atau pengurangannya dalam  menit sebagai bentuk penyesuaian apabila jadwal salat digunakan di daerah atau kota lain (di luar peruntukannya). Penggunaan koreksi daerah ini menjadi suatu diskusi panjang di kalangan ahli Falak. Untuk melihat akurasi perhitungan dengan menggunakan koreksian daerah, marilah kita lakukan analisa sebagai berikut:
a.    Biasa dalam melakukan koreksian daerah hanya memperhitungkan perbedaan bujur daerah. Perbedaan 1° bujur biasanya dikonversi sama dengan 4 menit. Untuk koreksian daerah yang berada di sebelah Barat kota yang dijadikan patokan koreksiannya ditambahkan. Dan untuk daerah atau kota yang berada di sebelah Timur, maka dikurangkan.
b.    Memang dalam perhitungan awal waktu salat, koordinat bujur suatu daerah memiliki fungsi yang penting dalam perhitungan. Tetapi karena dalam melakukan perhitungan awal waktu salat terkait dengan posisi harian Matahari, maka koordinat lintang juga harus diperhitungkan. Karena koordinat lintang suatu daerah atau kota  sangat terkait dengan posisi Matahari dalam peredaran tahunannya di ekliptika. Misalnya ada yang berpendapat tanda masuk waktu Asar bila bayang-bayang tongkat panjangnya sama dengan panjang bayangan waktu tengah hari ditambah satu kali panjang tongkat sebenarnya dan pendapat lain menyatakan harus ditambah dua kali panjang tongkat sebenarnya. Awal waktu Asar adalah sejak bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya (pendapat Jumhur Ulama), ini menimbulkan beberapa penafsiran karena fenomena seperti itu tidak bisa digeneralilasi sebab pada musim dingin hal itu bisa dicapai pada waktu Zuhur, bahkan mungkin tidak pernah terjadi karena bayangan selalu lebih panjang daripada tongkatnya. Pendapat yang memperhitungkan panjang bayangan pada waktu Zuhur atau mengambil dasar tambahannya dua kali panjang tongkat (di beberapa negara Eropa) dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin.
3.      Sebagian jadwal salat mencantumkan koreksian daerah sedang yang lain tidak mencantumkannya. Koreksian yang ditetapkan untuk suatu kota adakalanya berbeda besarannya antara yang terdapat jadwal salat yang satu dengan lainnya. Misalnya koreksian Kota bumi, Liwa, dan Sukadana yang terdapat pada jadwal imsakiah Ramadan 1430 H untuk kota Bandar Lampung yang merupakan hasil penelitian Jayusman dan kawan-kawan. Pencantuman koreksian daerah ini perlu diteliti lebih lanjut tentang akurasinya.
Tabel 1
Koreksian Daerah
No
Daerah / Kota
Jadwal Imsakiah dan  Koreksian Daerah dalam Menit
1.    Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung
2.    Majlis Tarjih dan Tajdid PWM Lampung
BNI Syari’ah

1.  Persatuan Guru Ngaji Indonesia (PGNI) Kota Bandar Lampung
2.  PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
1
Blambangan Umpu


+3
2
Kalianda
-1
-1
-1
3
Kotabumi
+2
+2
+1
4
Kota Agung
+3
+3
+3
5
Liwa
+5

+4
6
Sukadana
-1
-1
-2
7
Kedondong
+1


8
Metro
0


9
Gunung Sugih
0


10
Menggala
0
0

11
Way Kanan
+3


12
Ketapang

-2

13
Krui
+5
+5



Terdapat juga penyebab perbedaan jadwal salat yang bersifat akumulatif. Pengertian penyebab yang bersifat akumulatif adalah penyebab yang tidak tunggal, tapi terdiri dari kumpulan beberapa penyebab yang telah disebutkan sebelumnya. Misalnya perhitungannya menggunakan data koordinat kota serta rumus yang berbeda. Atau mungkin menggunakan data koordinat kota dan nilai ihtiyath yang berbeda dan bentuk lainnya.


Penutup
Bagaimana kita menyikapi perbedaan jadwal tersebut, dapat dijelaskan dalam uraian selanjutnya. Jadwal salat yang beredar di tengah-tengah masyarakat biasanya diidentifikasi dengan sebutan jadwal salat abadi; jadwal salat sepanjang masa; atau jadwal salat untuk selama-lamanya. Sebagian jadwal salat itu umurnya telah cukup lama bahkan ada yang telah puluhan tahun digunakan secara turun temurun. Terkadang ditemukan adanya perbedaan hasil perhitungan jadwal salat tersebut dengan jadwal salat yang umurnya relatif lebih muda. Faktor penyebab perbedaan tersebut biasanya karena:
a.       Perbedaan koordinat kota yang dijadikan acuan. Perbedaan ini lazimnya karena perluasan kota dari yang sebelumnya sehingga menyebabkan perubahan data koordinat ataupun pergantian titik acuannya.
b.      Perbedaan nilai ihtiyath. Biasanya kalangan ahli Falak “zaman dulu” menggunakan nilai ihtiyath yang lebih besar daripada nilai ihtiyath yang digunakan oleh ahli Falak sekarang. Salah satu alasan nilai ihtiyath yang digunakan ahli Falak itu adalah untuk memperoleh fadhilah dengan beribadah pada awal waktunya.
c.       Data yang digunakan biasanya data yang bersifat tetap. Yang merupakan perata-rataan dari data-data yang dihimpun untuk beberapa tahun.

Sehingga dapat dikatakan bahwa jadwal salat sepanjang masa yang telah lama usianya tersebut adalah hasil ijtihad ulama Falak pada masanya. Untuk antisipasi perubahan yang mungkin saja telah terjadi, maka ulama ahli Falak di zaman sekarang kemudian melakukan ijtihad sehingga menghasilkan jadwal salat yang baru yang mungkin saja terdapat perbedaan dengan yang sebelumnya.


Daftar Pustaka

Ahmad SS, Noor, T.Th,  Syawariq al-Anwar, Kudus: TBS,
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet.ke-12
Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1,

____________, 2007, Hisab da Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1

____________, 2008, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.ke-2,

____________, 2007, Ilmu Falak: Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, cet.ke-2

Bisri, Cik Hasan, 2003, Model Penelitian Fiqh Jilid I: Paradigma Penelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian, Jakarta: Prenada Media
____________, 1998, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, Jakarta: Logos, cet.ke-1
 ____________, 2004, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:Rajawali Pers, cet.ke-1
Depag RI,  Ditjen Binbaga Islam, 1990, Laporan Keputusan Musyawarah Hisab Rukyat, Jakarta: Depag RI,

Depag RI, 1992,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press

___________,1995, Pedoman Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Depag RI, 1994/1995

___________, 1995, Pedoman Penentuan Arah Kiblat, Jakarta: Depag RI, 1994/1995

___________, 1995, Pedoman Penentuan Jadwal Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Depag RI, 1994/1995

Djambek, Sa’adoeddin, 1974, Salat dan Puasa di Daerah Kutub, Jakarta: Bulan Bintang

____________, 1974 a, Pedoman Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Bulan Bintang


Ibn Rusyd, T.Th, Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid, Juz I, Beirut: Dâr al-Fikr,

Izzuddin, Ahmad, 2006, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika

Hambali, Slamet, 2009, Proses Menentukan Awal-Awal Waktu Shalat, makalah dipresentasikan pada tanggal 5 Oktober 2009, di PPS IAIN Walisongo Semarang

Hidayat, Bambang, 1995, Perjalanan Mengenai Astronomi, Cet. I, Bandung: ITB

Jayusman, 2010, Perbedaan Jadwal Imsakiah Ramadan 1430 H Untuk Kota Bandar Lampung, Penelitian Kompetitif IAIN Raden Intan 2010

Jaziri, al-, Abdurrahman, T.Th, Kitâb al-Fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba’ah, Cet. IV, Beirut: Dâr al-Fikr,

Karim MS, Abdul, 2006, Mengenal Ilmu Falak, Semarang: Intra Pustaka Utama, Cet.ke-1,

Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3,

____________, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta: Ramadan Press

Murtadho, Moh, 2008, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, cet.ke1

M. Muslih, 1997, Penetapan Lintang dan Bujur Kab Dati II Batang (Tahkik di Pusat Kota Dan Pengaruhnya Terhadap Arah Kiblat, Waktu Salat, dan Ihtiyat), Pekalongan: STAIN Pekalongan

Rachim, Abdur, 1983, Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty, Cet.ke-1,

Rusyd, Ibnu,  T.th,  Bidayah al-Mujtahid,  T.Tp: Dar al-Fikr,

Sâbiq, al-Sayyid, 1403H./1983M, Fiqh al-Sunnah, Cet. IV, Beirut: Dâr al-Fikr,

Shiddieqy, ash-, Hasbi, 1954, Pedoman Puasa, Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang

T Djamaluddin, Posisi Matahari Dan Penentuan Jadwal Salat, http://t-djamaluddin.spaces.live.com diakses 15 November 2009


Waktu Sholat, http://www.alhusiniyah.com diakses 15 November 2009
Zuhaili, az, Wahbah, T.Th, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid I, Dimsyiq: Dar al-Fikrhttp://isnet.org/t_djamal/page/2/http://isnet.org/t_djamal/page/2/http://isnet.org/t_djamal/page/2/



[1]Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung,  http: //jayusmanfalak.blogspot.com  dan  email: jay_falak@yahoo.co.id
[2] Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta: Ramadan Press, h 45-46
[3] M. Muslih, 1997, Penetapan Lintang dan Bujur Kab Dati II Batang (Tahkik di Pusat Kota Dan Pengaruhnya Terhadap Arah Kiblat, Waktu Salat, dan Ihtiyat), Pekalongan: STAIN Pekalongan
[4] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Jogjakarta: Buana Pustaka, 2008, h. 82
[5] Wawancara dengan Zul Efendi tanggal 5 Maret 2010.
[6] Susiknan Azhari, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, cet.ke-2, h. 68
[7] Ibid, h.69
[8] Muhammad bin Ali asy-Syaukani, Nayl al-Awthar, j. I, Editor: Muhammad Muhammad Tamir, Dar Ibnul Haitsam-Kairo, tt., h. 345
[9] Ibnu Rusyd,  Bidayah al-Mujtahid,  T.Tp: Dar al-Fikr, T.th, h. 119
[10] Muhammad bin Ali as Syaukani, loc.cit.
[11] Lih. Ibnu Rusyd,  op.cit. h 122
[12] Ibid. Muhammad bin Ali as Syaukani, op.cit., h 351
[13] Terdapat beragam penafsiran dikalangan ulama tafsir terhadap ayat di atas. Di antaranya ada yang menyebutkan 'salat pertengahan' itu sebagai salat Subuh, ada pula yang menafsirkan Zuhur, ada juga yang mengatakan Subuh dan Asar, dll.
[14] Noor Ahmad SS, Syawariq al-Anwar, Kudus: TBS, T.th
[15] Muhyiddin Khazin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Jogjakarta: Buana Pustaka, h. 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar