Rabu, 20 Januari 2010

Catatan Idul Adha 1430 H: Serentak Merayakan Hari Raya Idul Adha 1430 H

Serentak Merayakan Hari Raya 
Idul Adha 1430 H[*]











Abstrak
Merupakan kebahagiaan kita bersama karena dapat  merayakan hari Raya Idul Adha 1430 H secara serentak. Hal ini karena pada hari Raya Idul Adha ini ketinggian hilal melebihi kriteria imkanur rukyah di samping itu garis tanggal 1 Zulhijah 1430 H kondisinya relatif sama antara Indonesia dan Arab Saudi. Sehingga tidak terdapat perbedaan antara perayaan hari Raya pada kedua negara tersebut. Kondisi saat ini “tertolong” karena posisi hilal semata tapi masih menyimpan potensi perbedaan di masa- masa mendatang.

Kata Kunci: Hari Raya Idul Adha 1430 H, kriteria imkanur rukyah

Pendahuluan
Hari raya Idul Adha 1430 H tahun ini adalah hari raya yang penuh berkah bagi umat Islam di Indonesia. Pada hari raya tersebut, umat Islam dapat merayakannya secara serentak. Tidak terdapat penetapan pemerintah melalui sidang isbat yang dilaksanakan oleh Depaertemen Agama Republik Indonesia dengan keputusan ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Persis, Hizbut Tahrir Indonesia, maupun yang lainnya. Kondisinya relatif hampir sama dengan hari raya Idul Fitri lalu.
Hal ini telah jauh-jauh hari diprediksi, dari Hasil Temu Kerja Evalusai Badan  Hisab Rukyah Depag RI Tahun 2009  tanggal 1 –3 Maret 2009 di Grand Hotel Lembang -Bandung tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1430 H. Dalam Perhitungannya menggunakan kitab-kitab dan soft ware yang berkembang di Indonesia disepakati bahwa di Indonesia, pada hari Selasa, 17 Novermber 2009, hilal sudah di atas ufuk, antara  +5° dan +6°.  Oleh karena itu, 1 Zulhijjah jatuh pada hari Rabu, 18 November 2009. Idul Adha, 10 Zulhijjah, jatuh pada hari Jumat, 27 November 2009. Di antara kitab-kitab dan soft ware yang dijadikan rujukan adalah sebagai berikut: Sullamun Nayyirain, Fath Al-Rauf Al-Mannaan, Qawaid Falakiyah, Manahijul Hamidiyah, Jean Meeus, Al-Falakiyah,  Ittifaqu Dzatil Bain, Matlaus Saìd,  Ephemeris, New Comb,  Nurul Anwar, Khulashatul Wafiah, Almanak Nautika, Ahilla,  RHI, Irsyadul Murid, Lunar Phase Pro V1.77, dan Ascript (Nurwendaya, 2009).
Keadaan di Saudi Arabia relatif sama dengan di Indonesia. Mekkah, Senin 16 November 2009 ( Hari Ijtimak) Pada saat ghurub tinggi hilal Mar’i= -5,400. Jarak busur Bulan–Matahari = 6,080. Beda Azimuth hilal-Matahari = -2,330, Umur hilal = -4 jam 34 menit 13 detik. Hilal terbenam 28 menit 47 detik sebelum Matahari (Nurwendaya, 2009) .
Mekkah, Selasa 17 November 2009 M/ 29 Zulkaidah 1430 H. Pada saat ghurub tinggi hilal Mar’i= 3,680. Jarak busur Bulan–Matahari = 9,520. Beda Azimuth hilal-Matahari= 8,680, Umur hilal = 19 jam 25 menit 34 detik. Hilal terbenam 18 menit 19 detik setelah Matahari.  IIluminasi 0,80 % Umur: 19 jam 25 menit 34 detik.  , 17 November 2009 M (Nurwendaya, 2009).

Data-data astronomis hilal pada akhir Zulkaidah 1430 H 
Berikut kita lihat data-data astronomis hilal pada akhir Zulkaidah 1430 H untuk observasi; rukyatul hilal di Bukit Gelumpai, Kalianda Lampung Selatan :
Ijtima' akhir bulan Zulkaidah  1430 H:  hari Selasa  tanggal  29 Zulkaidah  1430 H/17  November  2009 M,  Pukul 02:14:30   WIB
Situasi hari Selasa  tanggal  29 Zulkaidah  1430 H/17  November  2009 M  di Bukit Gelumpai Kalianda ( ג 105 ˚  34΄ dan  φ 05 ˚  47΄)  sebagai berikut:
1.Ghurub  Matahari pukul            :17:55:26.9   WIB.
2.Tinggi  hilal hakiki              : 5° 57´ 5.60´´
3.Tinggi  hilal  mar'i              : 5° 42´ 59.6´´  
4.Lama  hilal  di atas  ufuk        : 00:22:51.9 jam
5.Azimut  matahari : 250° 50´ 48.0´´ Selatan titik Barat
6.Azimuth  hilal   : 246° 56´ 56.3´´ Selatan titik Barat
7.Posisi hilal Miring ke Selatan 

Tim dari Badan Hisab Rukyah (BHR) Propinsi Lampung melaksanakan rukyatul hilal awal bulan Zulhijah ini di Bukit Gelumpai, Kalianda Lampung Selatan hari Selasa  tanggal  29 Zulkaidah  1430 H/17  November  2009 M itu.  Setelah menunggu sampai saat-saat terakhir hilal menurut hasil perhitungan berada di atas ufuk, namun dilaporkan tim tidak berhasil melihat hilal karena langit di sebelah Barat ditutupi awan tebal. Lalu dilaporkanlah oleh pihak BHR Lampung  ke BHR Pusat bahwa di tempat observasi Bukit Gelumpai Kalianda tentang hasil rukyatul hilal tersebut.
Tak berapa lama kemudian terdengar kabar gembira karena ada laporan dari tempat observasi di Gresik yang berhasil melihat hilal. Tepatnya dari tempat observasi di Bukit Condrodipo Gresik, Jawa Timur pada pukul 17.35 WIB. HM Inwanudin dan M Syamsul Fuad menyatakan  berhasil melihat hilal (Ghazali, 2009). Berdasarkan kesaksian tersebut lalu keduanya disumpah oleh hakim dari Peradilan Agama setempat. Berdasarkan kesaksian dari Gresik tersebut dapat dinyatakan bahwa keesokan harinya tanggal 18 November 2009 kita telah memasuki tanggal 1 Zulhijah 1430 H.
Saat-saat rukyatul hilal kali ini dipenuhi perasaan was-was para ahli Falak dan tim dari BHR. Di satu sisi menurut perhitungan astronomis posisi hilal sudah tinggi. Dengan pengertian kondisi hilal telah memenuhi konferensi Istambul 1978 dan juga kriterianya MABIMS. Tapi ada kekhawatiran akan terjadi kegagalan dalam pelaksanaan rukyatul hilal karena sekarang kita sedang menghadapi musim penghujan. Hujan dan awal tebal adalah faktor yang sering menyebabkan tingkat keberhasilan rukyah di Indonesia rendah.

Kriteria Imkanur Rukyah
Pada tahun 1978, dalam Persidangan yang membahas tentang Hilal negara-negara Islam sedunia di Istambul, Turki dirumuskan kriteria visibitas hilal (Imkanur Rukyah), sebagai berikut:
1.Tinggi hilal tidak kurang dari 5° dari ufuk barat .
2.Jarak lengkung hilal (elongasi) ke matahari tidak kurang dari 8°.
3.Umur hilal tidak kurang dari 8 jam selepas ijtimak berlaku.


Kriteria di atas biasa disebut dengan kriteria Konferensi Istambul. Selanjutnya pada tahun 1992, untuk mewujudkan keseragaman tarikh dan penanggalan negara-negara di kawasan negara-negara Asia Tenggara dilakukan pertemuan tidak resmi Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura yang disingkat dan populer dengan istilah MABIMS. Berdasarkan data-data dan pengalaman melakukan rukyah di negara-negara anggota MABIMS disetujui untuk memodifikasi kriteria Imakanur Rukyah dari konferensi Istanbul. Merumuskan kriteria baru yang didasarkan pada data-data visibilitas hilal hasil observasi; rukyatul hilal yang dilakukan di negara-negara Asia Tenggara. Adapun kriteria Imkanur Rukyah hasil keputusan MABIMS adalah sebagai berikut:
1. Tinggi hilal minimal 2° derajat,
2. Jarak lengkung hilal ke matahari  minimal 3 derajat,
3. Umur hilal minimal  8 jam pada hari rukyah selepas terjadinya ijtimak


Kriteria di atas mengharuskan tiga persyaratan, apabila salah satunya tidak terpenuhi maka hilal dinyatakan tidak mungkin terlihat.
Kriteria visibilitas hilal (imkanur rukyah) umumnya digunakan sebagai kriteria batas bawah di mana jika ada kesaksian rukyat hilal yang tidak memenuhi kriteria imkanur rukyah tersebut maka kesaksian tersebut dapat ditolak.
Berdasarkan kedua kriteria di atas, maka kondisi hilal awal bulan Zulhijah 1430 H ini telah terpenuhi. Dan dikuatkan laporan berhasil melihat hilal dari tempat observasi di Bukit Condrodipo Gresik, Jawa Timur maka  Insya Allah hari raya Idul Adha akan jatuh pada hari Jumat 27 November 2009. Itulah yang telah ditetapkan dalam sidang Isbat Departemen Agama Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 18 November 2009 lalu.



Masalah Seputar Kriteria yang Berlaku
Masalah kriteria visibilitas hilal ini masih menyisakan beberapa persoalan. Misalnya jika hilal tertutup awan sehingga tidak ada kesaksian rukyatul hilal. Sebagaimana pengamatan dalam astronomi optik, mendung merupakan kendala utama dalam pelaksanaan rukyatul hilal yang juga berada dalam rentang gelombang optik. Sehingga meskipun posisi hilal sudah mencukupi untuk dikenali dengan mata telanjang sekalipun, keberadaan hilal tetap mempunyai peluang tidak terlihat.
Hanya ada dua alternatif dalam kasus hilal tidak terlihat, yaitu istikmal atau masuk tanggal. Seandainya awal Zulhijah ini kondisinya diliputi mendung dan tidak ada laporan keberhasilan rukyah, maka jika ditetapkan istikamal maka 1 Zulhijah 1430 H akan mundur sehari dari yang seharusnya. Hal ini akan membuka banyak perbedaan-perbedaan di tengah-tengah umat Islam Indonesia dalam berhari raya Idul Adha nantinya misalnya mereka yang mendasarkan penentuan awal bulan Kamariah berdasarkan hisab. Berdasarkan perhitungan hisab, ketinggian hilal awal bulan Zulhijah 1430 H berkisar antara 5° dan 6°. Ketinggian hilal tersebut telah melewati kriteria imkanur rukyah di Indonesia sehingga berdasarkan hisab tidak boleh dilakukan istikamal.
Jika ditetapkan masuk tanggal, mereka yang berpedoman pada hasil rukyah akan berusaha untuk menolaknya. Karena berdasarkan keyakinan mereka penentuan masuk tanggal berdasarkan keberhasilan rukyah. Jika tidak ada laporan keberhasilan rukyah maka dilakukan istikamal; membulatkan perhitungan bulan yang sedang berjalan dalam hal ini bulan Zulkaidah tiga puluh hari.
Permasalahan lainnya seandainya ada kesaksian merukyat hilal ketika posisi hilal tidak memenuhi kriteria imkanur rukyah.  Ketentuan yang berjalan selama ini maka kesaksian tersebut dapat ditolak. Kata dapat ditolak di atas terkadang difahami juga tidak mesti ditolak tapi dapat saja ditolak. Atau bahkan ada yang memahaminya dapat juga diterima.  Misalnya tentang awal Syawal 1427 H jatuh pada hari Senin 23 Oktober 2006. PWNU Jawa Timur menerima kesaksian yang datang dari Bangkalan Madura. Padahal PBNU Pusat menolak kesaksian tersebut karena tidak memenuhi kriteria imakanur rukyah yang disepakati bersama (Khazin, 2009: h. 63).
Di samping masalah kriteria yang disepakati bersama, perlu kiranya ketegasan dalam pelaksanaan keputusan bersama tersebut dalam tataran praktis. Ketika posisi hilal pada awal bulan telah memenuhi kriteria imkanur rukyah terlepas hilal berhasil dirukyah ataupun tidak. Juga laporan keberhasilan rukyah ketika ketika tidak memenuhi kriteria imkanur rukyah. Jadi dibutuhkan sebuah lembaga (memberdayakan lembaga yang telah ada atau membentuk sebuah lembaga baru) yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan persoalan hisab rukyah di Indonesia.

Garis Tanggal Awal Zulhijah 1430 H 
Berdasarkan garis tanggal awal bulan Zulhijah 1430 H dengan menggunakan ketinggian hilal 2° bahwa untuk daerah Arab Saudi tanggal 1 Zulhijah 1430 H juga jatuh pada tanggal 18 November 2009. Hilal pada tanggal 17 November 2009/ 29 Zulkaidah  1430 H telah tinggi kira-kira 3° sampai dengan 4°.

Bila menggunakan garis tanggal berdasarkan ketinggian hilal 2°, yaitu daerah-daerah yang pada saat maghrib tinggi bulan 2°, garis tanggalnya melintasi Kanada, Afrika bagian utara, Turki, India, Indo China dan Lautan Pasifik. Dengan gambar garis tanggal ini secara sepintas dapat disimpulkan bahwa pada saat maghrib 29 Zulkaidah 1430 H/17 November 2009, hilal di Indonesia mempunyai ketinggian antara 4° sampai 5°. Informasi ini penting untuk mengambil kesimpulan mungkin tidaknya untuk dilihat dan mungkin tidaknya masuk tanggal 1 dari kriteria hisab.
Garis tanggal dihitung secara hisab, bisa digunakan oleh para penganut rukyat untuk memperkirakan mungkin tidaknya dilakukan rukyat dan bisa digunakan juga oleh pada ahli hisab untuk menentukan keputusan masuk tanggal atau belum. Semua keputusannya tergantung pada kriteria yang digunakan.
Keadaan di Saudi Arabia juga relatif sama dengan di Indonesia. Pada saat Maghrib/ terbenam Matahari 29 Zulkaidah 1430 H/17 November 2009, ketinggian hilal berkisar antara 2° sampai dengan 4°. Untuk kasus Saudi Arabia yang daerahnya lebih kering dari kondisi di Indonesia, ketinggian hilal sedemikian memiliki peluang lebih besar untuk berhasil dirukyah.


Penentuan Awal Zulhijah 1430 H Ormas-Ormas Islam
Berikut ini kita akan melihat ormas-ormas Islam dalam merayakan hari raya Idul Adha mendatang. Muhammadiyah,  Persis, Hizbut Tahrir Indonesia, dan Nahdatul Ulama insya Allah akan berlebaran pada tanggal 18 November 2009 nanti.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kamis, 23/07/2009 di Yogyakarta melalui Maklumat Nomor : 06/MLM/I.0/E/2009 mengumumkan penetapan tanggal Idul Adha (10 Zulhijah 1430 H) jatuh pada hari Jumat Wage tanggal 27 Nopember 2009 M. Majelis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hasil Hisab Majelis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Berdasarkan hisab hakiki Wujudul Hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009).
Muhammadiyah menggunakan hisab dengan kriteria wujudul hilal dan prinsip "wilayatul hukmi" (hisabnya berlaku untuk seluruh daerah dalam satu wilayah hukum, yaitu seluruh Indonesia). Bila hilal telah berada di atas ufuk pada saat maghrib di mana pun di Indonesia, maka dapat diputuskan besoknya masuk tanggal 1 untuk seluruh Indonesia.

Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) mendasarkan penetapan awal Idul Adha 1430 H pada Surat Edaran Nomor: 2015/JJ-C.3/PP/2009 Tentang Awal Ramadhan, Idul Fitri Dan Idul Adha 1430 H. Merujuk kepada Almanak Persatuan Islam Tahun 1430 H sebagai hasil perhitungan Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan Islam, maka dengan ini Pimpinan Pusat Persatuan Islam menyampaikan hal-hal sebagai berikut: Idul Adha 1430 H; tanggal 1 Zulhijah 1430 H. jatuh pada hari Rabu tanggal 18 Nopember 2009 M. Ijtimak akhir Zulaidah 1430 H, hari Selasa tanggal 17 Nopember 2009 pukul 02.15.15 WIB. Ketinggian Hilal waktu Maghrib di Pelabuhan Ratu: 5° 41’10,7”, di Jayapura 3° 55’39,6”. Maka tanggal 10 Zulhijah 1430 H jatuh pada hari Jum’at, tanggal 27 Nopember 2009 M (Pimpinan Pusat Persatuan Islam, 2009).
Persis yang menggunakan hisab juga punya keputusan yang sama dengan pemerintah. Sebelumnya Persis menggunakan kriteria MABIMS dengan syarat masuknya tanggal bila tinggi bulan lebih dari 2° dan umur bulan lebih dari 8 jam. Ini dapat terlihat pada kalender 1421 – 1423 H. Namun, pada 4 November 2002 lalu ditetapkan kriteria wujudul hilal seperti Muhammadiyah, tetapi dengan syarat hilal telah wujud di seluruh Indonesia. Dengan syarat ini, keputusannya terkadang berbeda dengan Muhammadiyah, walau sama-sama menggunakan hisab (Pimpinan Pusat Persatuan Islam, 2009).  


NU menggunakan metode rukyat untuk mengambil keputusan awal bulannya. Mereka juga melakukan hisab untuk membuat kalender dan membantu rukyatnya. Sejak beberapa tahun belakangan, NU telah menggunakan kriteria imkanur rukyah. Ini penting untuk membantu pelaksanaan rukyatl hlal di lapangan. Kriteria ini sekaligus digunakan untuk menolak kesaksian hilal yang tidak memenuhi kritetia imkanur rukyah tersebut. Kriteria imkanur rukyah yang digunakan adalah kriteria yang telah disepakati di Indonesia, yaitu tinggi bulan minimal 2 derajat dan umur bulan minimal 8 jam. Dengan kriteria ini NU pernah menolak kesaksian rukyat di Cakung dan Bawean pada penetapan Idul Fitri 1418 H/1998, tetapi tidak menerapkannya untuk menolak kesaksian di Cakung pada penetapan Idul Adha 1422 H/2002 (). Untuk penetapan Idul Adha 1430, NU sepakat dengan keputusan pemerintah untuk menetapkan 1 Zulhijah 1430 H jatuh pada 18 November 2009 dan Idul Adha pada 27 November 2009, karena ada satu laporan kesaksian hilal di Indonesia dalam penentuan awal Zulhijah 1430 H pada 17 November 2009 lalu yang datang dari tempat observasi di Bukit Condrodipo Gresik, Jawa Timur.

Ormas-ormas lain mempunyai kriteria sendiri, tetapi umumnya masih dalam lingkup tiga kriteria terdahulu. Misalnya, Mathlaul Anwar menggunakan metode rukyat, tetapi akan mengikuti keputusan pemerintah apa pun hasilnya. Dewan Dakwah Islamiyah semula dalam penentuan Idul Adha selalu mengikuti keputusan hari wukuf di Arafah untuk menentukan Idul Adha keesokan harinya. Namun tampaknya ada perubahan, konon setelah mendapatkan saran seorang mufti Arab Saudi bahwa menjaga ukhuwah lebih utama daripada menyamakan dengan Idul Adha di Arab Saudi sementara berbeda dengan Idul Adha di Indonesia. Masih ada beberapa ormas Islam yang mengikuti Idul Adha di Arab Saudi dengan argumentasi masing-masing. Di antaranya adalah Hizbut Tahrir Indonesia. HTI yang dalam penetapan hari raya Idul Adha berdasarkan pada rukyah global. Mereka berpedoman pada pelaksanaan wukuf di Arafah. Jika diumpamakan hari ini dilaksanakan wukuf di Arafah dalam rangkaian ibadah haji, maka hari raya Idul Adha akan jatuh esok harinya. Mathlaul Anwar, Dewan Dakwah Islamiyah, dan HTI semuanya akan beridul Adha 1430 H pada 27 November 2009 ini.


Kemungkinan Masih Terdapatnya Perbedaan
Persamaan dalam penetapan awal Zulhijah 1430 H tahun ini tidak menutup ada saja pihak-pihak yang akan berbeda. Dalam penetapan awal bulan Zulhijah tahun ini tidak akan menutup kemungkinan ada pihak atau organisasi yang berbeda dengan penetapan pemerintah. Sering kita jumpai perbedaan penetapan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah di kalangan umat Islam di Indonesia. Dalam mengawali puasa Ramadan terkadang terdapat beberapa hari yang berbeda, demikian juga ketika melaksanakan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Maka lalu muncullah istilah lebaran ganda.
Perbedaan seperti ini setelah reformasi di Indonesia seolah menjadi hal yang lumrah terjadi. Walaupun terwujud  kesepakatan para ulama ahli ilmu Falak dari kalangan pesantren dan para ahli astronomi di Indonesia dalam penentuan awal bulan  Ramadan, Syawal, dan Zulhijah tetap saja ada kelompok-kelompok yang berbeda dengan hasil kesepakatan tersebut.
Misalnya kita kilas balik pelaksanaan ibadah puasa Ramadan 1430 H. Pemerintah mengumumkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan hisab dan pelaksanaan rukyah pada tanggal Jumat, 29 Syakban 1430 H/ 18 September 2009 bahwa posisi hilal masih di bawah ufuk  maka hilal tidak mungkin bisa dirukyah. Sehingga esok harinya; Sabtu merupakan hari terakhir di bulan yang sedang berjalan; bulan Syakban. Permulaan ibadah puasa atau jatuhnya tanggal 1 Ramadan 1430 H adalah hari Minggu 20 September 2009.
Namun sebagian kelompok tarekat tertentu dan pengikut Kejawen yang menggunakan penanggalan Aboge atau Asopon memulai puasa Ramadan mereka pada hari yang berbeda dengan hasil penetapan pemerintah di atas. Perbedaan ini lebih banyak lagi jika menelusurinya pada kelompok-kelompok yang lebih kecil scopenya di masyarakat.
Di antara sumber yang merupakan salah satu akar permasalahan penyebab perbedaan tersebut adalah perhitungan takwim atau kalender yang berdasarkan hisab Urfi. Kalender berdasarkan hisab Urfi inilah yang dipedomani oleh pengikut Kejawen yang menggunakan penanggalan Aboge atau Asopon.  
Para pengikut Aboge di Banyumas, sebagaimana yang disiarkan dalam peportase pagi, Trans TV tanggal 27 November 2009 merayakan hari raya Idul Adha pada hari Minggu 27 November 2009. Setelah malam sebelumnya mereka melaksanakan acara takbiran sebagai pertanda masuknya tanggal 10 Zulhijah 1430 H; pelaksanaan hari raya Idul Adha (Trans TV, 2009).
Di samping itu terdapat kelompok yang dalam mengambil keputusan penetapan awal bulan Hijriahnya tidak berdasarkan ilmu Falak atau secara astronomi. Misalnya pengikut Tarekat tertentu.



Perbedaan Terkait Dengan Masalah Ijtihadiyah
Perbedaan adalah bagian dari kebebasan ijtihadiyah yang dijamin dalam Islam. Masing-masing kelompok punya pendapat yang dianggapnya paling kuat. Dalam kaidah ijtihad, tidak ada pihak yang boleh mengklaim paling benar dan menyalahkan pihak lainnya. Islam mengajarkan, kesalahan dalam ijtihad masih mendapatkan pahala karena kesungguhannya dalam mencari solusi hukum. Tentu saja ijtihad yang dimaksud dalam hal ini adalah ijtihad yang berdasarkan dalil-dalil yang benar.
Penentuan dan penetapan waktu dalam pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut itu menjadi sangat penting artinya untuk kemantapan; keyakinan serta menghapuskan keragu-raguan apa lagi dalam hal pelaksanaan ibadah mahdhah. Dan masyarakat tidak dibuat bingung dengan beranekaragamnya praktek yang terdapat di tengah-tengah masyarakat.
Mengkaji lebih lanjut tentang perbedaan-perbedaan di atas dapat diurai sebagai berikut. Menurut penulis pembicaraan tentang perbedaan dalam penentuan berhari raya adalah dalam lingkup kajian ilmu Falak atau astronomi. Tanpa bermaksud untuk mengklaim kebenaran suatu kelompok dan menyalahkan yang lain. Tapi kita akan melihat persoalan ini secara proposional dalam lingkup kajian ilmu Falak atau astronomi. Berdasarkan tinjauan tersebut, kemudian kita dapat melakukan analisa terhadap perbedaan-perbedaan yang ada.
Penentuan awal bulan Kamariah yang kemudian dapat dijadikan panduan penanggalan Hijriah adalah yang berdasarkan hisab Hakiki. Perhitungan dalam penanggalan Hijriah yang berdasarkan hisab Hakiki didasarkan pada posisi Matahari yang sebenarnya; sesuai dengan posisi riil hilal pada awal buan tersebut. Penanggalan Hijriah yang berdasarkan hisab Hakiki inilah yang disepakati oleh para ulama ahli Falak yang dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan ibadah-ibadah dalam Islam.
Dengan demikian penanggalan yang tidak didasarkan pada hisab Hakiki tidak sah dan tidak boleh dijadikan landasan dalam pelaksanaan ibadah. Dengan demikian penentuan awal bulan Kamariah yang didasarkan pada hisab Urfi tidak sah dan tidak boleh dijadikan landasan dalam pelaksanaan ibadah. Ada pun perbedaan-perbedaan dalam penentuan awal bulan Kamariah yang masih dalam lingkup hisab Hakikilah yang dapat difahami dalam lingkup lapangan ijtihadiyah.
Namun alangkah lebih baik jika perbedaan-perbedaan tersebut dapat disatukan. Mengurai persamaan-persamaan yang ada dan mendiskusikan perbedaan-perbedaan sehingga ditemukan satu titik temu yang dapat mempersatukan semua golongan.

Menyikapi Perbedaan Dengan Ukhuwah
Dalam menyikapi perbedaan yang terjadi dalam penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia perlu difahami dulu sumber perbedaannya dan ikuti mana yang paling menentramkan hati. Bila tidak bisa memutuskan sendiri, jalan terbaik adalah mengikuti keputusan pemerintah yang merupakan hasil optimal dari berbagai pendapat yang berkembang di masyarakat. Apalagi ada perintah di dalam al-Qur’an untuk mengikuti pemerintah (ulil amri) setelah mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.


Untuk menenteramkan umat ketika terjadi perbedaan dalam penentuan hariraya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor2/2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Fatwa MUI menyatakan bahwa penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyat (pengamatan hilal, bulan sabit pertama) dan hisab (perhitungan astronomi) oleh pemerintah c.q.Menteri Agama dan berlaku secara nasional. Ini menegaskan bahwa kedua metode yang selama ini dipakai di Indonesia berkedudukan sejajar.
Keduanya merupakan komplemen yang tidak terpisahkan. Masing-masing
punya keunggulan, namun juga punya kelemahan kalau berdiri sendiri.
Otoritas diberikan kepada pemerintah sebagai "ulil Amri" yang wajib ditaati secara syariat. Fatwa MUI juga menegaskan bahwa seluruh umat Islam Indonesia wajib menaati ketetapan pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah (http://www.t_djamaluddin.space.live.com).
Otoritas syar'iyah pemerintah RI (dalam hal ini dilaksanakan oleh Menteri Agama) tentu harus dilaksanakan dengan bijaksana.
Menteri Agama berkonsultasi harus berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam, dan instansi terkait. Ini menyatakan bahwa di mana pun ada kesaksian hilal yang memenuhi kriteria imkanur rukyah dalam wilayah hukum Indonesia (wilayatul hukmi) maka kesaksian tersebut dapat diterima. Juga kesaksian lain di wilayah sekitar Indonesia yang telah disepakati sebagai satu mathla', yaitu negara-negara MABIMS (http://www.t_djamaluddin.space.live.com).
Terkait masih banyaknya kalangan yang mengikuti Arab Saudi dalam penetapan Idul Adha yang terkadang berbeda dengan penetapan di Indonesia. Seorang mufti Arab Saudi pernah memberikan tausiyah (nasihat) bahwa menjaga ukhuwah lebih
diutamakan daripada memisahkan diri dalam pelaksanaan Idul Adha demi mengikuti Arab Saudi (http://www.t_djamaluddin.space.live.com).
Thomas Djamaluddin (Peneliti Utama LAPAN) menyatakan bahwa upaya penyatuan Idul Adha memerlukan pendekatan ukhuwah, bukan dengan
memperdebatkan dalil dan logika ilmiah yang mungkin tidak berujung.
Alangkah indahnya bila ukhuwah diutamakan dalam menghadapi
perbedaan pendapat (http://www.t_djamaluddin.space.live.com).

Penutup
Tugas dalam menyatukan organisasi kemasyarakatan Islam dalam penyatuan awal bulan Kamariah belum selesai. Mendesak kiranya adanya konsensus bersama tentang penyatuan kriteria penentuan awal bulan Kamariah tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi peluang-peluang akan terjadinya perbedaan- di masa-masa yang akan datang.



Daftar Pustaka

Ahmad SS, Noor, Menuju Cara Rukyat yang Akurat, Makalah pada Lokakarya Imsakiyah Ramadhan 1427H/2006M se Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarakan oleh PPM IAIN Wali Songo Semarang, 2006

Azhari, Susiknan, Hisab da Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1, 2007


Cecep Nurwendaya, Posisi Hilal Menjelang Awal Ramadlan, Syawal, Dan Dzulhijjah 1430 H. Makalah disampaikan pada acara Temu Kerja Evalusai Badan  Hisab Rukyah Depag RI Tahun 2009  tanggal 1 –3 Maret 2009 di Grand Hotel Lembang –Bandung

Depag RI,  Ditjen Binbaga Islam, Laporan Keputusan Musyawarah Hisab Rukyat, Jakarta: Depag RI, 1990

Depag RIAl-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1992

___________, Pedoman Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Depag RI, 1994/1995

___________, Pedoman Penentuan Arah Kiblat, Jakarta: Depag RI, 1994/1995

___________, Pedoman Penentuan Jadwal Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Depag RI, 1994/1995

Dewan Redaksi PT Ichtisar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtisar Baru Van Hoeve, 2001
Ghazali, A Masroeri, Radiogram PB NU 17 November 2009

Hambali, Slamet, Orasi Ilmiah dengan maklah berjudul Hisab Awal Bulan Sistem Ephemeris pada Orientasi Hisab Rukyat se-Jawa Tengah, Semarang 28-30 November 2008

Hendro Setyanto, Awal Ramadhan 1430 H: Kapankah itu?http://www.nu.or.id

Hosen, Ibrahim, Penentuan Awal Bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, serta Kaitannya dengan Mathla’ Dunia, Makalah pada Musyawarah Kriteria Imkanur Rukyah di Indonesia, Bogor: 24-26 Maret 1998

___________, Penetapan Awal Bulan Qamariah Menurut Islam dan Permasalahannya, Jurnal Hukum,  No. 14 Tahun V 1994, Ditbinperta, 1994

Karim MS, Abdul, Mengenal Ilmu Falak, Semarang: Intra Pustaka Utama, Cet.ke-1, 2006

Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3, 2008

____________, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab Dan Rukyat, Yogyakarta: Ramadhan Press, 2009

Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor : 06/MLM/I.0/E/2009 Tentang: Penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawwal, 1 Dzulhijjah 1430 Hijriyah Serta Himbauan Menyambut Ramadhan 1430 Hijriyah Yogyakarta, 17 Jumadats-Tsaniyah 1430 H, 11 Juni 2009 M

Murtadho, Moh, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, 2008, cet.ke1

Raharto, Moedji, Batas Minimal Visibilitas Hilal dan Kemungkinan Perubahannya Dipandang dari Sudut Astronomi Umum, Makalah pada Musyawarah Kriteria Imkanur Rukyah di Indonesia, Bogor: 24-26 Maret 1998
 
____________, Catatan  Perhitungan Posisi dan Pengamatan Hilal dalam Penentuan Kriteria Penampakan Hilal, Jurnal Hukum,  No. 14 Tahun V 1994, Ditbinperta, 1994
 
Shadiq, Sriyatin, Makalah Simulasi dan Metode Rukyatul Hilal, Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Nasional, Ponpes Setinggil, Kriyan Kalinyamatan Jepara pada tanggal 26-29 Desember 2008M/ 28 Dulhijjah- 1 Muharram 1430H
 
T Djamaluddin, Mengkaji Perbedaan Idul Adha, http://www.t_djamaluddin.space.live.com

Pimpinan Pusat Persatuan Islam,  Surat Edaran Nomor: 2015/JJ-C.3/PP/2009 Tentang Awal Ramadhan, Idul Fitri Dan Idul Adha 1430 H, Bandung, 22 Rajab 1430 H/15 Juli 2009 M.


 





[*] Jayusman, Lektor fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung. http://jayusmanfalak.blogspot.com dan E mail jay_falak@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar