Senin, 22 Juni 2009

Pentashihan al-Qur’an: Upaya Memelihara Otensitas al-Qur’an

Pentashihan al-Qur’an: Upaya Memelihara Otensitas al-Qur’an




Abstrak

Ditemui di tengah-tengah masyarakat fakta tentang kesalahan dalam penulisan al-Qur’an bahkan diduga ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang berusaha dengan sengaja untuk memalsukannya. Kiranya kondisi ini perlu menjadi perhatian kita semua dalam menjaga dan memelihara otentisitas al-Qur’an.



Kata kunci: tashih, pemeliharaan otentisitas al-Qur’an, pemalsuan al-Qur’an,




A. Pendahuluan


Al-Qur’an adalah sumber ajaran agama Islam yang pertama dan utama. Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an mestilah genuine, authentic dan terbebas dari upaya tahrif yang akan mengurangi kemuliaannya.


Upaya pemeliharaan otentisitas al-Qur’an telah dimulai semenjak proses turunnya al-Qur’an pada masa Rasulullah. Hal ini terus berlanjut ketika memasuki tahapan pengumpulan dan kodifikasinya pada masa Khulafa Rasyidun. Bahkan sampai saat ini dan begitu selanjutnya sampai akhir zaman, upaya pemeliharaan otentisitas al-Qur’an ini terus berlangsung baik dalam bentuk hafalan dan tulisan.


Al-Qur’an dalam bentuk cetak/mushaf pun terus mendapat pantauan oleh pihak yang berwenang dan dibantu oleh kaum muslimin. Upaya menjaga quality control ini dilaksanakan semenjak dari naskah cetakan maupun setelah dicetak dan diedarkan di tengah-tengah masyarakat.


Dalam tulisan ini selanjutnya akan diulas tentang upaya pemeliharaan kemurnian mushaf al-Qur’an dan antisipasi upaya pemalsuannya.




B. Pemeliharaan Otentisitas al-Qur’an


Al-Quran al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Firman Allah:


Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. QS al-Hijir/15: 9


Demikianlah Allah menjamin keotentikan al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw[1].


Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat al-Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya. Di samping itu kemungkinan besar tulisan mereka tersebut tidak mencakup seluruh ayat al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk "kitab" pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a[2].


Al-Quran, demikian pula Rasul saw. menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari al-Quran. Anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat. Ayat-ayat al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat-ayat al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah mencerna makna dan proses menghafalnya[3].


Dalam al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita --lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya[4]. Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran.


C. Pengumpulan, Pembukuan, dan Proses Pentashihan al-Qur’an pada Masa Khulafa Rasyidun


Ketika terjadi peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Hal ini menjadikan 'Umar ibn al-Khaththab menjadi risau tentang "masa depan al-Quran" dan keberlangsungannya. Karena itu, ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’an yang pernah ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut --dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak pernah dilakukan oleh Rasul saw.-- namun pada akhirnya 'Umar r.a. dapat meyakinkannya. Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit—mantan juru tulis; katib Nabi untuk menuliskan Al-Quran ketika masa pewahyuan -- dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu[5].


Zaid ibn Tsabit pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan. Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid memulai tugasnya. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum muslim untuk membawa naskah tulisan ayat al-Quran yang mereka miliki ke masjid Nabawi untuk kemudian diteliti oleh tim tersebut. Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi petunjuk agar tim tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua syarat:


1. Harus sesuai dengan hafalan para sahabat yang lain.
2. Tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan atau di hadapan Nabi saw. Karena, sebagian sahabat ada yang menulis atas inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua ini, diharuskan adanya dua orang saksi yang menyaksikan langsung penulisan tersebut.
Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena ia dan sekian banyak sahabat menghafal ayat QS.at-Taubah/ 9:128


Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan. Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah al-Anshari. Demikianlah, terlihat betapa Zaid menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan al-Quran. Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu[6].


Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab masalah perbedaan dalam membaca Al-Qur’an belum merupakan hal yang mengkhawatirkan, walaupun begitu mereka telah mengantisipasinya dengan melakukan kodifikasi atas al­-Qur’an sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Namun setelah dua masa kepemimpinan, masalah tersebut mulai menimbulkan kekhawatiran sehingga para sahabat segera mengambil tindakan seperti yang disebutkan pada riwayat berikut ini :


Berkata kepada kami Musa, berkata kepada kami Ibrahim, berkata kepada kami Ibnu Syihab bahwa Anas bin Malik mengatakan kepadanya: “Khudzaifah bin al-Yaman datang kepada Utsman, dan sebelumnya ia memerangi warga Syam dalam penaklukan Armenia dan Azarbaijan bersama warga Irak, maka terkejutlah Khudzaifah akan adanya perbedaan mereka dalam hal bacaan al-Qur’an, maka berkatalah Khudzaifah kepada Utsman: “Wahai pemimpin orang-orang yang beriman, beritahulah umat ini sebelum mereka berselisih dalam masalah kitab sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani”, Utsman lantas berkirim surat kepada Hafshah : “Kirimkan kepada kami lembaran-lembaran untuk kami tulis dalarn mashahif (bentuk plural dari mushaf -kumpulan lembaran dengan diapit dua kulit seperti buku-) kemudian kami kembalikan kepadamu”, Hafshah segera mengirimkannya kepada Utsman, maka Utsman segera memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, serta Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam mushaf-mushaf, dan dia (Utsman) mengatakan kepada ketiga otoritas Quraisy tersebut di atas: Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit tentang masalah Qur’an, maka tulislah dengan lisan Quraisy sebab al-Qur’an diturunkan dengan dialek mereka (Suku Quraisy), dan mereka melakukan hal itu, maka ketika mereka selesai menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam beberapa mushaf, Utsman segera mengembalikan lembaran-lembaran tersebut kepada Hafshah, (Utsman) kemudian mengirim ke tiap tempat satu mushaf yang telah mereka salin, dan memerintahkan agar selain mushaf tersebut entah berupa lembaran (sahifah) atau sudah berupa mushaf untuk dibakar[7].


Pada masa selanjutnya barulah dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan dalam hal teknis seperti dalam hal bentuk huruf dan pemberian titik pada huruf yang membedakan antara huruf yang satu dengan yang lain, yang sangat bermanfaat bagi mereka yang hidup belakangan apalagi bagi masyarakat muslim non Arab.


D. Fakta Pemalsuan al-Qur’an


Al-Qur`an sebagai kitab suci harus terus terjaga keotentikannya, terhindar dari kesalahan dan tahrif (perubahan) dan pemalsuan. Karena kesalahan penulisan Al-Qur`an, seperti hilangnya atau bertambahnya sebuah titik dapat mengakibatkan salah baca, salah arti, salah pemahaman, salah pengertian dan salah dalam pengamalan[8].


Banyak ditemui di tengah-tengah masyarakat fakta tentang kesalahan dalam penulisan al-Qur’an bahkan diduga ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang berusaha dengan sengaja untuk memalsukannya. Hal ini perlu kiranya menjadi perhatian kita bersama. Jangan sampai kesucian al-Qur’an dicederai oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab. Berikut ini fakta, temuan-temuan tentang kesalahan penulisan bahkan usaha pemalsuan al-Qur’an:


1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep menghimbau kepada masyarakat muslim hendaknya berhati-hati bila ingin membeli Kitab Suci al-Qur’an. Pasalnya, belakangan ini al-Qur’an palsu sudah beredar di tengah-tengah masyarakat. Pihaknya menemukan al-Qur’an terbitan al-Hidayah Surabaya, ada beberapa Surat al-Qur’an yang tidak terdapat di dalamnya, antara lain seperti surat ar-Ra’d, Ibrahim, Hijr, an-Nahl. Lain lagi menurut laporan dari MUI Kecamatan Arjasa, al-Qur’an palsu itu banyak kesalahan penulisan surat-surat al-Qur’an[9].


2. Al-Quran baru buatan Amerika, bernama “The True Furqan” atau “al-Furqan al-Haq”, terus beredar. Bahkan dikabarkan, al-Quran palsu ini sedang didistribusikan kepada generasi muda di Kuwait di sekolah-sekolah berbahasa Inggris. Meski isinya terkesan dari berbahasa Arab dan mengambil salah satu nama al-Quran, namun isinya sangat bertentangan sekali dengan isi Al-Quran yang sebenarnya. Kabarnya, al-Quran palsu ini dibuat oleh dua perusahaan percetakan; Omega 2001 dan Wine Press. Judul lain buku ini The 21st Century Quran yang berisi lebih dari 366 halaman baik bahasa Arab dan Inggris. Buku ini memang ditujukan sebagai pemalsuan Kitab Suci al-Quran. Berbagai surah dinamai dengan surah-surah al-Quran, seperti an-Nur, al-Fatihah, dan lain-lain. “Bismillah” pada setiap surah diganti dengan “Bismi al-Abi, Wa al-Ibni, Wa ruuhi al-Quds” (dengan nama Bapak, Anak, dan Roh Qudus). Sebagaimana dimuat di situs http://islam-in-focus.com/TheTrueFurqan.htm dan http://www.islam-exposed.org/furqan/contents.html, penerbitan dan peredaran Quran palsu ini menunjukkan adanya keseriusan dalam kampanye pemalsuan al-Quran. al-Quran palsu atau dikenal dengan The True Furqan pernah menghebohkan Surabaya dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur sekitar tahun 2002. Namun, menurut Baptist News, buku yang sama pada 17 April 1999 sudah pernah dikirimkan ke beberapa kedutaan besar negeri-negeri Muslim di Paris, Perancis. The True Furqan juga pernah mampir ke institusi-institusi penting Inggris, termasuk BBC. Pada waktu hampir bersamaan, buku yang sama juga sudah muncul di ruang redaksi jurnal berbahasa Arab di London, Inggris, serta di meja editor majalah-majalah berbahasa Arab, Ibrani, dan Inggris di Yerusalem[10].


3. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni merasa prihatin dengan adanya laporan masyarakat, bahwa masih ditemukannya al-Qur`an yang halamannya tidak urut, tidak lengkap atau kesalahan lain yang tergolong technical error. Karena itu penerbitan al-Qur`an jangan sekedar berorientasi mengejar keuntungan, tetapi juga mengutamakan kualitas dan keindahan[11].


4. Al-Qur’an Beryesus yang ditemukan di Tilatang Kamang, Agam Sumatera Barat 17 Juli 2004 lalu, ternyata benar-benar tidak layak diedarkan. Hasil penelitian terakhir menunjukkan, terdapat 36 kesalahan dalam kitab suci itu. Dalam sebuah kitab suci ditemukan 36 butir kesalahan, ini luar biasa [12].


5. Kanwil Departemen Agama Jawa Tengah mengharapkan, umat Islam di Jawa Tengah dan kabupaten Sukoharjo khususnya agar mewaspadai adanya al-Qur’an palsu yang sudah beredar di wilayah Sukoharjo. Diketahuinya ada al-Qur’an palsu dan telah beredar di Sukoharjo, berawal dari diungkapnya kasus tersebut oleh Tim Tadarus Masjid Miftahul Jannah, Solo Baru terhadap keberadaan dua al-Qur’an Mushaf yang dinilai salah cetak, bahkan dinilai palsu. Sesuai dengan informasi dari Tim Tadarus tersebut menyebutkan, dengan ditemukannya al-Qur’an palsu itu telah dilakukan kajian juga oleh Majelis Cabang Nahdlatul Ulama kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo dan hasilnya juga positif tentang kondisi yang sebenarnya bahwa keberadaan al-Qur’an yang beredar itu palsu. Justru perlu diwaspadi juga dengan diketahuinya al-Qur’an palsu itu, sesuai dengan data yang ada di dalamnya bahwa al-Qur’an tersebut diproduksi percetakan al-Waah Solo[13].


Dan masih banyak temuan-temuan serupa lainnya.




E. Bentuk-Bentuk Kesalahan dalam Penulisan al-Qur’an


Selanjutnya ada baiknya sejenak kita melihat bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an. Setelah melakukan identifikasi, penulis dapat menyatakan bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an:


1. Tidak terdapatnya beberapa Surat al-Qur’an dengan kata lain al-Qur’an tersebut tidak lengkap. Seperti yang ditemukan pada al-Qur’an terbitan al-Hidayah Surabaya. Dari temuan itu antara lain tidak terdapatnya surat ar-Ra’d, Ibrahim, Hijr, dan an-Nahl dalam al-Qur’an tersebut[14].


2. Meniru dengan menyamarkan tulisan seolah-olah tulisan itu adalah Al-Quran. Hal ini seperti al-Qur’an baru buatan Amerika, bernama “The True Furqan” atau “al-Furqan al-Haq”.. Meski isinya terkesan dari berbahasa Arab dan mengambil salah satu nama al-Quran, namun isinya sangat bertentangan sekali dengan isi Al-Quran yang sebenarnya. Berbagai surah dinamai dengan surah-surah al-Quran, seperti an-Nur, al-Fatihah, dan lain-lain. “Bismillah” pada setiap surah diganti dengan “Bismi al-Abi, Wa al-Ibni, Wa ruuhi al-Quds” (dengan nama Bapak, Anak, dan Roh Qudus).[15].


3. Kesalahan dalam penulisan harakat[16].


4. Kesalahan dalam penulisan huruf secara teknis[17]


5. Kesalahan dalam penulisan huruf; penggantian huruf yang seharusnya[18]


6. Terdapat sejumlah halaman surat yang tidak tercetak.


Pada dasarnya bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an dapat dibagi kepada kesalahan yang dapat diduga sebagai technical error. Kesalahan yang diduga karena faktor kekurangtelitian atau kecerobohan para pihak yang terlibat dalam pencetakan al-Qur’an tersebut. Sedangkan bentuk kesalahan yang lain diduga keras berdasarkan unsur kesengajaan, upaya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menodai kesucian al-Qur’an. Terlepas kesalahan penulisan al-Qur’an itu karena faktor kekurangtelitian dan kecerobohan ataupun ada unsur kesengajaan dengan motivasi pemalsuan al-Qur’an, keduanya memiliki satu kesamaan. Kesamaan dalam menodai kemurnian al-Qur’an.


Tentu saja hal ini membutuhkan penanganan yang cepat oleh pihak-phak yang berwenang untuk menarik al-Qur’an “yang bermasalah” itu dari peredarannya ataupun menindak pihak-pihak yang terlibat.


Diduga motif di balik kekurangtelitian, kecerobohan sehingga menimbulkan kesalahan dalam penulisan al-Qur`an ini karena boleh jadi penerbitnya sekedar berorientasi mengejar keuntungan sehingga terkadang dengan mengabaikan kualitas[19]. Motif lainnya boleh jadi untuk membuat keresahan dan huru-hara dalam masyarakat muslim dengan membuat “riak-riak” kecil sehingga menimbulkan perselisihan di antara mereka. Tentu saja ini sangat tidak kita harapkan dan sesalkan jika sampai terjadi.


Kurangnya kesadaran ini antara lain bisa jadi disebabkan karena mayoritas percetakan mushaf al-Qur’an dimodali oleh mereka yang non muslim. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Penerbit Mushaf Al-Qur`an Indonesia (APQI), Ali Mahdami mengungkapkan pengusaha muslim tidak pernah memikirkan betapa pentingnya percetakan, akibatnya 90 persen produksi al-Qur`an dicetak oleh pengusaha non muslim yang tidak mengerti dan menghormati Kitab Suci Al-Qur`an yang dianggap sama dengan buku-buku bacaan biasa.[20]Penulis tidak punya alasan lebih lanjut untuk menjelaskan persoalan ini; apakah ini semacam monopoli, atau mungkin proses percetakannya butuh modal yang sangat besar sehingga pengusaha-pengusaha besar saja yang bisa bermain, atau mungkin secara bisnis kurang menguntungkan, atau mungkin kurangnya kesadaran pengusaha muslim, atau mungkin berdasarkan alasan-alasan yang sifatnya akumulatif hal-hal d atas.




F. Pentashihan al-Qur’an di Indonesia


Pemerintah RI pun menaruh perhatian yang besar terhadap masalah ini dengan membentuk sebuah lembaga, yaitu Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an--yang berada di bawah Balitbang Departemen Agama--yang salah satu tugas pokoknya adalah memelihara kesahihan al-Qur`an sebagai implementasi maksud firman Allah Surat al-Hijr/15: 9 di atas[21].


Lebih lanjut Menag mengatakan, tugas Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Depag dari masa ke masa terus bertambah berat, mengingat bukan hanya bertugas mentashih teks, bacaan, terjemahan atau tafsir al-Qur`an, baik dalam bentuk tulisan maupun media elektronik, melainkan juga termasuk mensosialisasikan al-Qur`an di tengah-tengah masyarakat[22].


Pendirian Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Depag dapat kita lacak dari mushaf al-Qur’an yang telah ditashih. Biasanya tentang keberadaan team ini terdapat penjelasan pada bagian pengantar mushaf al-Qur’an tersebut. Kalau kita mengamati pada Kata Pengantar Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Pentafsir al-Qur’an yang diketuai oleh Prof.R.H.A.Soenardjo, SH dan ditandatangani di Jakarta, 1 Maret 1971, maka ada 10 (sepuluh) anggota dewan penerjemah, antara lain: Prof.T.M.Hasbi Ashshidiqi.(alm), Prof.H.Bustami A.Gani, Prof.H.Muchtar Jahya, Prof.H.M.Toha Jahya Omar.(alm), Dr.H.A.Mukti Ali, Drs.Kamal Muchtar, H.Gazali Thaib.(alm), K.H.A.Musaddad, K.H.Ali Maksum.(alm), dan Drs.Busjairi Madjidi. Merekalah yang telah turut berjasa dalam melaksanakan tugas mentashih dan menterjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia selama 8 tahun.


Team ini terus menjalankan tugasnya. Dan pada priode selanjutnya terjadi perubahan komposisi team karena sebagian dari mereka telah berpulang ke rahmatullah. Seperti yang dapat dilacak pada al-Qur’an dan Terjemahnya versi cetakan PT.Karya Toha Putra Semarang ditandantangani di Jakarta pada 15 Desember 1997, team tashih ini terdiri seorang ketua dan seorang sektretaris dan beranggotakan 17 orang[23].


Tugas dan fungsi Lajnah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, adalah:


1. meneliti dan menjaga kemurnian mushaf al-Qur’an, rekaman, bacaan al-Qur’an, terjemahan dan tafsir al-Qur’an secara preventif dan refresif.


2. mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf al-Qur’an untuk tuna­netra (al-Qur’an Braille),
bacaan al-Qur’an dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia.


3. berusaha mengantisipasi peredaran mushaf al-Qur’an yang belum ditashih oleh Lajnah. Kegiatan Lajnah mentashih mushaf al-Qur’an 30 Juz, Juz ‘Amma, al-Qur’an dan terjemahnya, al-Qur’an dan tafsirnya, dan bacaan-bacaan dalam bentuk kaligrafi lainnya[24].


Pelaksanaan tugas Lajnah lainnya adalah merespon masukan, saran-saran dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat. Segala permasalahan yang menyangkut kitab suci al-Qur’an yang dikemukakan oleh masyarakat dan ditujukan kepada Departemen Agama. Selain itu, tugas Lajnah adalah membina penerbit, melalui komunikasi lisan maupun tertulis, termasuk dengan surat edaran, juga pertemuan-pertemuan, diskusi dan dialog dengan para penerbit dan produsen al-Qur’an, juga dengan tim kerja dari pihak-pihak yang melakukan penulisan al-Qur’an. Pembinaan juga dilakukan melalui forum lokakarya para penerbit al-Qur’an. Inti dari program pembinaan, adalah ajakan kepada para penerbit Al-Qur’an untuk lebih meningkatkan dedikasi dan komitmennya dalam menjaga dan memelihara kitab suci al-Qur’an[25].


Rekomendasi kegiatan lajnah adalah sebagai berikut.


Pertama, untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang cukup besar dibidang al-Qur’an serta untuk lebih mengamankan mutu penerbitan al-Qur’an, maka amat mendesak didirikan sebuah penerbitan /percetakan al-Qur’an oleh negara/pemerintah.


Kedua, mengingat beban lajnah yang makin luas dan meningkat serta perlu dukungan yang lebih besar dibidang SDM, peralatan, jaringan, dan pembiayaan, maka amat mendesak untuk menindak lanjuti komitmen Bapak Menteri Agama untuk memperkuat dan meningkatkan struktur lajnah.


Ketiga, perlu penguatan kondisi kerja dengan pengaturan tugas dan tahapan yang jelas, mekanisme yang baik, agenda yang tertib serta pembiayaan yang memadai. Dan keempat, perlu penguatan SDM lajnah melalui rekrutmen satuan tugas lajnah secara terbuka, selektif, profesional, dari Perguruan-perguruan tinggi al-Qur’an, UIN/IAIN/STAIN dan lain-lain sebagai pegawai negeri maupun sebagai tim ad hoc[26]




G. Tradisi Yasinan dalam Masyarakat dan Problematika Buku Yasin


Kalau kita cermati sejenak tentang tradisi membaca al-Qur’an dalam masyarakat kita. Bahwa di masyarakat berkembang suatu tradisi membaca al-Qur’an, yaitu tradisi Yasinan. Dalam tradisi Yasinan ini dilangsungkan pembacaan QS.Yasin/36, yang disertai dengan pembacaan zikir-zikir tertentu dan ditutup dengan doa. Tradisi Yasinan ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat kita.


Yasinan dilaksanakan pada acara ta’ziyah ketika ada anggota masyarakat yang meninggal dunia. Kita mengenal maniga hari, menujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari dan seterusnya. Selain dalam acara ta’ziyah pembacaan surat Yasin ini juga dilakukan dalam acara-acara pengajian rutin di masyarakat, pengajian setiap malam jum’at ketika seseorang melaksanakan ibadah haji, acara tasyakuran, dan lain sebagainya.


Kita tidak membahas lebih lanjut tentang tradisi Yasinan tersebut. Tapi yang menjadi fokus kita adalah salah satu media dalam pelaksanaan tradisi Yasinan tersebut, yaitu buku Yasin. Permasalahannya adalah bagaimanakah keshahihan buku tersebut; kesesuaian ayat-ayat dari surat Yasin sebagai salah satu kutipan dari al-Qur’an.


Tulisan ini sebagai kasus atau bahan pemikiran bagi kita bersama untuk berpartisipasi dalam gerakan pemurnian al-Qur’an. Gerakan yang dapat kita mulai dari lingkungan kita sendiri. Hal ini lebih jauh diinspirasi ketika penulis menemukan sendiri kesalahan dalam salah satu ayatnya dari sebuah buku Yasin. Peristiwa ini terjadi tepatnya ketika acara Yasinan meninggalnya salah seorang dosen fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan, Drs H Shohib Zen, Lc. Ketika acara Yasinan di rumah almarhum, secara tidak sengaja penulis dengan beberapa teman menemukan kesalahan fatal dalam sebuah ayat dalam buku yasin tersebut. Kesalahan pada penulisan huruf dalam bahasa Arab tentu saja akan merubah makna, yang melenceng jauh dari apa yang seharusnya. Apa lagi jika kita kaitkan dengan fungsi al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam—yang merupakan manifestasi dari Kalamullah. Merubahnya, apalagi berdasarkan kecerobohan alih-alih karena adanya faktor kesengajaan adalah sebuah dosa besar. Bentuk kesalahan yang ditemukan adalah kata lamasakhnaahum dalam ayat di atas ditulis dengan lamasyakhnaahum dalam QS Yasin/36: 67.


Selanjutnya dari penelusuran yang dilakukan, penulis menenemukan hal-hal yang cukup mengejutkan dan mengagetkan. Ternyata dari beberapa buku Yasin yang penulis miliki setelah dilakukan tashih secara mendiri, ditemukan kesalahan-kesalahan lainnya. Sebagai contoh lainnya:


Pada kata-kata yang ditebalkan dan digaris bawahi terjadi kesalahan dalam pemenggalan kata. Pada ayat 6 terjadi kesalahan dalam pemenggalan kata abaa’u di mana huruf hamzahnya terpisah dari huruf abaa pada baris selanjutnya yang berbeda. Pada ayat 60, waw jamak pada kata ta’buduw ditulis terpisah pada baris selanjutnya yang berbeda. Demikian juga huruf ra pada kata qadirin terpisah dari huruf qadi pada baris selanjutnya yang berbeda. Ini adalah pemenggalan kata yang salah karena kata-kata tersebut memiliki satu pengertian dan makna yang tidak dapat dipenggal-penggal.


Pada ayat 51 di atas kata al-ajdaats, kehilangan atau kekurangan alif pada alif lam “ma’rifah”nya[28].
Terkait dengan tradisi Yasinan tentu saja kita semua perlu menjaga tradisi tersebut dari hal-hal yang merusaknya, seperti terdapatnya kesalahan dalam buku Yasin yang digunakan. Tentu saja niat dan amal baik itu menjadi tidak atau kurang sempurna bahkan bisa jadi berbuah dosa ketika kita menyaksikan suatu kesalahan dan kemudian mendiamkan atau tidak ada usaha untuk meluruskannya.




H. Penutup


Pentashihan al-Qur’an adalah upaya untuk senantiasa memelihara otentisitas al-Qur’an. Suksesnya upaya pemeliharaan al-Qur’an ini sangat membutuhkan dukungan dari seluruh kaum muslimin untuk membentengi upaya-upaya menodai kemurnian al-Qur’an.






Daftar Pustaka


Al-Furqan al-Haq; The True Furqan, http:// pusdai.wordpress.com


Al-Qur'an Banyak Salah Cetak Karena Kejar Laba, http:// kisahislam.com


Al-Qur’an Palsu Beredar di Masyarakat, www.sumenep.go.id.


Al-Rosid, Surat Yasin dan Tahlil Disertai Huruf Arab Latin, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta: Doa Ibu


Anwar, Hamdani, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Fikahati Aneska, 1995


Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, cet.ke-12


Awas peredaran al-Qur‘an Palsu Serang Sukoharjo, http:// forum.swaramuslim.net


Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu, 1989


____________, Tafsir Maudhu’i: Solusi Qur’ani atas Masalah Sosial Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, cet.ke-1


Baqi, al, Fuad Abd, Mu’jam Mufahras li alfaz al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, t.th


Bisri, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jilid I: Paradigma pEnelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian, Jakarta: Prenada Media, 2003


____________, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, Jakarta: Logos, 1998, cet.ke-1


____________, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:Rajawali Pers, 2004, cet.ke-1


Buku Yasin Zul-Yanto, H. Zulkifli Anwar dan Ir. Akhmadi Sumaryanto calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung Periode 2009 – 2014.


Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1992


Dewan Redaksi PT Ichtisar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtisar Baru Van Hoeve, 2001


Ditemukan 36 Kesalahan dalam 'Alquran Beryesus, http:// swaramuslim.net


Jangan Berorientasi Untung, http://www.antara.co.id


Kegiatan Lajnah Pentahih Mushaf al-Qur’an tahun 2005, http://www.depag.web.id


Nawawi, an, Imam, Adab dan Tata Cara Menjaga al-Qur’an, (terj) Jakarta: Pustaka Imani, 2001


Permasalahan al-Qur’an dan Terjemahannya Versi Depag RI, http://forumqhita.blogspot.com


Qaththan, Manna’ Khalil, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, T.T: T.Tp, 1978


Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:Penerbit Mizan, 1996, Cetakan 13


____________, Mu’jizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, , Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 1992


____________, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1999


____________, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2000


____________, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1998


Syadili, Ahmad dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 1997


Syauqi, Rif’at dan Muhammad Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1992


Umar, Muhammad Nasruddin, Klasifikasi Ayat al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1990






[1] Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:Penerbit Mizan, 1996, Cetakan 13, h. 21


[2] Ibid, h.24


[3] Ibid


[4] Ibid, h.23


[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Muqaddimah), Bandung: Gema Risalah Press, 1992, h. 23


[6] Ibid


[7] Handono, Irena, et. al, Sejarah dan Keaslian al-Qur’an, T pt: Bima Rodheta, 2004, Cet. 4
[8] Al-Qur'an Banyak Salah Cetak Karena Kejar Laba, http:// kisahislam.com
[9] Al-Qur’an Palsu Beredar di Masyarakat, http:// www.sumenep.go.id.
[10] Al-Furqan al-Haq; The True Furqan, http:// pusdai.wordpress.com
[11] Al-Qur’an Banyak, Loc.cit


[12] Ditemukan 36 Kesalahan dalam 'Alquran Beryesus, http:// swaramuslim.net


[13] Awas peredaran al-Qur‘an Palsu Serang Sukoharjo, http:// forum.swaramuslim.net
[14] Al-Qur’an Palsu, Loc.cit
[15] Al-Furqan al-Haq, Loc.cit
[16] Ditemukan 36 Kesalahan, Loc.cit


[17] Ibid


[18] Ibid
[19] Jangan Berorientasi Untung, http://www.antara.co.id
[20] Al-Qur'an Banyak Salah Cetak, Loc.cit
[21] Ibid


[22] Ibid
[23] Permasalahan al-Qur’an dan Terjemahannya Versi Depag RI, http://forumqhita.blogspot.com
[24] Kegiatan Lajnah Pentahih Mushaf al-Qur’an tahun 2005, http://www.depag.web.id
[25] Ibid
[26] Ibid
[27] Al-Rosid, Surat Yasin dan Tahlil Disertai Huruf Arab Latin, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta: Doa Ibu, h. 46
[28] Lihat lebih lanjut, Buku Yasin Zul-Yanto, H. Zulkifli Anwar dan Ir. Akhmadi Sumaryanto calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung Periode 2009 – 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar