AYAT-AYAT TENTANG KIBLAT[1]
Bait al-Maqdis: Kiblat Pertama Umat Islam
Kiblat pertama kaum muslimin adalah ke arah Baitul Maqdis. Pada masa-masa awal hijrah ke Madinahpun nabi masih berkiblat ke Baitul Maqdis, di Palestina.
Rangkaian QS. Al-Baqarah/2: 144 dikuatkan oleh riwayat Bukhari yang berasal dari al-Barra’ ibn ‘Azib yang mengatakan bahwa setelah Rasulullah berhijrah ke Madinah, ia salat menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan lamanya. Padahal beliau menginginkan untuk menghadap ke ka’bah. Itulah peristiwa yang melatarbelakangi ayat di atas.[2]
Terdapat hadis-hadis yang menceritakan hal tersebut:
1. Dari Barra’ ra, ia berkata,” Kami salat bersama-sama Rasulullah menghadap ke Bait al-Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Kemudian kami diperitahkan Allah supaya menghadap ke Ka’bah.” (diriwayatkan Bukhari dan Muslim)[3]
2. Dari Ibn Umar ra, ia berkata,” Pada suatu pagi ketika kaum muslimin sedang salat Subuh di masjid Quba, sekonyong-konyong datang seseorang, lalu ia berkata,’ Sesungguhnya tadi malam telah turun kepada Rasulullah ayat yang memerintahkan supaya salat menghadap ke Ka’bah.’ Maka hendaklah kamu semua menghadap ke sana.’ Ketika itu mereka salat menghadap ke Syam, lalu mereka bertukar arah menghadap ke Ka’bah.” (diriwayatkan muttafaq ‘alaih)[4]
Demianlah, bahwa pada awal pensyariatan ibadah salat lima waktu dengan menghadap kiblat ke Bait al-Maqdis. Setelah enam belas atau tujuh belas bulan berlangsung turunlah perintah Allah untuk mengganti arah kiblat ke Ka’bah di al-Masjid al-Haram.
Pemindahan Kiblat Dari Masjid al-Aqsa Ke Ka’bah
Merupakan Ujian Keimanan dari Allah
Walaupun pada awal pensyariatan ibadah salat lima waktu dengan menghadap kiblat menghadap ke Baitul Maqdis, dalam hatinya Nabi menginginkan untuk berkiblat ke Ka’bah. Setelah enam belas atau tujuh belas bulan nabi berada di Madinah di tengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat salat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Hal ini untuk persatuan umat Islam, Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat. Hal ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:
Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,[5]Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. QS. Al-Baqarah/2: 144
Bagi orang-orang Yahudi menjadikannya sebagai bahan ejekan; dan selalu berkata ”Kalian Muslimin tidak memiliki agama yang tetap, oleh sebab itu kalian berdiri menghadap kiblat kami”. Dengan perintah Allah kiblat tersebut diubah dari Baitul Maqdis ke Mekah. Setelah itu, orang-orang Yahudi mengajukan kritikan lain, yaitu bahwa jika kiblat yang pertama benar, maka kenapa kalian mengubahnya; dan jika kiblat kedua yang benar, maka salat kalian selama menghadap kiblat pertama, adalah sia-sia. Hal ini diceritakan Allah dalam ayat sebelumnya:
Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya? QS. Al-Baqarah/2: 142
Allah lalu menjawab pernyataan mereka bahwa Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Tidak satu pun yang berhak mengklaim memiliki arah kiblat tertentu. Di samping itu pemindahan arah kiblat ini untuk mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot atau kembali kepada kekufuran; kembali pada ajaran agama mereka sebelumnya. Pemindahan kiblat itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dengan demikian sebagai ujian keimanan bagi mereka dari Allah. Allah berfirman:
Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. QS. Al-Baqarah/2: 142-143
Dan Sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim. QS al-Baqarah/2: 145
Temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat. Masjid yang diteliti bukan hanya di Indonesia tapi juga di beberapa Negara Islam lainnya. Misalnya temuan lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) yang dalam salah satu tulisan yang dimuat dalam blog mereka.
Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar Saudi Gazette melaporkan, orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang baru di Mekah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak mengarah langsung ke Ka’bah. Saat menunaikan salat, warga Muslim sedapat mungkin menghadap ke Ka’bah.[6] Wartawan BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang belakangan melakukan pembangunan kembali kawasan di dan sekitar al-Masjid al-Haram. Namun, masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah. Pada saat masjid-masjid tersebut dibangun, digunakan perkiraan kasar arah kiblat karena saat itu belum ada alat yang akurat.[7]
Jika memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan cuma hanya di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara Islam lainnya. Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti dituliskan Ahmad Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat yang tidak tepat.[8]
Lalu berkembang lagi diskusi bahwa perlu dilakukan perhitungan ulang arah kiblat masjid-masjid kuno. Alasannya masjid-masjid tersebut dimungkinkan arah kiblatnya berubah karena pergerakan lempeng bumi. Bahkan karena akhir-akhir ini kerapkali terjadi peristiwa gempa bumi di Indonesia, maka masjid-masjid yang relatif belum lama dibangunpun perlu dihitung ulang arah kiblatnya. Hal ini karena mungkin saja akibat kejadian-kejadian tersebut arah kiblatnya telah berubah dari yang seharusnya.
Selanjutnya menurut penulis terdapat beberapa faktor diduga kuat menjadi penyebab kesalahan dalam penentuan arah kiblat masjid di masyarakat, antara lain:
1. Arah kiblat masjid ditentukan sekadar perkiraan dengan mengacu secara kasar pada arah kiblat masjid yang sudah ada. Pada hal masjid yang dijadikan acuan belum tentu akurat. Ketika membangun sebuah masjid baru, arah kiblatnya hanya mengikuti masjid yang berdekatan yang telah lebih dahulu dibangun.
2. Sebagian masjid arah kiblatnya ditentukan menggunakan alat yang kurang atau tidak akurat. Misalnya untuk penggunaan kompas dalam penentuan arah, termasuk dalam penentuan arah kiblat perlu dilakukan koreksian pengaruh daya magnetik di Bumi. Informasi ini tentang besaran koreksian/deklinasi magnetik kompas ini dapat diperoleh dari Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Di samping itu kita juga perlu diperhatikan bahwa di pasaran banyak beredar berbagai macam merek kompas, kita perlu terlebih dahulu mengecek tingkat akurasinya terlebih dahulu.
3. Terkadang dalam penentuan arah kiblat masjid atau musala ditentukan oleh seseorang yang ditokohkan dalam masyarakat tersebut. Pada hal belum tentu sang tokoh tersebut mampu melakukan penentuan arah kiblat secara benar dan akurat. Sehingga boleh jadi yang bersangkutan menetapkannya dengan mengira-ngira saja dengan mengarah ke Barat yang mungkin melenceng dari yang seharusnya.[9]
4. Sebelum pembangunan arah kiblat masjid telah diukur secara benar oleh ahlinya. Tapi dalam tahap pembangunannya terjadi pergeseran-pergeseran oleh tukang yang mengerjakannya.
5. Bahkan ada juga masjid yang dibangun lebih mempertimbangkan nilai artistik dan keindahan alih-alih perhitungan dan pengukuran arah kiblatnya yang presisi. Misalnya masjid yang bangunannya disejajarkan dengan jalan yang terdapat di depan masjid walaupun dengan mengabaikan arah kiblatnya.
Itulah beberapa faktor yang berpotensi menyebabkan arah kiblat suatu masjid tidak tepat atau tidak presisi. Dari penjelasan di atas dapat digarisbawahi bahwa faktor yang menyebabkan arah kiblat masjid itu melenceng adalah faktor tidak diukur secara benar sebelum atau dalam proses pembangunannya.
Menanggapi kontroversi arah kiblat ini, T Djamaluddin menyatakan bahwa masalah arah kiblat yang seolah bergeser akibat gempa perlu segera diluruskan. Karena hal itu tidak berdasar logika ilmiah dan berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng bumi hanya berpengaruh pada perubahan peta bumi dalam rentang waktu puluhan atau ratusan juta tahun, karenanya tidak akan berdampak signifikan pada perubahan arah kiblat dalam rentang peradaban manusia saat ini. Jadi, saat ini tidak ada pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempeng bumi atau gempa. Semua pihak (terutama Kementerian Agama dan MUI) jangan terbawa pada opini yang didasari pada informasi yang keliru. [10]
Dalam penentuan arah kiblat kesalahan sampai beberapa derajat.
masih bisa ditolerir. Hal ini mengingat seseorang yang sedang mengerjakan salat tidak mungkin menjaga sikap tubuh untuk benar-benar selalu tepat lurus ke arah kiblat. Arah jamaah salat tidak akan terlihat berbeda, bila perbedaan antar jamaah hanya beberapa derajat.
Sangat mungkin, dalam kondisi shaf yang sangat rapat (seperti sering terjadi di
beberapa masjid), posisi bahu kadang agak miring, bahu kanan di depan jamaah
sebelah kanan, bahu kiri di belakang jamaah sebelah kiri.[11]
masih bisa ditolerir. Hal ini mengingat seseorang yang sedang mengerjakan salat tidak mungkin menjaga sikap tubuh untuk benar-benar selalu tepat lurus ke arah kiblat. Arah jamaah salat tidak akan terlihat berbeda, bila perbedaan antar jamaah hanya beberapa derajat.
Sangat mungkin, dalam kondisi shaf yang sangat rapat (seperti sering terjadi di
beberapa masjid), posisi bahu kadang agak miring, bahu kanan di depan jamaah
sebelah kanan, bahu kiri di belakang jamaah sebelah kiri.[11]
Jadi, perbedaan arah kiblat yang tidak terlalu signifikan
hendaknya tidak terlalu dipermasalahkan. Kiranya perbedaan kurang dari 2
derajat masih dianggap tidak terlalu signifikan. Ibaratnya dua masjid
berdampingan yang panjangnya 10 meter, perbedaan di ujungnya sekitar 35 cm.
Jamaah di kedua masjid akan tampak tidak berbeda arahnya.[12]
hendaknya tidak terlalu dipermasalahkan. Kiranya perbedaan kurang dari 2
derajat masih dianggap tidak terlalu signifikan. Ibaratnya dua masjid
berdampingan yang panjangnya 10 meter, perbedaan di ujungnya sekitar 35 cm.
Jamaah di kedua masjid akan tampak tidak berbeda arahnya.[12]
Dengan demikian arah kiblat masjid-masjid yang melenceng jauh secara signifikan yang perlu dikoreksi. Sedangkan masjid yang arah kiblatnya hanya melenceng beberapa derajat saja, tidak perlu melakukan koreksi.
Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 142-143 menjelaskan bahwa upaya untuk mengoreksi arah kiblat yang salah tersebut merupakan salah satu bentuk ujian dari-Nya. Kalau sekiranya mereka benar-benar beriman kepada Allah dan Rasulullah, niscaya mereka akan mengikuti apa yang diperintahkan tanpa mencari-cari alasan untuk mendapatkan keringanan pelaksanaan perintah tersebut.[13] Dalam menyikapi kontroversi seputar arah kiblat yang terjadi di Indonesia misalnya, banyak masjid yang setelah dilakukan pengecekan ternyata arahnya menyimpang jauh dari yang seharusnya. Setelah mengetahui hal tersebut, banyak juga di antara pengurus masjid-masjid tersebut enggan untuk melakukan koreksi dengan berbagai alasan. Di antaranya: pengoreksian shaf di dalam masjid mengurangi keindahan masjid secara estetika, sebagian Ta’mir enggan dengan alasan hal ini telah diputuskan oleh wakif dan para pengurus terdahulu, dan alasan-alasan lainnya.
Hikmah Pemindahan Kiblat Ke Ka’bah
Allah Maha Mengetahui bahwa tidak sekedar ejekan Yahudi, hikmah yang bisa kita petik dari pemindahan arah kiblat ini. Namun juga secara geografis, andai kiblat tetap di Majid al-Aqsha (Bait al-Maqdis) di Palestina; saat ini kita akan kesulitan menentukan arah kiblat.
Masjid al-Aqsha berada di lokasi dengan koordinat LU sebesar 31°46′ 40.93″. Garis ini jelas tidak dilalui matahari saat mihadaa (yaum rashd al-qiblat), sebab deklinasi yang paling besar matahari hanya akan melewati pada garis Lintang Utara tanggal 21 Juni, tepat berada di lintang 23,5° LU. Sehingga tidak memungkinkan kita untuk menentukan arah kiblat dengan melihat bayangan matahari ketika berpedoman pada masjid al-Aqsha.[14]
Ka’bah terletak di tengah al-Masjid al-Haram di Mekah; berada di garis koordinat 21°25′ Lintang Utara. Garis ini di bawah 23,5° LU batas matahari melakukan mihaadaa-nya. Jadi setiap yaum rashd al-qiblat; hari di mana mata hari berada di atas kota Mekah; maka setiap bayangan benda pada saat itu persis menghadap ke kota Mekah. Kita dapat melakukan penentuan arah kiblat dengan bentuan; berbedoman pada bayang-bayang tersebut. Karena pada saat itu matahari tepat berada di atas Ka’bah sehingga bayang-bayang benda pada saat yang ditentukan tersebut persis mengarah kota Mekah; arah bayang-bayang tersebutlah kiblat. Di antara hikmah yang dapat kita petik dari pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah adalah terdapatnya waktu-waktu yang disebut dengan Yaum Rashd al-Qiblat.
Alangkah bijaksana jika kita dapat memanfaatkan kehadirannya dengan semaksimal mungkin. Marilah kita melakukan pengecekan arah kiblat masjid di tempat kita masing-masing. Jika dari hasil pengamatan tersebut terdapat kesalahan yang besar, maka perlu dilakukan koreksian dengan cara pembetulan shaf. Dengan demikian akan menambah keyakinan dan melenyapkan keragu-raguan dalam beribadah. Insya Allah ibadah salat yang kita laksanakan lebih sempurna secara syari’ah.
Arah Kiblat Bagi Mereka Yang Tidak Dapat Menentukannya
Bila dalam keadaan bingung sehingga tidak dapat menentukan arah kiblat, cukup menghadap kemana saja yang diyakini bahwa arah yang demikian itu adalah kiblat. Misalnya seseorang yang hendak melaksanakan salat Zuhur namun ia tidak mengetahui arah kiblat dari tempat ia berada tersebut. Lalu ia berupaya dengan segenap kemampuannya (ijtihad) untuk mengetahui arah kiblat. Sampailah ia pada salah satu arah yang diduga kuat (zhan) sebagai arah kiblat. Lalu iapun melaksanakan salat. Hal ini berdasarkan firman Allah:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. [15] Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Q.S al-Baqarah/2: 115
Asbab an-nuzul ayat tersebut dijelaskan bahwa sekelompok sahabat melakukan perjalanan pada malam hari bersama Nabi dan ketika melaksanakan salat, mereka tidak dapat menentukan arah kiblat yang seharusnya. Lalu pagi harinya mereka menanyakan hal tersebut kepada Nabi. Peristiwa itulah yang melatarbelakangi turunnya ayat Q.S al-Baqarah/2: 115 sebagaimana penuturan hadis berikut:
Dari Abdullah ibn Amir “Bahwa kami pernah bepergian bersama Nabi pada malam yang gelap sehingga kami tidak mengetahui kemana arah kiblat. Kemudian kami salat menurut keyakinannya. Setelah pagi hari kami menuturkan hal demikian itu kepada Nabi, lalu turun ayat ‘Kemana saja kalian menghadap, di sanalah Zat Allah’.” (HR. at-Tirmizi)
Jadi menghadap ke arah mana saja yang diyakini ketika kesulitan menentukan arah kiblat adalah merupakan rukhshah atau keringanan dari Allah. Ini bukanlah sesuatu yang tetap dan berlaku umum (‘azimah). Sehingga salah kaprahlah jika ayat Q.S al-Baqarah/2: 115 ini dijadikan landasan dalam berargumen untuk tidak mengoreksi arah kiblat masjid yang diketahui arah kiblatnya menyimpang secara signifikan.
Dan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, penentuan arah kiblat bukanlah hal yang sulit. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama dan BHR Daerah serta kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa memberikan bantuan penyempurnaan arah kiblat tersebut. Bisa juga dilakukan koreksi massal dengan panduan bayangan matahari pada saat matahari berada di atas Mekkah (yaum rashd al-qiblat) atau dengan panduan arah kiblat berbasis internet Google Earth/Qiblalocator.[16]
Daftar Pustaka
Djamaluddin, T , Penyempurnaan Arah Kiblat dari Bayangan Matahari, Makalah Perkuliahan Astronomi, 26 Mei 2009
____________, Arah Kiblat: Jangan Persulit Diri, http://isnet.org/t_djamal diakses pada tanggal 31 Oktober 2009
Kiblat Masjid kita: melenceng lho?, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 6 November 2010
Khafid, Penentuan Arah Kiblat, Makalah Pelatihan Penentuan Arah Kiblat, Cibinong, 22 Februari 2009
Khazin, Muhyiddin, 2009, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta: Ramadhan Press
Iptek dan Arah Kiblat, http://astroscientist.multiply.com diakses pada tanggal 27 September 2010
Mahali, A Mujab, 1989, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Press
Makna Arah Kiblat, http://casa.assalaam.or.id diakses pada tanggal 11 Maret 2010
Qiblat, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 11 Maret 2010
Sayyis, as- Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, Tt: Tp
Sensitifnya Arah Qiblat, http://pakar.blogsome.com diakses pada tanggal 11 Maret 2010
Shihab, M Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 6, Jakarta: Lentera Hati, 2004
___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 7, Jakarta: Lentera Hati, 2004
___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 9, Jakarta: Lentera Hati, 2004
Zahid, Abdul Muid, Belajar Ilmu Hisab, 2007
200 Masjid di Mekah Tidak Menghadap Kiblat, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 11 Maret 2010
[1] Jayusman, Lektor fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung. http://jayusmanfalak.bolgspot.com dan E mail jay_falak@yahoo.co.id
[2] Muhammad Ali as-Sayyis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Tt: Tp, h. 31
[3] A Mujab Mahali, 1989, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Press, h. 48
[4] Ibid
[5] maksudnya ialah nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu Turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
[6] 200 Masjid di Mekah Tidak Menghadap Kiblat, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 11 Maret 2010
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] T Djamaluddin, Penyempurnaan Arah Kiblat dari Bayangan Matahari, Makalah Perkuliahan Astronomi, 26 Mei 2009
[10] Ibid
[11] Djamaluddin, T , Arah Kiblat: Jangan Persulit Diri, http://isnet.org/t_djamal diakses pada tanggal 31 Oktober 2009
[12] Ibid
[13] Muhyiddin Khazin, 2009, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta: Ramadhan Press, h. 32-3
[14]Kiblat Masjid kita: melenceng lho?, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 6 November 2010
[15] Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, Karena ia selalu berhadapan dengan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar