Toleransi Galat Arah Kiblat
Untuk Tidak Mudah Menyalahkan Arah Kiblat Masjid-Masjid Yang Ada
Pensyari’atan Menghadap Kiblat dalam pelaksanaan ibadah antara lain berdasarkan firman Allah dalam QS al-Baqarah/2: 149-150:
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Serta hadis Rasulullah yang menjelaskan bahwa ”Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di al-Masjid al-Haram. Al-Masjid al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Mekah), dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di Bumi, baik di barat ataupun di timur” (HR. al-Baihaqi dari Abu Hurairah).
Kedua nash tersebut dijadikan landasan pensyari’atan kewajiban menghadap kiblat dalam pelaksanaan ibadah. Fuqaha kemudian menyatakan bahwa mengatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah dalam pelaksanaan salat lima waktu. Dengan lain perkataan jika seseorang salat tidak menghadap kiblat, maka salat yang dilaksanakannya tidak sah.
Bagi mereka yang melaksanakan salat di masjidil haram dapat secara langsung melaksankan salat menghadap ke Ka’bah Baitullah. Dan bagi mereka yang jauh dari Ka’bah dalam melaksanakan syariat menghadap kiblat ini terdapat perbedaan pendapat para ulama. Jumhur Ulama (selain Syafi’i) mensyari’atkan untuk menghadap jihat (arah) Ka’bah. Sedangkan Syafi’i berpendapat bahwa kewajiban menghadap kiblat itu adalah menghadap ke ‘ainul Ka’bah (az-Zuhaili: 758)
Penyempurnaan arah kiblat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat bukan berarti adanya perubahan arah kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak berubah tapi dilakukannya perubahan bagi arah kiblat masjid yang melenceng jauh dari arah Ka’bah. Perlu penyempurnan atau pemeriksaan ulang arah kiblat masjid dan musala di sekitar kita. Hal ini karena beberapa pertimbangan:
a.Karena sebagian masjid arah kiblatnya ditentukan sekadar perkiraan dengan mengacu secara kasar arah kiblat masjid yang sudah ada. Pada hal masjid yang dijadikan acuan belum tentu akurat arah kiblatnya.
b.Sebagian masjid arah kiblatnya ditentukan menggunakan kompas yang kurang; tidak akurat. Karena untuk penggunaan kompas dalam penentuan arah, termasuk dalam penentuan arah kiblat perlu dilakukan koreksian pengaruh daya magnetik di Bumi. Informasi tentang besaran koreksian ini dapat diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika. Di samping itu kita juga perlu memperhatikan bahwa dipasaran banyak beredar berbagai macam merek kompas, kita perlu terlebih dahulu mengecek tingkat akurasinya terlebih dahulu.
c.Terkadang dalam penentuan arah kiblat masjid ditentukan oleh seseorang yang ditokohkan dalam masyarakat. Pada hal yang bersangkutan belum tentu mampu melakukan penentuan arah kiblat secara benar dan akurat. Sehingga boleh jadi yang bersangkutan menetapkannya dengan mengira-ngira saja dengan mengarah ke Barat yang mungkin melenceng dari yang seharusnya (Depag, 1994: 5-6).
Dalam penentuan arah kiblat kesalahan sampai 1 derajat
masih bisa ditolerir mengingat kita sendiri tidak mungkin menjaga sikap tubuh
kita benar-benar selalu tepat lurus ke arah kiblat. Arah jamaah salat tidak
akan terlihat berbeda, bila perbedaan antar jamaah hanya beberapa derajat.
Sangat mungkin, dalam kondisi shaf yang sangat rapat (seperti sering terjadi di
beberapa masjid), posisi bahu kadang agak miring, bahu kanan di depan jamaah
sebelah kanan, bahu kiri di belakang jamaah sebelah kiri (http://isnet.org/t_djamal).
masih bisa ditolerir mengingat kita sendiri tidak mungkin menjaga sikap tubuh
kita benar-benar selalu tepat lurus ke arah kiblat. Arah jamaah salat tidak
akan terlihat berbeda, bila perbedaan antar jamaah hanya beberapa derajat.
Sangat mungkin, dalam kondisi shaf yang sangat rapat (seperti sering terjadi di
beberapa masjid), posisi bahu kadang agak miring, bahu kanan di depan jamaah
sebelah kanan, bahu kiri di belakang jamaah sebelah kiri (http://isnet.org/t_djamal).
Jadi, perbedaan arah kiblat yang tidak terlalu signifikan
hendaknya tidak terlalu dipermasalahkan. Kiranya perbedaan kurang dari 2
derajat masih dianggap tidak terlalu signifikan. Ibaratnya dua masjid
berdampingan yang panjangnya 10 meter, perbedaan di ujungnya sekitar 35 cm.
Jamaah di kedua masjid akan tampak tidak berbeda arahnya (http://isnet.org/t_djamal).
hendaknya tidak terlalu dipermasalahkan. Kiranya perbedaan kurang dari 2
derajat masih dianggap tidak terlalu signifikan. Ibaratnya dua masjid
berdampingan yang panjangnya 10 meter, perbedaan di ujungnya sekitar 35 cm.
Jamaah di kedua masjid akan tampak tidak berbeda arahnya (http://isnet.org/t_djamal).
Referensi
Depag RI, 1994, Pedoman Penentuan Arah Kiblat
____________, 1994, Pedoman Penentuan Jadwal Waktu Salat Sepanjang Masa
Djambek, Sa’adoeddin, 1974, Salat dan Puasa di Daerah Kutub, Jakarta: Bulan Bintang
____________, 1974 a, Pedoman Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Bulan Bintang
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka
T Djamaluddin, Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009, Salat Gerhana, http://t-djamaluddin.spaces.live.com
Waktu Sholat,http://www.alhusiniyah.com
Zuhaili, az, Wahbah, tt, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid I, Dimsyiq: Dar al-Fikr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar