Senin, 04 Maret 2013

KONTROVERSI HADIS YANG DIANGGAP MISSOGINIS



KONTROVERSI HADIS YANG DIANGGAP MISSOGINIS[1]






Prof. Dr. E n i z a r [2]
Guru Besar Hadis STAIN Jurai Siwo Metro Lampung

 

 

Pendahuluan


Bagi umat Islam, semenjak datangnya Islam, Rasulullah Saw. telah memberikan beberapa tuntunan dalam  relasi laki-laki dan perempuan.  Ketika menyampaikan aturan tersebut kadang ada sebab, situasi dan kondisi yang menyebabkan munculnya hadis Rasul. Di samping itu, Rasul punya metode sendiri dalam menyampaikan hadis dengan menggunakan bahasa atau perumpamaan yang membuat paham para pendengarnya.
Meskipun sudah dilakukan seleksi hadis yang sangat luar biasa oleh ulama hadis, namun ada beberapa hadis Rasulullah Saw. dipahami oleh peneliti atau penulis sebagai hadis missoginis (membenci perempuan).  Pemahaman tersebut tentu saja perlu dikaji ulang karena tidak didukung oleh data sejarah dan ajaran dasar al-Qur’an.
Apabila ketentuan Rasul tidak sesuai dengan petunjuk al-Qur’an, maka pasti hadis tersebutlah yang bermasalah dan perlu diragukan. Namun, apabila  hadis yang dianggap missoginis tersebut setelah melalui kritik ekternal (sanad) dan kritik internal (matan) hadis tersebut dinilai sahih oleh para ulama hadis, maka perlu pemahaman yang benar terhadap hadis.

MENYIKAPI HADIS-HADIS MISOGINIS


MENYIKAPI HADIS-HADIS MISOGINIS





Dr. Alamsyah, M.Ag
Dosen Fakultas Syari'ah IAIN Raden Intan Lampung





 PENDAHULUAN


Salah satu masalah hangat dibicarakan saat ini adalah terjadinya perlakuan tidak adil atas kaum perempuan, mulai dari kehidupan rumah tangga sampai kepada lingkup negara. Banyak kasus terungkap terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi ekonomi dan seksual, keterbelakangan pendidikan dan sosial, korban steriotipe sehingga perempuan menjadi kelompok marjinal dan minoritas di tengah jumlahnya yang mayoritas.
Implikasi dari steriotipe ini muncul anggapan perempuan itu memang rendah, bodoh, lemah, sehingga wajar jika miskin dan terbelakang. Ungkapan ini bahkan tercetus oleh perempuan itu sendiri, lalu diyakini sehingga hidupnya selalu tergantung dan tidak berdaya. Kaum perempuan dianggap sebagai makhluk kelas dua, dieksploitasi, dan dimanipulasi, baik secara insidental maupun sistematis. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya dilihat sebatas identitas jenis kelamin dan kodrat fisik (atau sex) yang memang tidak berubah, tetapi juga menular secara negatif kepada perlakuan peran, fungsi, kedudukan, kualitas dan prestasi (atau Gender).
Oleh karena itu, dalam realitas masyarakat banyak terjadi fenomena kekerasan terhadap perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), eksploitasi ekonomi dan seksual, keterbelakangan pendidikan dan sosial, korban steriotipe, marjinal dan minoritas. Realitas tersebut ternyata didukung oleh masih ada pandangan miring (steriotipe) seperti bahwa perempuan itu rendah, bodoh dan  lemah (bahkan oleh perempuan sendiri). Akibatnya terjadi ketimpangan status dan peran sosial, marjinalisasi dan kemiskinan, keterbelakangan dan kemunduran serta ketergantungan dan ketidakberdayaan.
Fakta realitas menunjukkan memang ada pandangan yang timpang dan miring terhadap perempuan yang ternyata memakai teks-teks keagamaan, terutama hadis Nabi, sebagai alat legitimasi.  Bahkan banyak hadis-hadis yang dijadikan sebagai alat pembenaran untuk memojokkan kaum perempuan atau untuk diberikan label-label yang merendahkan. Reaksi perlawanan lalu muncul dengan membangun teori ada kelompok konspirasi yang sengaja membuat hadis-hadis untuk menghina perempuan, atau hadis misoginis, seperti termuat dalam berbagai kitab tafsir yang sudah populer, maupun kitab hadis dan syarahnya.Dalam tulisan ini akan dikaji fenomena hadis-hadis misoginis.