Senin, 21 Juni 2010

PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN BAYANG- BAYANG MATAHARI

PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN BAYANG - BAYANG MATAHARI






Abstrak
Akhir-akhir ini umat Islam sempat dibuat bingung oleh kontroversi seputar arah kiblat. Bertubi-tubi persoalan arah kiblat dipertanyakan ulang. Bahkan  ada yang menanyakan apakah arah kiblat selama ini telah berubah. Arah kiblat kiranya tidak berubah—dalam pelaksanaan salat kita diperintahkan untuk menghadap kiblat yakni menghadap ke Ka’bah di Mekah. Tapi dari temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat, melenceng cukup jauh sehingga perlu  diukur ulang dan diubah sesuai dengan arah kiblat yang presisi. Di antara metode yang mudah untuk diaplikasikan oleh umat Islam mengecek ulang arah kiblat masjid adalah pada saat yaum rashd al-qiblah.

Kata Kunci: Arah Kiblat, Ka’bah, Mekah, yaum rashd al-qiblah



Pendahuluan
Sesungguhnya kiblat adalah suatu arah yang menyatukan arah segenap umat Islam dalam melaksanakan salat. Tetapi titik arah itu sendiri bukanlah obyek yang disembah oleh manusia muslim dalam melaksanakan salat. Objek yang dituju oleh muslim dalam melaksanakan salat itu tidak lain hanyalah Allah (Dewan, 1993: 66). Dengan demikian umat Islam bukan menyembah Ka’bah, tetapi menyembah Allah. Ka’bah hanya menjadi titik kesatuan arah dalam salat,  sebagaimana dalam firman Allah:

Artinya : “Sungguh Kami (terkadang) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesunggguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang di beri Al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” QS. al-Baqarah/2: 144.
Secara historis cara penentuan arah kiblat di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual di kalangan kaum muslimin. Perkembangan arah kiblat ini dapat dilihat dari perubahan besar di masa KH. Ahmad Dahlan atau dapat di lihat pula dari alat-alat yang dipergunakan untuk mengukurnya, seperti miqyas, tongkat istiwak, rubu’ mujayyab, kompas, dan theodolite. Selain itu sistem yang digunakan mengalami perkembangan pula, baik mengenai data kordinat maupun mengenai sistem ukurnya. Perkembangan penentuan arah kiblat ini dialami oleh kaum muslimin secara antagonistik, artinya suatu kelompok telah mengalami kemajuan jauh ke depan sementara kelompok lainnya masih mempergunakan sistem yang dianggap sudah ketinggalan zaman (Azhari, 2004:  37).
Belakangan ini terjadi diskusi yang intensif seputar arah kiblat. Temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat, melenceng cukup jauh sehingga perlu dilakukan pengecekan dan pengukuran ulang. Jika ditemui penyimpangan yang besar dan signifikan selayaknya diperbaiki sesuai dengan arah kiblat yang presisi. Di antara metode yang mudah untuk diaplikasikan oleh umat Islam mengecek ulang arah kiblat masjid adalah pada saat yaum rashd al-qiblah. Dalam makalah ini lebih lanjut akan dibahas pengertian, waktu, dan petunjuk pengecekan arah kiblat masjid pada saat yaum rashd al-qiblah.

Pengertian Kiblat
Kata kiblat berasal dari bahasa Arab al-qiblat. Disebutkan sebanyak empat kali dalam al-Qur’an. Diambil dari kata qabala- yaqbulu yang artinya menghadap. Dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai Ka’bah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai arah ke Ka’bah di Mekah (pada waktu salat). Dalam ilmu Falak, kiblat adalah arah terdekat menuju ka’bah melalui great circle  pada waktu mengerjakan ibadah salat (http://astroscientist.multiply.com). Ka’bah atau baitullah adalah sebuah bangunan suci yang merupakan pusat berbagai peribadatan kaum muslimin yang terletak di kota Mekah. Ia berbentuk kubus yang dalam bahasa arab disebut muka’ab. Dan dari kata itulah muncul sebutan ka’bah (http://astroscientist.multiply.com).
Khafid (2009) Menyatakan bahwa masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah Ka’bah di Mekah. Arah Ka’bah ini ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan Bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan yang dimaksudkan untuk mengetahui ke arah mana Ka’bah di Mekah  itu dilihat dari suatu tempat di permukaan Bumi, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan salat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.
Pensyari’atan Menghadap Kiblat  dalam pelaksanaan ibadah antara lain berdasarkan firman Allah dalam QS al-Baqarah/2: 149-150:

Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.

Serta hadis Rasulullah yang menjelaskan bahwa ”Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di al-Masjid al-Haram. Al-Masjid al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Mekah), dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di Bumi, baik di Barat ataupun di Timur” (HR. al-Baihaqi dari Abu Hurairah).
Ishaq bin Mansyur menceritakan kepada kita, Abdullah bin Umar menceritakan kepada kita, Ubaidullah menceritakan dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqburi. Dari Abi Hurairah r.a berkata Rasulullah saw. bersabda : “ Bila kamu hendak salat maka sempurnakanlah wudlu lalu menghadap kiblat kemudian bertakbirlah “ (HR. Bukhari) (Bukari, tt: 130).

  Nash-nash tersebut dijadikan landasan pensyari’atan kewajiban menghadap kiblat dalam pelaksanaan ibadah. Fuqaha kemudian menyatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah dalam pelaksanaan salat lima waktu. Dengan lain perkataan jika seseorang salat tidak menghadap kiblat, maka salat yang dilaksanakannya tidak sah.


Problematika Seputar Arah Kiblat
Diskusi seputar arah kiblat berkembang pesat. Apa lagi dengan perkembangan teknologi informasi, banyak kita temui diskusi di internet yang membahas tema arah kiblat. Terkait dengan kontroversi arah kiblat ini terdapat beberapa tema pokok. Di antara tema-tema tersebut antara lain:  pertama temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat. Kedua, masjid-masjid yang arah kiblatnya diduga berubah karena pergerakan lempeng bumi dan akibat peristiwa gempa bumi. Ketiga, fatwa MUI bahwa letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat.
Ketiga tema diskusi tentang arah kiblat tersebut berkembang luas di tengah-tengah masyarakat. Tema pertama, temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat. Masjid yang diteliti bukan hanya di Indonesia tapi juga di beberapa Negara Islam lainnya. Misalnya temuan lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) yang dalam salah satu tulisan yang dimuat dalam blog mereka bahwa dari enam belas masjid yang mereka teliti menggunakan software Google Earth dan Qiblalocator. Lima dari enam belas masjid yang diteliti ditemukan arah kiblatnya melenceng. Adapun masjid-masjid yang diteliti itu adalah sebagai berikut:

1.    Masjid PPMI Assalaam, Lokasi : Kartasura Sukoharjo Jateng (Kiblat=kurang Ke utara 11° s/d 12°, beberapa perhitungan malahan lebih, sampai 14°).
2.    Masjid Assalaam Surabaya, Lokasi Perum Puri Mas Surabaya (Kiblat=Presisi)
3.    Masjid Jamik Sumenep Madura Jawa Timur (Kiblat=kurang ke utara 25° dari arah Barat atau 15° dari arah saat ini.)
4.    Masjid Kubah Emas ‘Dian al-Mahri’ Depok Jawa Barat (Kiblat=kurang ke utara 6,5°).
5.     Masjid Istiqlal Jakarta (Kiblat=Presisi).
6.    Masjid Sunda Kelapa Menteng – Jakarta (Kiblat=Presisi).
7.    Masjid Baitul Ihsan, komleks Bank Indonesia – Jakarta (Kiblat=Presisi).
8.   Masjid Islamic Center – Jakarta Utara (Kiblat=Presisi).
9.   Masjid Agung – Semarang Jawa Tengah (Kiblat=Presisi).
10.   Masjid Kampus ITS – Surabaya (Kiblat=kurang 10° ke arah utara).
11.   Masjid Kampus UGM (Kiblat=Presisi).
12.   Masjid Jamik kota Gresik – Jawa Timur (Kiblat=Presisi).
13.   Masjid Jamik Istiqomah – Ungaran – Jawa Tengah (Kiblat=Presisi).
14.   Masjid Agung Kediri – Jawa Timur (Kiblat=Presisi).
15.   Masjid AR Fahruddin – UMM Malang Jawa Timur (Kiblat=Presisi).
16.   Masjid R Fatah UniBraw – Malang Jawa Timur (Kiblat=kurang ke utara 2°-3°) (blogcasa.wordpress.com).









Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar Saudi Gazette melaporkan, orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang baru di Mekah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak mengarah langsung ke Ka’bah. Saat menunaikan salat, warga Muslim sedapat mungkin menghadap ke Ka’bah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan kompas khusus untuk mencari arah kiblat itu (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com).
Wartawan BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang belakangan melakukan pembangunan kembali kawasan di dan sekitar Masjid al-Haram. Namun, masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah. Pada saat masjid-masjid tersebut dibangun, digunakan perkiraan kasar arah kiblat karena saat itu belum ada alat yang akurat (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com).
Jika memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan cuma hanya di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara Islam lainnya. Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti dituliskan Ahmad Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat yang tidak tepat (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com).
Lalu berkembang lagi diskusi bahwa perlu dilakukan perhitungan ulang arah kiblat masjid-masjid kuno. Alasannya masjid-masjid tersebut dimungkinkan arah kiblatnya berubah karena pergerakan lempeng bumi. Bahkan karena akhir-akhir ini kerapkali terjadi peristiwa gempa bumi di Indonesia, maka masjid-masjid yang relatif belum lama dibangunpun perlu dihitung ulang arah kiblatnya. Hal ini karena mungkin saja akibat kejadian-kejadian tersebut arah kiblatnya telah berubah dari yang seharusnya. 
Masyarakat yang mulai tercerahkan lewat diskusi tentang kedua tema di atas tiba-tiba dibuat bingung oleh dilkeluarkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat sebagai konsekuensi dari pergeseran lempeng bumi. Diktum dari fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan, pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam kententuan hukum tersebut disebutkan bahwa: (1) Kiblat bagi orang salat dan dapat melihat ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul ka’bah). (2) Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat ka’bah). (3). Letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat. Kedua, rekomendasi. MUI merekomendasikan agar bangunan masjid/mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah Barat, tidak perlu diubah, dibongkar, dan sebagainya (http://www.mui.or.id).
Poin (3) dari diktum pertam fatwa MUI di atas yang menyatakan bahwa letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat. Pada hal para pakar ilmu Falak dan astronomi sepakat bahwa arah kiblat masyarakat muslim Indonesia arah Barat serong ke utara. Besaran sudut serong ke arah utara untuk suatu kota atau daerah tergantung pada hasil perhitungan arah kiblatnya.
Jika dinyatakan arah kiblat Indonesia ke arah Barat menurut berhitungan ilmu Falak bukan lagi mengarah ke Ka’bah atau bahkan kota Mekah tetapi mengarah ke Somalia di benua Afrika. Na’uzubillah. Penulis menyatakan bahwa fatwa MUI tentang arah kiblat di atas menjadi kontraproduktif terhadap perkembangan ilmu Falak di Indonesia.

Penyebab Kesalahan Dalam Penentuan Arah Kiblat
Selanjutnya menurut penulis terdapat beberapa faktor diduga kuat menjadi penyebab kesalahan dalam penentuan arah kiblat masjid di masyarakat, antara lain:
1.Arah kiblat masjid  ditentukan sekadar perkiraan dengan mengacu secara kasar pada arah kiblat masjid yang sudah ada. Pada hal masjid yang dijadikan acuan belum tentu akurat. Ketika membangun sebuah masjid baru, arah kiblatnya hanya mengikuti masjid yang berdekatan yang telah lebih dahulu dibangun.
2.Sebagian masjid arah kiblatnya ditentukan menggunakan alat yang kurang atau tidak akurat. Misalnya untuk penggunaan kompas dalam penentuan arah, termasuk dalam penentuan arah kiblat perlu dilakukan koreksian pengaruh daya magnetik di Bumi. Informasi ini tentang besaran koreksian/deklinasi magnetik kompas ini dapat diperoleh dari Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Di samping itu kita juga perlu diperhatikan bahwa di pasaran banyak beredar berbagai macam merek kompas, kita perlu terlebih dahulu mengecek tingkat akurasinya terlebih dahulu. M Teguh Shobri (ahli Falak, dosen IAIN Raden Fatah Palembang) menyatakan untuk kasus Palembang, banyak jamaah haji yang pulang dari tanah suci melakukan pengukuran/ pengecekan arah kiblat dengan kompas yang terdapat pada sajadah yang mereka bawa dari tanah suci. Padahal kualitas kompas tersebut sangat jelek karena peruntukannya bukan sebagai penunjuk arah kiblat tapi hanya sekedar asesoris sajadah saja.
3.Terkadang dalam penentuan arah kiblat masjid atau musala ditentukan oleh seseorang yang ditokohkan dalam masyarakat tersebut. Pada hal belum tentu sang tokoh tersebut mampu melakukan penentuan arah kiblat secara benar dan akurat. Sehingga boleh jadi yang bersangkutan menetapkannya dengan mengira-ngira saja dengan mengarah ke Barat yang mungkin melenceng dari yang seharusnya (T Djamaluddin, 2009).
4.Sebelum pembangunan arah kiblat masjid telah diukur secara benar oleh ahlinya. Tapi dalam tahap pembangunannya terjadi pergeseran-pergeseran oleh tukang yang mengerjakannya.
5.Bahkan ada juga masjid yang dibangun lebih mempertimbangkan nilai artistik dan keindahan alih-alih perhitungan dan pengukuran arah kiblatnya yang presisi. Misalnya masjid yang bangunannya disejajarkan dengan jalan walaupun dengan mengabaikan arah kiblatnya.
6.pemahaman yang keliru pada sebagian masyarakat bahwa kiblat itu adalah barat.
7.Terbatasnya sosialisasi dan tenaga ahli Kementrian agama dalam pengukuran arah kiblat.  

Menanggapi kontroversi arah kiblat ini,  T Djamaluddin menyatakan bahwa masalah arah kiblat yang seolah bergeser akibat gempa perlu segera diluruskan. Karena hal itu tidak berdasar logika ilmiah dan berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng bumi hanya berpengaruh pada perubahan peta bumi dalam rentang waktu puluhan atau ratusan juta tahun, karenanya tidak akan berdampak signifikan pada perubahan arah kiblat di luar Mekah dalam rentang peradaban manusia saat ini. Jadi, saat ini tidak ada pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempeng bumi atau gempa. Semua pihak (terutama Kementerian Agama dan MUI) jangan terbawa pada opini yang didasari pada informasi yang keliru (t-djamaluddin.space.live.com).
Ia melanjutkan bahwa masalah ketidakakuratan arah kiblat yang terjadi pada banyak masjid, bukanlah masalah pergeseran arah kiblat, tetapi karena ketidakakuratan pengukuran pada awal pembangunannya. Itu bukan masalah serius dan mudah dikoreksi. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama dan BHR Daerah serta kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa memberikan bantuan penyempurnaan arah kiblat tersebut. Bisa juga dilakukan koreksi massal dengan panduan bayangan matahari pada saat matahari berada di atas Mekah atau dengan panduan arah kiblat berbasis internet Google Earth/Qiblalocator (t-djamaluddin.space.live.com).






 Yaum Rashd al-Qiblah
Salah satu cara yang mudah untuk melakukan koreksian arah kiblat adalah pengukuran arah kiblat dengan bayangan matahari. Yang dimaksud pengukuran arah kiblat dengan bayangan matahari ialah waktu yang pada saat itu semua benda yang berdiri tegak, menghadap ke arah kota Mekah, inilah yang disebut Yaum Rashd al-Qiblat. Pada waktu Istiwa di kota Mekah (karena matahari dikatakan berada di atas suatu kota pada saat istiwa) saat itu deklinasi matahari sama dengan atau paling mendekati   bujur ka'bah. Dengan kata lain pada saat itu azimut matahari sama atau mendekati azimut kiblat tempat-tempat yang sama-sama mengalami siang seperti di Mekah (mendapati sinar matahari yang akan dijadikan panduan pengoreksian arah kiblat nantinya), atau nilainya berlawanan 180°. 
Saat bayangan matahari berada di atas kota Mekah kalau deklinsai matahari nilainya plus (antara Maret–September) maka bayang-bayang kiblat terjadi sesudah Zuhur. Jika deklinsai matahari nilainya minus (antara September–Maret) maka bayang-bayang Kiblat terjadi sebelum Zuhur. Mari kita lakukan pengecekan dan penyempurnaan arah kiblat masjid di tempat kita masing-masing. 
Ini bukan berarti adanya perubahan  arah kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak berubah. Perlunya penyempurnan atau pemeriksaan ulang jika terdapat kesalahan setelah dilakukan mengecekan (Djamaluddin, 2009).
Dengan bayangan matahari pada saat-saat tertentu yang disebutkan di bawah ini, arah kiblat dapat lebih mudah dan lebih akurat ditentukan. Waktunya diberikan banyak pilihan, silakan gunakan waktu yang sesuai dengan mempertimbangkan keadaan cuaca dan konversi waktu setempat. Arah kiblat bisa ditentukan dari bayangan benda vertikal, misalnya tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid.
Saat matahari dinyatakan tepat berada di suatu daerah yakni ketika  pada awal waktu salat Zuhur. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan dengan Mekah Indonesia Barat dan Indonesia Tengah menggunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat.

            28  Mei, pukul 16:18 WIB
            16  Juli, pukul 16:27 WIB

Arah kiblat adalah dari ujung bayangan ke arah tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid ke ujung bayangan.
Untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekah seperti Indonesia Timur menggunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat menurut waktu setempat.

         14  Jan, pukul 04:30 WIB
            29 Nov, pukul 04:09 WIB

Arah kiblat adalah dari tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid ke ujung bayangan (Djamaluddin, 2009).


Tuntunan Untuk Pengecekan Arah Kiblat Pada Yaum Rashd al-Qiblah





Dalam press release arah kiblat oleh Departemen Agama RI pada tanggal 12 Jumadil Akhir 1431 H/  26 Mei 2010 M Diberitahukan kepada kaum muslimin di seluruh Indonesia, berdasarkan data astronomis bahwa pada hari Jum`at tanggal 28 Mei 2010 pukul 12:18 Waktu Saudi bertepatan dengan pukul 16:18 WIB atau pukul 17:18 WITA Matahari melintasi tepat di atas Ka`bah sehingga bayang-bayang semua benda yang berdiri tegak di mana saja akan berimpit dengan arah Ka`bah di Mekah (depag.go.id).
Sehubungan dengan itu, bagi kaum muslimin yang akan mengecek arah kiblat memanfaatkan moment ini, yaitu dengan cara:
1.Dirikan benda tegak lurus diukur memakai lot pada pelataran yang rata, atau cari benda yang berdiri tegak, misalnya tiang, pintu, jendela dan sebagainya.
2.Cocokkan jam dengan RRI atau telkom (103) atau telkomsel (301)
3.Pada jam yang ditentukan di atas tandai bayang-bayang yang terbentuk dengan sebuah garis lurus.
4.Garis lurus inilah arah kiblat di tempat yang bersangkutan (depag.go.id).

Upaya Pembetulan Arah Kiblat: Bukan Membongkar Mihrab Masjid tetapi Membetulkan Shaf
Jika dalam pengecekan arah kiblat, ditemukan masjid yang kurang tepat arah kiblatnya dengan kemelencengan yang cukup besar tentulah hal ini perlu dikoreksi atau dibetulkan. Dalam melakukan pembetulan arah kiblat ini perlu adanya satu kata antara pengurus (takmir) masjid dan seluruh jamaah. Jangan sampai pembetulan arah kiblat ini justru menimbulkan permasalahan baru, yang mungkin saja dapat menimbulkan friksi-friksi di tengah-tengah jamaah yang tentu saja hal ini tidak kita inginkan bersama.
Pembetulan arah kiblat ini bukan berarti merombak masjid atau musala, atau mungkin menghancurkan mihrabnya. Tapi yang dimaksud di sisi adalah membuat garis shaf yang baru. Shaf baru yang sesuai dengan perhitungan arah kiblat yang benar. Konsekuensinya shaf yang baru mungkin tidak semitris lagi dengan mihrab atau tidak sejajar lagi dalam dindingnya.
Masalah yang penting selanjutnya setelah kita melakukan pengecekan arah kiblat masjid adalah sosialisasi. IBarat mengambil rambut dalam tepung. Rambutnya dapat dikeluarkan dan tepungnya tidak tumpah. Penting kiranya dilakukan pendekatan persuasif dan pemberian pemahaman tentang permasalahan ini secara komprehensif sebelum melangkah lebih lanjut.
Tantangannya, bagaimana melakukan pengukuran dengan benar di lapangan, menyampaikan hasil-hasilnya kepada masyarakat dan sekaligus mengedukasi publik agar tidak terjadi situasi di mana ada pihak yang merasa “tersakiti”, yang terjadi semata-mata hanya karena ketidakpahaman atas duduk perkara yang sebenarnya. Kementerian Agama bersama MUI, BHR, BHRD, dan kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa melakukan sosialisasi penyempurnaan arah kiblat tersebut.

Yaum Rashd al-Qiblah: Salah Satu Hikmah Di Balik Perubahan Arah Kiblat Dari Masjid al-Aqsha ke Ka’bah
Kiblat pertama kaum muslimin adalah ke arah Baitul Maqdis. Pada masa-masa awal hijrah ke Madinahpun nabi masih berkiblat ke Baitul Makdis, di Palestina. Walaupun menghadap ke Baitul Makdis, dalam hatinya Nabi menginginkan untuk berkiblat ke Ka’bah. Setelah enam belas atau tujuh belas bulan nabi berada di Madinah di tengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat salat itu bukanlah arah Baitul Makdis dan ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Hal ini untuk persatuan umat islam, Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat. Hal ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:

Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,[3]Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. QS. Al-Baqarah/2: 144

Ibnu Abbas menyatakan bahwa rangkaian ayat ini merupakan pendahuluan dari ayat sebelumnya. Ini dikuatkan oleh riwayat Bukhari yang berasal dari al-Barra’ ibn ‘Azib yang mengatakan bahwa setelah Rasulullah berhijrah ke Madinah, ia salat menghadap ke Baitul Makdis selama enem belas atau tujuh belas bulan lamanya. Padahal beliau menginginkan untuk menghadap ke ka’bah. Itulah peristiwa yang melatarbelakangi ayat di atas (Sayyis, tt: 31).
Bagi orang-orang Yahudi menjadikannya sebagai bahan ejekan; dan selalu berkata ”Kalian Muslimin tidak memiliki agama yang tetap, oleh sebab itu kalian berdiri menghadap kiblat kami”. Dengan perintah Allah kiblat tersebut diubah dari Baitul Makdis ke Mekah. Setelah itu, orang-orang Yahudi mengajukan kritikan lain, yaitu bahwa jika kiblat yang pertama benar, maka kenapa kalian mengubahnya; dan jika kiblat kedua yang benar, maka salat kalian selama menghadap kiblat pertama, adalah sia-sia. Hal ini diceritakan Allah dalam ayat sebelumnya:

Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Makdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya? QS. Al-Baqarah/2: 142

Allah lalu menjawab pernyataan mereka bahwa Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat. Tidak satu pun yang berhak mengklaim memiliki arah kiblat tertentu. Di samping itu pemindahan arah kiblat ini untuk  mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot atau kembali kepada kekufuran; kembali pada ajaran agama mereka sebelumnya. Pemindahan kiblat  itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dengan demikian sebagai ujian keimanan bagi mereka dari Allah. Allah berfirman:

Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. QS. Al-Baqarah/2: 142-143


Dan Sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain.  Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, Sesungguhnya kamu-kalau begitu-termasuk golongan orang-orang yang zalim. QS al-Baqarah/2: 145

Allah Maha Mengetahui bahwa tidak sekedar ejekan Yahudi, hikmah yang bisa kita petik dari pemindahan arah kiblat ini. Namun juga secara geografis, andai kiblat tetap di Majid al-Aqsha (Batul Makdis) di Palestina; saat ini kita akan kesulitan menentukan arah kiblat.
Masjid al-Aqsha berada di lokasi dengan koordinat LU sebesar 31°46′ 40.93″. Garis ini jelas tidak dilalui matahari saat mihadaa (yaum rashd al-qiblat), sebab deklinasi yang paling besar matahari hanya akan melewati pada garis Lintang Utara tanggal 21 Juni, tepat berada di lintang 23.5° LU. Sehingga tidak memungkinkan kita untuk menentukan arah kiblat dengan melihat bayangan matahari ketika berpedoman pada masjid al-Aqsha (http://blogcasa.wordpress.com).
Ka’bah terletak di tengah al-Masjid al-Haram di Mekah; berada di garis koordinat 21°25′ Lintang Utara. Garis ini di bawah 23.5° LU batas matahari melakukan mihaadaa-nya. Jadi setiap yaum rashd al-qiblat; hari di mana mata hari berada di atas kota Mekah; maka setiap bayangan benda pada saat itu persis menghadap ke kota Mekah. Kita dapat melakukan penentuan arah kiblat dengan bentuan; berbedoman pada bayang-bayang tersebut. Karena pada saat itu matahari tepat berada di atas Ka’bah sehingga bayang-bayang benda pada saat yang ditentukan tersebut persis mengarah kota Mekah; arah bayang-bayang tersebutlah kiblat.

Catatan Akhir
Ada  yang persoalan yang mengganjal bagi penulis dalam permasalahan yaum rashd al-qiblah ini.
1. Beberapa ahli Falak antara lain KH Slamet Hambali dan Ahmad Izzuddin sebagaimana yang terdapat pada jadwal salat yang mereka keluarkan bersama menyatakan bahwa yaum rashd al-qiblah itu dinyatakan suatu hari yang pada hari tersebut matahari tepat berada di atas Ka’bah. Ini sebagaimana juga dalam press release arah kiblat Depag di atas. Ada baiknya pernyataan ini diklarifikasi terlebih dahulu dengan data-data ephimeris matahari pada saat itu. Jika kita mengecek tentang data matahari pada saat yaum rashd al-qiblah, data yang diperoleh tidak eksak menunjukkan bahwa deklinasi matahari pada saat itu berada di atas Ka’bah. Misalnya jika kita melakukan pengecekan dengan program Mawaaqit versi 2001 (karya Khafid) dinyatakan sebagai berikut:

a. Pada tanggal 28 Mei data δ (deklinasi matahari) pada jam 12:18 adalah 21° 28’ 12,2”. Adapun data lintang Ka’bah  adalah 21° 25’LU. Dengan demikian pada saat yaum rashd al-qiblah pada tanggal 28 Mei itu posisi matahari tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi berada di utara Ka’bah. Tapi posisi matahari masih berada di sekitar kota Mekah.
b. Pada  tanggal 16 Juli δmatahari pada jam 12:27 adalah 21° 20’. Adapun data  lintang Ka’bah adalah 21° 25’. Demikian juga hamper sama dengan kondisi pada tanggal 28 Mei di atas, pada tanggal 16 Juni ini pun posisi matahari tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi berada di selatan Ka’bah. Tapi posisi matahari masih berada di sekitar kota Mekah.

Dari deklinasi matahari yang diperoleh di atas nyatalah bahwa matahari pada saat yaum rashd al-qiblat tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi lebih tepat kalau dinyatakan berada di atas kota Mekah. Ini sesuai dengan pernyataan T Djamaluddin. Sehingga bayangan yang terbentuk pada saat itu mengarah ke kota Mekah; kota di mana tempat berdirinya Masjid al-Haram yang di dalamnya terdapat bangunan Ka’bah.

2.Pelaksanaan Yaum Rashd al-Qiblah pada tahun-tahun Kabisat [4], untuk bulan-bulan setelah bulan Februari ditambahkan satu hari. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Yaum Rashd al-Qiblah itu menjadi tanggal  29  Mei, 17  Juli, dan untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekah seperti Indonesia Timur menjadi 30 Nov.
3.Yaum Rashd al-Qiblat adalah fenomena global. kita tidak perlu melakukan koreksi waktu setempat di tempat kita masing-masing seperti yang biasanya dilakukan dalam perhitungan awal waktu salat. Karena pada penentuan awal waktu salat terkait dengan fenomena peredaran matahari di suatu tempat atau daerah. Sedangkan yaum rashd al-qiblat bersifat global seperti seperti kita menyaksikan siaran langsung dari luar negri; negara yang berjauhan dari Indonesia. Cukup melakukan konversi waktu daerah tempat kita dengan tempat siaran langsung itu berlangsung. Misalnya peristiwa yaum rashd al-qiblat, perbedaan waktu antara Mekah dengan waktu Indonesia bagian barat adalah 4 jam. Maka peristiwa itu akan kita saksikan dengan selisih waktu 4 jam dengan kota Mekah. Yaum rashd al-qiblat itu pada tanggal 28  Mei, pukul 12:18 Waktu Mekah dan   pada tanggal 16  Juli, pukul 12:27 Waktu Mekah. Jika dikonversikan ke waktu Indonesia Barat menjadi:
            28  Mei, pukul 16:18 WIB
            16  Juli, pukul 16:27 WIB

4.Rentang  dua hari sebelum dan dua sesudahnya dari waktu di atas masih cukup akurat (Djamaluddin, 2009). Jadi dengan demikian pengecekan arah kiblat itu dapat dilaksanakan dalam lima hari di tiap moment yaum rashd al-qiblahnya.

Tabel 1
Pelaksanaan Pengecekan Arah Kiblat pada Yaum Rashd al-Qiblat Bulan Mei
No
Tanggal
Waktu
1
26 Mei 2010
Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB
2
27 Mei 2010
Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB
3
28 Mei 2010
Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB
4
29 Mei 2010
Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB
5
30 Mei 2010
Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB


Tabel 2
Pelaksanaan Pengecekan Arah Kiblat pada Yaum Rashd al-Qiblat Bulan Juli
No
Tanggal
Waktu
1
14 Juli 2010
Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB
2
15 Juli 2010
Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB
3
16 Juli 2010
Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB
4
17 Juli 2010
Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB
5
18 Juli 2010
Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB

Marilah kita melakukan klarifikasi lebih lanjut terhadap pernyataan T Djamaluddin di atas. Yakni dengan mengecek ulang deklinasi matahari dalam rentang waktu tersebut menggunakan program Accurate Times 5.1 karya Mohammad Odeh, sebagai berikut:

Tabel 3
Deklinasi Matahari pada saat Yaum Rashd al-Qiblah Mei 2010
No
Tanggal
Waktu I (16:13)
Waktu II (16:18)
Waktu III (16:23)
1
26 Mei 2010
21° 08’  10’’
21° 08’ 12’’
21° 08’ 15’’
2
27 Mei 2010
21° 18’ 21’’
21° 18’ 24’’
21°  18’ 26’’
3
28 Mei 2010
21° 28’ 11’’
21° 28’ 13’’
21° 28’ 15’’
4
29 Mei 2010
21° 37’ 37’’
21° 37’ 39’’
21° 37’ 41’’
5
30 Mei 2010
21° 46’ 42’’
21° 46’ 44’’
21° 46’ 46’’

Tabel 4
Deklinasi Matahari pada saat Yaum Rashd al-Qiblah Juli 2010
No
Tanggal
Waktu I (16:22)
Waktu II (16:27)
Waktu III (16:32)
1
14 Juli 2010
21° 39’ 56’’
21° 39’ 54’’
21° 39’ 52’’
2
15 Juli 2010
21° 30’ 38’’
21° 30’ 36’’
21° 30’ 34’’
3
16 Juli 2010
21° 20’ 57’’
21° 20’ 55’
21° 20’ 53’’
4
17 Juli 2010
21° 10’ 56’’
21° 10’ 54’’
21° 10’ 51’’
5
18 Juli 2010
21° 00’ 32’’
21° 00’ 30’’
21° 00’ 28’’

Dari tabel tiga dan empat di atas dapat kita lihat bahwasanya deklinasi matahari pada waktu-waktu tersebut mendekati data lintang Ka’bah. Kalaupun terdapat perbedaan, namun selisisihnya tidak sampai 30’ busur sehingga dianggap cukup akurat.



Penutup
Inilah salah satu hikmah bagi umat Islam dengan berkiblat ke Ka’bah dalam beribadah adalah terdapatnya waktu-waktu yang disebut dengan Yaum Rashd al-Qiblat. Allah memberikan cara yang mudah bagi semua umat Islam dari semua kalangan tanpa terkecuali untuk menentukan ataupun melakukan pengecekan arah kiblat mereka. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan ataupun mengalami siang berlawanan dengan daerah Mekah dapat menentukan ataupun melakukan pengecekan arah kiblat mereka pada waktu-waktu yang telah ditentukan di atas. Alangkah bijaksana jika kita dapat memanfaatkan kehadirannya dengan semaksimal mungkin. Marilah kita melakukan pengecekan arah kiblat masjid di tempat kita masing-masing.
Jika dari hasil pengamatan tersebut terdapat kesalahan yang besar, maka perlu dilakukan koreksian dengan cara pembetulan shaf. Dengan demikian akan menambah keyakinan dan melenyapkan keragu-raguan dalam beribadah. Insya Allah ibadah salat yang kita laksanakan lebih sempurna secara syari’ah. Wallahu a’lamu bi ash-shawab


Daftar Pustaka
Azhari, Susiknan,  Ilmu Falak Teori Dan Praktek, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. ke-1,  2004

Bukhari,  Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-, Shahih al-Bukhari, Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. ke-1, 1993

Djamaluddin, T , Penyempurnaan Arah Kiblat dari Bayangan Matahari, Makalah Perkuliahan Astronomi, 26 Mei 2009

____________, Gempa Tidak Sebabkan Pergeseran Kiblathttp: // (t-djamaluddin.space.live.com) diakses pada tanggal 1 Mai 2010

Kiblat Masjid kita: melenceng lho?, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

Khafid, Penentuan Arah Kiblat, Makalah Pelatihan Penentuan Arah Kiblat, Cibinong, 22 Februari 2009

Iptek dan Arah Kiblat, http://astroscientist.multiply.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

 Makna Arah Kiblat,  http://casa.assalaam.or.id diakses pada tanggal 14 Februari 2010

 Press Release Arah Kiblat,  12 Jumadal Akhirah 1431 H/  26 Mei 2010 M, www.depag.go.id diakses pada tanggal 1 Juni 2010

Sayyis,  as- Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, Tt: Tp

Sensitifnya Arah Qiblat, http://pakar.blogsome.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

Shihab, M Quraish,  Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 6, Jakarta: Lentera Hati, 2004

___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 7, Jakarta: Lentera Hati, 2004

___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 9, Jakarta: Lentera Hati, 2004

200 Masjid di Mekah Tidak Menghadap Kiblat, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

 




[1] Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.

[2] yang dimaksud dengan menghilangkan kotoran di sini ialah memotong rambut, memotong kuku, dan sebagainya.
[3] maksudnya ialah nabi Muhammad saw sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu Turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.


[4] Tahun yang habis dibagi 4 tahun 2004, dan 2008, adapun untuk tahun abad habis dibagi 400 seperti tahun 2000.

3 komentar:

  1. Artikel ini bermanfaat sekali. Kita memang harus berusaha agar ibadah shalat kita semakin sempurna, antara lain dg mengusahakan arah kiblat yg tepat. Kalau usaha sudah maksimal... hasilnya terserah Allah SWT.

    BalasHapus
  2. Artikel ini bermanfaat sekali. Kita memang harus berusaha agar pelaksanaan ibadah shalat kita semakin sempurna. Caranya antara lain dg mengupayakan arah kiblat yang benar. Kalau usaha sudah maksimal, hasilnya... terserah Allah SWT.

    BalasHapus
  3. Artikel ini bermanfaat sekali. Kita memang harus mengupayakan agar ibadah shalat kita sempurna, antara lain dengan mengusahakan ketepatan arah kiblat. Setelah usaha maksimal.. hasilnya terserah Allah SWT.

    BalasHapus